Wednesday, August 14, 2013

SEKITAR “SOSIALISME Dng CIRI-CIRI TIONGKOK” (1)

Kolom IBRAHIM ISA
Jum'at, 09 Agustus 2013
--------------------------------

SEKITAR “SOSIALISME Dng CIRI-CIRI TIONGKOK”
(1)
    Ketika itu Indonesia mulai dikuasai Orde Baru. Seorang warga Indonesia, pegawai tinggi Kementerian Transkopemada, Kabinet Presiden Sukarno, yang sedang bertugas belajar di Jerman, – – – - setelah terjadi G30S (1965), --dicabut parpornya oleh penguasa Indonesia. Alasan? Karena TM Siregar, begitulah nama warga Indonesia itu, menolak menandatangani pernyataan yang mengkaitkan Presiden Sukarno dengan G30S.
    Setelah beberapa tahun berdomisili di Tiongkok, TM Siregar pindah ke Belanda. Di Belanda ia mengambil PhD-nya (doktoral) di Universitas Wageningen (2000). Dengan tema “China's Economic Reform: From Rural Focus To International Market”. PERUBAHAN AGRARIA DI TIONGKOK.
    TM Siregar, adalah satu-satunya orang Indonesia, yang memperoleh gelar doktoralnya di Belanda dengan tema Perubahan di Tiongkok. Selama bermukim di Tiongkok, Siregar menggunakan waktunya dengan serius, kritis dan tekun, mengikuti perkembangan dan pergolakan di Tiongkok.

IIa memilih mengambil temaTiongkok untuk meraih gelar doktoralnya di Univesitas Wageningen (2000). Sikapnya terhadap Tionkgok amat bersahabat dan dalam masalah hubungan dua negeri, TM selalu menempatkan kepentingan memperkokoh saling-mengerti dan persahabatan antara Tiongkok dan Indonesia, di atas lainnya.

* * *

Untuk lebih mengefektifkan kegiatan sosial di bidangnya, dan didorong rasa rindu Tanah Air, T.M. Siregar bersama istri memutuskan pindah ke Indonesia, dan memulai proses memperoleh kembali kewarganegaraan Indonesia, yang dengan sewenang-wenang direnggutkan oleh penguasa Indonesia ketika itu. Sayang, di Indonesia ia jatuh sakit dan tak lama kemudian meninggal dunia di Jakarta.

Oleh kawan-kawan dekatnya, TM Siregar akan senantiasa dikenang sebagai seorang patriot progresif yang kecintaan dan pengabdiannya pada Indonesia di atas segala-galanya. Hasratnya memperkokoh persahabatan antara rakyat Indonesia dan rakyat Tiongkok, kita saksikan a.l dengan skripsi doktoral yang dipilihnya: TENTANG TIONGKOK.

* * *
MENSTUDI TIONGKOK, MENCARI KEBENARAN DARI KENYATAAN

* * *
Dalam rangka MENELUSURI SEKITAR PENTRAPAN “SOSIALISME
DENGAN CIRI-CIRI TIONGKOK” , hari ini dimulai serentetan tulisan/artikel terkait masalah itu. Dimulai dengan republikasi Kolom I.I, tertanggal 09 Juni 2000 berjudul MENSTUDI TIONGKOK, MENCARI KEBENARAN DARI KENYATAAN , sbb:

MENSTUDI TIONGKOK, MENCARI KEBENARAN DARI KENYATAAN”


Sembilan Juni, 2000, bukanlah hari yang biasa-biasa saja bagi sahabat dekat saya, T.M. SIREGAR. Pada hari yang punya arti istimewa baginya itu, ia telah berhasil menyelesaikan _proefschriftnya_ yang berjudul “CHINA'S ECONOMIC REFORM: FROM RURAL FOCUS TOINTERNATIONAL MARKET”dan meraih gelar PH.D. pada Universiteit Wageningan , Nederland. Selain para undangan yang hadir dalam upacara peresmian , juga tampak Hasyim Saleh, wakil Dutabesar
Indonesia di Nederland. Prestasi ini dicapainya dalam keadaan yang tidak mudah bagi diri dan istrinya.

Pada upacara yang dipimpin oleh Prof. Dr. B. Beekman itu, telah diperdebatkan pelbagai masalah yang diajukan oleh para profesor dari Komisi seperti, mengenai peranan teori Mao Tsetung dalam transformasi ekonomi pedesaan, saling hubungan antara sistim ekono- nomi/politik di Tiongkok
dengan pemberlakuan HAM, pragmatisme dalam ekonomi, dll. Semua pertanyaan tsb telah dapat dijawab oleh T.M. Siregar.
.
T.M. Siregar sudah lebih dari 30 tahun bermukim di luar negeri. Sejak peristiwa 30 September 1965, ia tidak bisa kembali ke Indonesia, karena paspornya telah dicabut oleh pemerintah yang ketika itu sudah dikuasai oleh mantan Jendral Suharto. Pencabutan paspor tsb, disebabkan oleh sikapnya yang menolak untuk menandatangani pernyataan mengutuk G30S dan pemerintahan
Presiden Sukarno. Pernyataan tsb disodorkan oleh perwakilan Indonesia di Praha saat itu. Seorang atase militer Indonesia dari Praha, khusus dikirim ke Berlin untuk mendesak T.M. Siregar menandatangani pernyataan tsb. Ketika itu TM Siregar, atas tugas pemerintah Indonesia sedang belajar di “Hochschule fur Oekonomie in Berlin”



Mengapa T.M. Siregar mengambil tema salah satu bidang penting dari ekonomi Tiongkok, sebagai tema studi untuk post-graduate studynya? Keterangannya sederhana, tetapi prinsipil.



Alasannya ialah, karena rasa hormatnya pada suatu negeri yang, menurut Siregar, praktek aktualnya merupakan contoh yang baik dan , barangkali, mengandung kebenaran universal di dalam pengalaman tsb. Menurut Siregar, apa yang telah dicapai Tiongkok adalah penting untuk negeri-negeri yang sedang berkembang lainnya, juga untuk dunia yang sudah maju. Ia memilih Tiongkok sebagai obyek studinya, karena Tiongkok adalah sebuah negeri yang besar, berpenduduk 1,3 milyar, dengan tanggungjawab yang besar bagi rakyatnya dan kemanusiaan.



Latar belakang lainnya mengapa Siregar memilih tema Tiongkok, ialah karena sejak 1968 sampai dengan 1981, ia berada di Tiongkok. Kemudian ia sekali lagi mengunjungi Tiongkok pada tahun 1993 untuk keperluan melengkapi studinya itu.



Karya studinya itu terdiri dari empat bagian. Bagian Pertama, menjelaskan tentang latar belakang sejarah masa sebelum Reform dan Keterbukaan (Opening-up). Bagian Kedua dan Ketiga, merupakan fokus utama dari proyek riset ini, yang menyoroti masalah Reform dan Keterbukaan (Opening-up), dengan titik berat pada perkembangan agrikultur dan perkembangan sektor-sektor non-agrikultur, yaitu _Village Township Enterprises (VTE_s)_. Bagian Keempat, merupakan prediksi mengenai prospek ekonomi Tiongkok dimasa mendatang.



* * *



Tiongkok adalah salah satu negeri sosialis yang bisa bertahan melewati kancah _perang dingin_, dan tidak ambruk dalam persaingan dengan negeri-negeri kapitalis Barat, khususnya Amerika Serikat. Dari situ Tiongkok telah menarik pelajaran dari pengalaman pembangunan sosialis di negeri sendiri dan dari negeri-negeri blok Sovyet lainnya , sebelum blok itu runtuh. Setelah mengambil kesimpulan, yang dianggapnya sesuai, Tiongkok menempuh jalan sosialisnya sendiri. Mengenai Tiongkok pasca _perang dingin_ ini, pada pokoknya, boleh dibilang terdapat tiga macam analisis dan penilaian yang berbeda-beda.

Pendapat yang Pertama:
Usaha kaum Komunis Tiongkok untuk menghapuskan sistim feodalisme dan kapitalisme di Tiongkok dan menggantikannya dengan sistim ekonomi sosialis menurut ajaran Marx, telah mengalami kegagalan. Seperti halnya kegagalan sosialisme di Uni Sovyet dan negeri-negeri blok Sovyet lainnya. Sistim kapitalisme yang ternyata lebih unggul, telah kembali
beroperasi dan berkembang di Tiongkok. Sekarang Tiongkok adalah negeri kapitalis. Ini analisis dan kesimpulan pendapat pertama.

Yang Kedua ,
Menilai bahwa Tiongkok, yang sejak berdirinya R.R.T. dianggap sebagai suatu negeri yang melakukan pembangunan ekonomi atas dasar ajaran sosialisme Marx sebagai pedoman teorinya, telah mengalami perubahan fundamental. Tiongkok Sosialis telah berubah menjadi Tiongkok yang menempuh jalan kapitalisme. Tiongkok bukan lagi negeri sosialis, demikian kesimpulan pandangan kedua.

Analisis dan kesimpulan Ketiga, sbb:
Tiongkok masih tetap sebuah negeri sosialis yang berpedoman pada ajaran dan teori Marxis. Menurut pendapat ini, atas dasar pengalamannya sendiri, Tiongkok telah menyesuaikan teori dan ajaran Marxis, dengan keadaan kongkrit Tiongkok. Dalam mengurus ekonomi negeri, dewasa ini Tiongkok mengkombinasikan sistim perencanaan sentral dengan mekanisme pasar, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Jalan baru yang ditempuh Tiongkok, tetap menuju ke sosialisme. Dewasa ini kebijaksanaan ekonomi yang baru, telah mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang pesat dan meningkatkan taraf hidup rakyat pada umumnya. Ini adalah analisis dan kesimpulan pendapat ketiga.
Kesimpulan mana yang lebih sesuai dengan kenyataan masih harus dibuktikan
dalam proses selanjutnya.

Studi T.M. Siregar memberikan tambahan masukan dan mendorong orang berfikir, apa yang sebenarnya sedang terjadi di Tiongkok, khususnya yang menyangkut pembangunan ekonomi dari suatu negeri yang sedang berkembang, dan bagaimana pula haridepan dan dampaknya terhadap perkembangan ekonomi dunia di masa mendatang. Dalam hubungannya dengan Indonesia, hasil studi TM Siregar ini punya arti khusus, mengingat prakarsa Presiden Abdurrahman Wahid, untuk menjalin hubungan kerjasama yang lebih erat di berbagai bidang antara Indonesia dengan Tiongkok.

T.M. Siregar menyatakan, bahwa tujuan studinya itu, pertama-tama dan terutama, adalah untuk “MENCARI KEBENARAN DARI KENYATAAN”. Dalam studinya itu Siregar menggunakan kenyataan, eksperimen, dan literatur dari sumber aslinya. Ia juga mempertimbangkan bahan kritis, komentar dan literatur lainnya dari luar Tiongkok.

Dalam salah satu percakapannya dengan saya, Siregar menyatakan bahwa ia telah menyampaikan hasil studinya itu secara resmi kepada Presiden Abdurrahman Wahid, ketika beliau berkunjung ke Belanda dalam bulan Februari y.l. Kepada Dutabesar Indonesia di Belanda, Abdul Irsan, dengan mana ia Siregar sudah lama menjalin komunikasi, juga telah disampaikannya hasil studinya itu.
Menurut Siregar studinya itu, juga sebagai usaha penunaian tugas dan bukti tanggung jawabnya kepada negara dan pemerintah Indonesia, yang dalam 1964, ketika ia masih berfungsi sebagai Kepala Bagian Luarnegeri dari Departemen Transkopemada, telah mengirimkannya ke luar negeri untuk belajar ekonomi.

Di Indonesia dewasa ini, telalu amat sedikit pakar yang secara khusus melakukan studi tentang pembangunan ekonomi Tiongkok, khususnya tentang reform ekonomi pedesaan Tiongkok, yang melakukannya dengan suatu sikap yang tidak apriori, yang betul-betul obyektif. Dari segi ini, inisiatif dan studi yang dilakukan oleh T.M. Siregar, mungkin merupakan suatu penerobosan, yang
akan bermanfaat untuk usaha-usaha serupa diwaktu mendatang. Maka usaha TM Siregar itu seyogianya perlu disambut, disokong dan dikembangkan.

Sejak berdirinya Orba, literatur mengenai Tiongkok, yang terdapat di Indonesia, apalagi literatur yang menyangkut studi mengenai masalah politik- ekonomi Tiongkok, amat dipengaruhi dan didominasi oleh politik resmi Orba yang ketika itu tidak bersahabat, kalau tidak hendak dikatakan suatu politik yang bermusuhan dengan Tiongkok.



Dari segi lain, T.M. Siregar, yang sudah hampir 80 umurnya itu, telah menunjukkan dan memberikan dorongan kepada teman-teman dan kawan-kawannya, bahwa umur bukanlah rintangan yang tidak dapat diatasi, untuk terus aktif berkecimpung di bidang ilmu. Ini bisa dilihat dari prakarsa yang direalisasinya bersama dengan sejumlah teman-teman, ketika beberapa tahun
yang lalu bersama-sama mendirikan lembaga studi di Amsterdam, yaitu Stichting Azie Studies voor Onderzoek en Informatie_ yang berkecimpung di bidang studi dan informasi mengenai masalah-masalah Asia. Sampai sekarang TM Siegar adalah ketua dari _Stichting Azie Studies_ tsb.



Meskipun, diluar kehendaknya sendiri, ia terpaksa tidak bisa pulang, TM Siregar dengan efektif memanfaatkan kehadirannya di luarnegeri. Sampai saat ini TM Siregar bersama istrinya, berdomisili di Amsterdam.



Sebagai teman dekatnya, saya kira tidak salah bila saya katakan bahwa banyak teman yang mengenalnya dari dekat, akan sependapat dengan saya bila kita ucapkan selamat dan bahagia kepada TM Siregar dan kepada istrinya, yang keberadaannya disisinya , sebagai teman hidup yang setia, telah memberikan bantuan dan dukungan moral yang kuat pada suaminya.



Semoga harapan TM Siregar, agar studinya berhasil untuk menemukan sampai batas mana Tiongkok dapat berperan sebagai “model” bagi dunia dalam mencari solusi mengenai masalah-masalah sosial-ekonomi dan politik global, bisa terrealisasi.



* * *



No comments: