Thursday, August 22, 2013

MENELUSURI “SOSIALISME DENGAN CIRI-CIRI TIONGKOK” (3)

Kolom IBRAHIM ISA
Jum'at, 16 Agustus 2013
--------------------------------
MENELUSURI “SOSIALISME DENGAN CIRI-CIRI TIONGKOK”    (3)
Catatan:

Mengapa mengemukakan pendapat AS Munandar di ruangan ini? Penjelasannya sbb: -- Pada saat membicarakan sekitar “Sosialisme dengan ciri-ciri Tiongkok” , membicarakan satu varian dari sosialisme dewasa ini, langsung akan menyinggung masalah teori sosialisme yang menjadi dasar ideologi dan teorinya. Seperti yang dinyatakan oleh yang bersangkutan (Tiongkok), “sosialisme dengan ciri-ciri Tiongkok” adalah praktek pembangunan sosialisme di Tiongkok yang didasarkan atas Marxisme.

Di era Presiden Sukarno, satu-satunya lembaga pendidikan tinggi INDONESIA yang secara formal dan aktual visi dan misinya “memberikan pendidikan Marxisme”, adalah lembaga “AISA”, “Akademi Ilmu Sosial Aliarcham, Jakarta. AS Munandar adalah orang pertamanya dari lembaga pendidikan tinggi AISA. Menyinggung masalah Marxisme, ada baiknya mengetahui bagaimana pandangan seorang yang menggeluti pendidikan Marxisme di Indonesia, dan yang khusus menuliskan analisisnya mengenai “sosialisme dengan ciri-ciri Tiongkok”.

* * *

SIAPA AS. MUNANDAR?

Nama lengkapnya – Ashar Sutjipto Munandar. Lahir 02 Mei 1924 di Semarang. Meninggal di Rotterdam, Holland, 18 Januari 2010.

A.S. Munandar, Bung Cip, sapaan akrabnya, --- kukenal beliau sudah sejak di Indonesia tahun enampuluhan. Sejak kenal pertama, tak bertemu lagi. Kudengar kemudian beliau menambah studinya di Jerman. Peristiwa G30S 1965, yang berlanjut dengan kampanye pembantaian masal 1965 menyebabkan A.S. Munandar terdampar di luar negeri. Sama seperti korban Orba lainnya, paspor A.S. Munandar dicabut oleh rezim Orba.

Sejak sama-sama menjadi 'orang yang terhalang pulang', kami sering bertemu. Berdomisili di negeri Belanda, kami sering melakukan kegiatan bersama.

A.S. Munandar adalah seorang pejuang demokrasi dan HAM. Ia yakin benar kebenaran dan keadilan cita-cita yang diperjuangkannya. Adalah keyakinannya bahwa realisasi cita-cita sosiaisme, sosialisme dengan ciri Indonesia-lah, yang akan membebaskan Indonesia dari penderitaan,
kemiskinan dan ketidakadilan. (Ibrahim Isa -IN MEMORIAM A.S. MUNANDAR, 02 Mei 1924 -- 18 Januari 2010).

Aku mengenalnyha sejak di tanahair selagi ia memimpin Akademi Ilmu Sosial Aliarcham, kemudian sama-sama di Timur, sama-sama di Barat, sama-sama di SAS, sama-sama di pelbagai forum tukar fikiran. Ia adalah kawan seperjuangan yang sulit dicari samanya. Yang selalu bersedia diajak bertukar fikiran. Kapan saja bersedia memberikan saran-saran ataupun kritik yang berterus terang dan amat bersahabat. Dikritik betapapun kerasnya, tetap ia dengarkan dengan senjum. Tidak marah!

Memasuki usia 85 terbit bukunya: yang diluncurkan pada tanggal 02 Mei 2009, berjudul "KUMPULAN TULISAN -- Pendapat dan Pandangan" (1990-2009), bertepatan dengan hari ultahnya yang ke-85 (02 Mei 2009). Ketika itu sejumlah sahabat berkumpul bersama keluarga A.S,. Munandar memperingati hari ultah ke-85 beliau. Kuminta agar ia menulis sesuatu pada bukunya yang kumiliki itu. A.S. Munandar menulis sbb: "Untuk Bung Isa tercinta. Sama-sama senasib seperjuangan".

Isi buku itu, adalah salah satu kenang-kenangan dan warisan A.S. Munandar. Amat berguna sebagai bahan pemikiran dan petimbangan dari seorang pejuang senior, bagi generasi muda penerus cita-cita perjuangan demi Indonesia Baru yang adil dan makmur.

* * *

Satu yang menonjol, yaitu sikap dan pandangannya yang INDEPENDEN. Semua yang diutarakannya, adalah pandangan dan hasil pemikirannya sendiri. Bagi saya, yang menonjol dan baik diteladani ialah fikirannya yang INDEPENDEN. YANG BERDIKARI.


Cara berfikir beliau inilah yang merupakan inspirasi dan memberikan semangat optimisme revolusioner yang menjadi teladan bagi saya.

* * *



Dalam penjelesanannya ketika peluncuran buiku AS Munandar, M. Kasim, Penyusun buku A.S. Munandar, menulis a.l sbb:



Buku ini mendekati 300 halaman. Jumlah tulisan yang terkumpul ada sebanyak 23 tulisan ditambah satu lampiran. Satu tulisan – tulisan terakhir -- belum pernah di publikasi.



Tulisan-tulisan membicarakan bermacam-macam tema, misalnya masalah nasion Indonesia, situasi Indonesia, filsafat Marxis, mengenai G 30 S, tentang kontradilksi pokok, partai-partai di Indonesia, masalah sosialisme dan lain-lain. Pokoknya isinya kaya-raya.Tulisan-tulisan itu ada yang disampaikan dalam berbagai kesempatan ceramah/temu wicara, diskusi-diskusi via internet dan ada pula yang di tulis didalam majalah. Dari 23 tulisan tersebut, satu tulisan disampaikan dalam bahasa Inggeris dan satu tulisan ditulis dalam bahasa Belanda, dan satu lampiran juga berbahasa Belanda. Kami ingin mempertahankan bahasa yang digunakan Bung Cipto waktu menyampaikan dan menulisnya, tetapi sebaiknya tulisan-tulisan tersebut diterjemahkan juga ke dalam bahasa Indonesia. Sayang hal itu belum sempat kami kerjakan.



Tulisan pertama “Masalah Sosialisme Dewasa Ini”(hal. 1 s/d hal. 30). merupakan penyimpulan atas sebab-sebab buyarnya negeri-negeri sosialis Eropah Timur dan Uni Sovyet. Francis Fukuyama menyimpulkan ‘sejarah manusia telah berakhir, telah tercapai “the end of history”, banyak orang menyatakan Marxisme sudah bangkrut, kaum kapitalis dan imperialis dan musuh-musuh sosialisme bersorak sorai bergembira dan bergendang paha. Di kalangan kaum kiri pun terdapat kegoyahan dan keraguan apakah sosialisme itu dapat merupakan hari depan. Bung Cip dengan tegas dalam tulisan itu mengatakan “Sistem kapitalisme tetap tidak mampu memberi jalan keluar. Mayoritas rakyat di dunia yang hidup di bawah kapitalisme menderita kesengsaraan dan kemelaratan”. (hal. 29)



* * *



Tulisan terakhir ditulis dalam suasana krisis ekonomi yang berat melanda dunia yang dimulai pada paro kedua tahun 2008 yang katanya terberat sejak Perang Dunia kedua. Orang-orang yang dulu bersorak sorai dan bergendang paha kini hatinya menjadi menciut dan ada yang mulai menoleh ke sosialisme. Orang-orang yang dulu bimbang terhadap sosialisme, kini mulai mau mulai menegakkan keyakinan. Bung Cipto dengan judul tulisan “Sosialisme-- Alternatif Pengganti Kapitalisme” (hal. 241 s/d 257) dengan tegas memberi jawaban atas situasi dewasa ini. Tulisan ini belum pernah dipublikasi.



Demikian a.l M.Kasim, dalam sambutannya pada waktu peluncuran buku AS Munandar tsb (Amsterdam 2 Mei 2010).



* * *



AS MUNANDAR:
Pembangunan Sosialisme di Republik Rakyat Tiongkok
(A.S. Munandar, “Kumpulan Tulisan, Pendapat dan Pandangan (1990-2009, hlm 247,248,249):

Prbedaan-perbedaan sangat nyata kita lihat kalau kita bandingkan dengan pRoses serta pengalaman pembangunan sosialisme di Tiongkok. Revolusi rakyat di bawah pimpinan PKT dan Mao Zedong melalui perang pembebasan dalam negeri mencapai kemenangan di suatu negeri yang lebih terbelakang ketimbang di Rusia. Tiongkok suatu negeri setengah jajahan dengan sisa-sisa feodalisme yang sangat berat. Oleh sebab itu kebijakan yang ditempuh oleh PKT untuk membangun negerinya didasarkan pada situasi kongkrit negeri itu ketika berdirinya Republik Rakyat Tiongkok.

Pertama-tama dari tahun 1949-1953 merupakan masa pemulihan ekonomi dari kerusakan perang dan dilakukan perubahan agraria di bagian Tiongkok Selatan, yaitu daerah yang paling akhir dibebaskan dalam perang pembebasan. Perubahan agraria pada dasarnya menghapuskan sistim tuan tanah feodal dan membagikan tanah kepada kaum tani. Kemudian dari tahun 1953-1957 merupakan periode “demokrasi rakyat”. Ini disusul dengan periode “pengubahan sosialis” dari tahun 1957 sampai tahun 1960-an. Industrialisasi mengutmakan industri ringn dan pertanian. Ini berbeda dengan jalan Uni Sovyet yang mengutamakan pembangunan industri berat. Di pertanian jalan pengkoperasian juga berbeda dengan Uni Sovyet. Tetapi pada periode selanjutnya terjadi kesalahan-kesalahan berat dengan politik 'maju melompat' dan 'komune rakyat' yang tidak didasarkan pada tingkat perkembangan nyata tenaga-tenaga produktif. Kemudian selanjutnya dengan 'revolusi besar kebudayaan proletar' (masa RBKP) sampai 1978.

Setelah menyimpulkan pengalaman masa RBKP secara konprohensif PKT menempuh kebijakan baru untuk meneruskan pembangunan sosialis. Ditegaskan bahwa Tiongkok berada pada tahap awal sosialisme mengingat masih sangat rendahnya taraf perkembangan tanag-tenaga produktif masyarakat. Belajar dari pengalaman yang lampau ditekankan supaya “mencari kebenaran dari kenyataan”, membebaskan fikiran dan praktek satu-satu-satunya ukuran kebenaran.

Dimulailah periode pembangunan 'reformasi dan pintu terbuka' yang oleh PKT sebagai periode membangun sosialisme dengan ciri-ciri Tiongkok. Apa ini merupakan cetak biru pembngunan sosialisme untuk negeri-negeri lain? Pendirian PKT jelas: yang dibangun adalah sosialisme dengan ciri-ciri Tiongkok, tidak berpretensi bahwa ini berlaku untuk negeri-negeri lain.

Politik 'reformasi dan pintu terbuka' memberi kesempatan kepada kapital asing dan domestik untuk menginvestasi modal di berbagai sektor industri Ini berarti membuka kesempatan bagi kapitalisme demi mempercepat perkembangan tenaga-tenaga produktif.

Periode “reformasi dan pintu terbuka” sudah berlangsung 30 tahun. Masa ini dunia menyaksikan pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat dengan peningkatan tenaga-tenaga produktif di bidang imu dan teknologi (iptek). Kepesatan ini dikagumi seluruh dunia. Memang perkembangan kaitalisme juga membawa aspek-aspek negatif, seperti korupsi di dalam pemerintah dn PKT.

Tapi ekonomi berdasarkan milik masyarakat masih tetap berdominasi dan diambil tindakan tegas terhadap penyelewengan-penyelewengan. Ekonomi pasar kapitalis dipadukan dengan ekonomi berrencana. \Jalan pembangunan ekonomi Tiongkok periode ini memang sangata berbeda dengan jalan sebelum “reformasi dan pintu terbuka”. Dengan segala kemajuan pesatnya, Tiongkok tetap tergolong negeri dunia ketiga dengan berpenduduk 1.3 milyar jiwa, seperempat penduduk dunia dan relatif miskin.

Boleh dikatakan, sekarang pembangunan sosialisme dilaksanakan dengan 'memanfaatkan' kapitalisme. Tak terhindarkan dijumpai banyak masalah yang rumit, diantaranya terasa dampa krisis ekonomi global. Tetapi PKT dan pemerintah Tiongkok dengan cepat dan tegas mengambil langkah dan tindkan untuk mengatasi akibat-akibat buruk dan masih bisa memprakirakan pertumbuhan 8%. (Perkiraan Bank Dunia 6%)

Wajar bila ada yang cemas, jangan-jangan kapitalisme bisa menyingkirkan sosialisme. Tetapi sampai sekarang PKT dan pemerintah Tiongkok kuat memegang kendali arah perkembangan.

Demikian AS Munandar dalam analisisnya mengenai politik dan kebijakan politik/ekonomi baru “reformasi dan buka pintu terbuka” yang dilaksanakan Tiongkok sejak 30 tahun belakangan ini. Dengan hasil-hasil spektakulernya, dampak-dampak negatifnya dan ketegasan PKT dan pemerintah Tiongkok menjalakan pembangunan “sosialisme dengan ciri-ciri Tiongkok”.

* * *

Menandaskan lagi bahwa Marxisme adalah suatu ilmu dan BUKAN DOGMA, AS Munandar menguraikan (buku yang sama halaman 253):

Marxisme adalah ilmu, bukan dogma yang beku. Praktek revolusioner memperkaya dan mengembangkan ilmu itu. Sikap Marx dan Engels jadi teladan bagi kita. Dalam Introduksi pada karya Pejuangan Kelas di Perancis Engels menulis: “Tetapi kami pula, dibuktikan sudah oleh sejarah. Sejarah telah menyingkap bahwa sudut pandang kami adalah ilusi. Malah lebih jauh, sejarah tidak hanya mengenyahkan pikiran-pikiran keliru kami pada waktu itu, tetapi juga samasekali merombak (transform) kondisi-kondisi yang proletariat harus berjuang. Metode perjuangan pada tahun 1848 kini hari sudah usang ditilik dari setiap sudut, dan hal ini selayaknya perlu penelitian lebih seksama pada kesempatan sekarang”.

Antara tahun 1848 dengan tahun 1850-an hanya terpaut beberapa tahun, tetapi sudah terjadi perubahan penting yang menyebabkan Marx dan Engels meninjau kembali beberapa pandangn penting mereka. Antara zaman Marx dan Engels dengan zaman kita sekarang ini terlewat 150 tahun lebih. “Manusia membuat sejarahnya sendiri” tulis M|ax, “tetapi mereka tak dapat membuatnya sesuka mereka, mereka tak dapat melakukannya dalam syarat-syarat yang dipilih sendiri, teapi dalam syarat-syarat yang sudah ada dan yang dialihkan dari masalalu”. (Marx, 18 Brumaire Louis Bonaparte).

Ini memperlihatkan lingkungan keleluasaan dan sekaligus keterbatasan manusia bergerak. “Menurut pendapatku”, tulis Engels, “apa yang dinamakan 'masyrakat sosialis' bukan sesuatu yang kekal-abadi, tak berubah. Sebagaimana semua susunan masyarakat yang senantiasa dalam keadaan mengalir dan berubah”. (Engels kepada Otto Von Broenigk di Breslau – 21 Agustus 1890).

* * *






No comments: