Kolom IBRAHIM ISA
Minggu, 10 Juni 2012
-----------------------------
BERITA-GEMBIRA DARI
HERMAN BURGERS
Tadi malam sekembalinya
dari suatu pertemuan keluarga di Hoofddorp, rumah si Bungsu Jasmin,
-- berkenaan dengan peringatan/perayaan hari ultah tiga orang dari
anggota keluarga kami, Oma Murti (83), putrinda Gayatri (55) dan
cucunda Anusha (9), kubaca di e-mailku BERITA GEMBIRA dari
kenalanku sejarawan Belanda, Dr HERMAN BURGERS.
Herman Burgers
menyampaikan bahwa atas usaha keras a.l. Dr Tol, wakil KITLV di
Jakarta dan sebuah penerbit Jakarta, direncanakan terbit edisi
Indonesia buku “De Garoeda en de Ooievaar, -- Indonesië van
Kolonie tot Nationale Staat”; bahasa Indonesianya, “Sang Garoeda
dan Sang Bangau, -- Indonesia dari Jajahan sampai ke Negara
Nasional”. Mudah-mudahan sudah bisa keluar dari percetakan dalam
bulan Agustus 2013.
Akan terbitnya edisi
Indonesia dari buku Herman Burgers itu adalah suatu perkembangan
menarik dan penting sehubungan dengan usaha bersama kita untuk
mengenal sejarah bangsa sendiri. Sehubungan dengan ini patutlah
kita berterima kasih pada penulisnya, Herman Burgers, KITLV dan
sebuah penerbit di Jakarta.
Tak jelas sampai dimana
usaha para sejarawan kita menulis buku sejarah Indonesia yang agak
menyeluruh atau yang difokuskan pada masa bangkitnya gerakan
kemerdekaan nasional, yang bisa dinilai sebagai suatu penulisan
sejarah yang tidak rekayasa seperti yang dilakukan oleh sementara
“sejarawan” Orba. Kita mengenal nama-nama sejarawan/sarjana muda
seperti Muridan Widjojo, Asvi Adam, Bambang Purwanto, Gonggong,
Bonnie Triyana, dan Batara Hutagalung untuk menyebut
satu dua dari beliau-beiau itu. Sebegitu jauh belum muncul dari
mereka hasil studi sejarah yang menyeluruh sebagaimana halnya hasil
karya sejarawan Belanda, Herman Burgers.
Dari sini menjadi lebih
nyata bahwa di Belanda terdapat cendekiawan-cendekiawan Belanda yang
punya perhatian besar terhadap masalah sejarah Indonesia, seperti
Harry Poeze (penulis buku sejarah Tan Malaka, yang sudah mulai
terbit edisi Indonesianya; Jan Breman, Henk Schulte Nordhold;
Nico S.Nordhold, Gerry van Klinken dll. Kita akan selalu
ingat pada nama W.F. Wertheim (Pak Wim) yang telah menulis
buku klasik dan standar INDONESIAN SOCIETY IN TRASITION, sudah ada
edisi Indonesianya); serta buku J. Pluvier, Sejarah Gerakan
Kemerdekaan Indonesia (sayang masih belum ada edisi Indonesianya;
walaupun pernah ada usaha menterjemahkan dan mengedarkannya di
kalangan terbatas) .
Betapapun mereka-mereka
ini akan terus memberikan sumbangsihnya bagi usaha lebih lanjut
saling mengenal dan saling memahami di antara kedua bangsa,
Indonesia dan Belanda, yang punya sejarah yang panjang. Suatu usaha
yang akan lebih mendekatkan hubungan baik, wajar dan setara antara
kedua bangsa dan negeri. .
* * *
Pada tanggal 13 Mei,
2011, telah kutulis sebuah kolom SEKITAR BUKU HERMAN BURGERS -- “DE
GAROEDA EN DE OOIEVAAR” . Isinya a.l sbb:, bahwa KITLV Leiden belum lama (24/11/2010)
menerbitkan buku yang menarik perhatian, yaitu,
“De Garoeda en de Ooievaar”.
Sahabatku jurnalis Belanda (kawakan) Hans Beynon, menganggap buku sejarah Indonesia yang ditulis oleh
sejarawan Herman Burgers, sebagai salah satu penelitian terpenting mengenai hubungan Indonesia-Belanda. Tulisanku ini bukanlah sebuah resensi atas buku H. Burgers. Sekadar kesan. Untuk menggugah. Menarik perhatian pembaca mengenai buku sejarah Indonesia yang ditulis oleh seorang sejarawan Belanda.
* * *
Bulan April 2011, yang lalu, sebelum memiliki sendiri buku itu, aku beruntung bisa meminjam dari Openbare Bibliotheek Bijlmer, buku 'bagus' tsb :
“INDONESIË Van Kolonie Tot NATIONALE STAAT”. Judul besar buku sejarah ini “DE GAROEDA En De OOIEVAAR”.
Tebalnya lumayan - 807 halaman. Di toko harganya paling tidak Euro 49,90.
“De Garoeda en de Ooievaar”.
Sahabatku jurnalis Belanda (kawakan) Hans Beynon, menganggap buku sejarah Indonesia yang ditulis oleh
sejarawan Herman Burgers, sebagai salah satu penelitian terpenting mengenai hubungan Indonesia-Belanda. Tulisanku ini bukanlah sebuah resensi atas buku H. Burgers. Sekadar kesan. Untuk menggugah. Menarik perhatian pembaca mengenai buku sejarah Indonesia yang ditulis oleh seorang sejarawan Belanda.
* * *
Bulan April 2011, yang lalu, sebelum memiliki sendiri buku itu, aku beruntung bisa meminjam dari Openbare Bibliotheek Bijlmer, buku 'bagus' tsb :
“INDONESIË Van Kolonie Tot NATIONALE STAAT”. Judul besar buku sejarah ini “DE GAROEDA En De OOIEVAAR”.
Tebalnya lumayan - 807 halaman. Di toko harganya paling tidak Euro 49,90.
* * *
Baik dijelaskan sedikit mengapa penulis Herman Burgers mengambil 'Garoeda' untuk melambangkan Indonesia. Dan mengambil 'bangau', sebagai lambang Nederland. Mengenai ´Garuda´ sebagai lambang Indonesia, tak
perlu penjelasan. Anggap saja semua warga Indonesia yang peduli tanah air, bangsa dan sejarahnya, sudah mengetahuinya.
Tulis H. Burgers: -- Bagi Nederland bangau itu adalah burung terbesar. Sejak zaman dulu bangau itu punya peranan mistik dalam mitologi Belanda. Ratusan tahun lamanya burung bangau menjadi lambang kota Den Haag.
Bangau bukan simbol Nederland. Tapi simbol Den Haag. Sedangkan untuk melambangkan kekuasaan Nederland, biasa orang menyebutnya pemerintah Den Haag. Jadi Nederland dianggp identik dengan Den Haag dan sebaliknya. Ini
sederhananya saja.
J. Herman Burgers (75th) sejak semula mengikuti dengan penuh perhatian konflik antara Belanda dan Indonesia, terutama yang menyangkut tahun-tahun 1948-1950. Ketika itu Burgers anggota KL (Koninklijke Leger)
– (dinas wajib militer) dan berada di Indonesia. Burgers kemudian bekerja di Kementerian Luar Negeri Belanda. Jadi tergolong 'orang dalam'.
* * *
Membaca buku ini menyegarkan. Karena ditulis dengan jelas dan baik.
Fakta-faktanya cukup. Literatur yang digunakan juga cukupan. Namun yang
khusus patut dihargai ialah SIKAP DAN PENDIRIAN penulisnya. Boleh
dikatakan bertolak belakang dengan pandangan dan sikap banyak penulis
Belanda lainnya mengenai Indonesia.
Satu contoh: Tulis H. Burgers dalam Kata Pengantarnya, a.l: – Oleh karena pergerakan nasional Indonesia, berjuang melawan kekuasaan Belanda, maka, orang baru bisa memahaminya dengan baik, bila mengetahui
bagaimana terjadinya penguasaan tsb. Suatu cara berfikir Burgers yang logis dan wajar!
* * *
Juga menarik ialah analisis Burgers, bahwa berdirinya negara Indonesia bukan saja berkat gerakan kemerdekaan nasional, -- tetapi juga karena adanya faktor dan peranan kekuasaan Belanda, yang dilawan oleh gerakan
kemerdekaan Indonesia. Dari pandangan ini Burgers memasuki masalahnya. Pertama-tama dengan menelaah perkembangan pokok kebijakan Hindia-Belanda terhadap Indonesia. Kemudian melanjutkannya dengan gerakan kemerdekaan nasional, menyerahnya Hindia-Belanda dan pendudukan Jepang (1942-1945).
Penting pula analisis Burgers, bahwa periode pendudukan Balatentera Jepang di Indonesia, (punya peranan) melapangkan jalan bagi kemerdekaan Indonesia serta diprokalamasikannya Republik Indonesia, 17 Agustus 1945.
Burgers tampak kritis terhadap sikap Belanda yang hendak terus menguasai Irian Barat. Tulis Burgers: Konflik Belanda-Indonesia berakhir dengan Persetujuan KMB. Namun, menyisakan masalah Irian Barat. Belanda terus
saja menduduki Irian Barat. Analisis Burgers mengenai faktor pendudukan Jepang di Indonesia yang dikatakannya punya peranan 'melapangkan jalan' bagi kemerdekaan Indonesia, pernah juga ku-utarakan dalam salah satu
seminar. Tidak banyak yang bersedia menerimanya.
Sikap Belanda, yang menolak menyerahkan Irian Barat, mengakibatkan 13 tahun lamanya Belanda bersengketa dengan Indonesia mengenai masalah tsb. Sampai Indonesia akhirnya memutuskan samasekali hubungan dengan Belanda.
Demikian Burgers.
Penuturan mengenai sengketa Indonesia-Belanda mengenai Irian Barat, mengambil tempat hampir separuh dari buku Burgers.
* * *
Menulis tentang berbagai periode dalam sejarah hubungan kedua negeri, Burgers menunjukkan bahwa antara pelbagai periode itu terdapat saling hubungan yang erat sekali. Kesinambungan tahap-tahap perkembangan tsb
tercermin pada kehidupan SOEKARNO, HATTA, dan banyak/tokoh dramatis/ lainnya, seperti Soewardi Soerjaningrat, Agoes Salim, Sam Ratulangi, Jonkman dan Van Mook.
* * *
Penting untuk menjadi pengetahuan kita semua, khususnya para pemeduli sejarah di Indonesia, apa yang dikemukakan oleh Herman Burgers dalam bukunya, a.l sbb:
Sehubungan dengan terjadinya penguasaan Nederland (atas Indonesia), --
Bagi kebanyakan orang Belanda dari periode sebelum Perang Dunia II, hal
itu sederhana sekali. Mereka menganggap bahwa seluruh “Hindia” sejak
abad ke-XVII sudah ada di bawah kekuasaan Nederland. Anggapan keliru
demikian itu juga masih terdapat pada banyak kaum nasionalis Indonesia.
Mereka bicara tentang 'tiga ratus tahun', bahkan 'tigaratus limapuluh
tahun' penindasan Belanda terhadap Indonesia.
Sesungguhnya, perluasaan kekuasaan Nederland atas Indonesia, terjadi selangkah demi selangkah, berangsur-angsur. Itu terjadi dalam jangka waktu 350 tahun itu.
* * *
Herman Burgers mengungkapkan bahwa penguasaan Belanda atas Indonesia, -- kongkritnya dilakukan oleh VOC, berlangsung selangkah demi selangkah.
Pada tahap permulaan VOC harus berhadapan lebih-dulu dengan Portugis, Spanyol dan Inggris. Karena tiga negeri itu, sudah lebih dulu usahanya mencaplok sumber rempah-rempah di Asia. Belanda terpaksa lebih-dulu
mengalahkan saingan-saingannya. Mereka berkali-kali terlibat dalam peperangan sampai Belanda akhirnya berhasil mengusir Portugis, Spanyol dan Inggris. VOC mulai menjadikan sebagian kecil terlebih dahulu dari
Indonesia, yaitu kepulauan Maluku dan sekitarnya, -- yang merupakan penghasil utama rempah-rempah ketika itu, menjadi jajahannya langsung.
Herman Burgers juga mengungkapkan betapa luarbiasa kejamnya VOC, di bawah Gubernur VOC Jan Pieterszoon Coen (1587-1629). Ketika menaklukkan perlawanan rakyat Maluku, Banda, Ternaté,Tidoré dan sekitarnya. VOC
menggunakan serdadu-serdadu sewaanlangsung dari Eropah, lalu ditambah dengan serdadu sewaan setempat. Selain itu, Belanda, khusus mendatangkan 'pendekar-pendekar maut' dari Jepang, untuk menteror dan membantai
rakyat Maluku, Banda, Ternate, Tidore dst.
Sejak digulingkannya Presiden Sukarno, sering disebut telah terjadinya 'genocide' terhadap rakyat di Indonesia (sehubungan dengan Peristiwa Pembanrtaian Masal 1965 oleh tentara di bawah Jendral Suharto). --
Tetapi sesungguhnya, apa yang dilakukan oleh Gubernur Jendral VOC Jan Pieterszoon Coen, terhadap rakyat Maluku dan Banda dalam abad ke-XVII itu, ---- adalah GENOCIDE PERTAMA yang terjadi di Indonesia.
Dalam proses memaksakan monopoli perdagangan rempah-rempah, serta penguasaan wilayah, VOC, disatu fihak, melarang penanaman rempah-rempah di tempar lain yang tak bisa sepenuhnya dia kuasai. Di lain fihak dengan
sewenang-wenang membakar tanaman rempah-rempah di tempat-tempat lainnya, dan akhirnya membantai rakyat setempat. Peristiwa-peristiwa tsb, seperti a.l pengiriman ekspedisi militer, dalam sejarah penjajahan Belanda atas
Indonesia dikenal a.l. sebagai 'Hongi tochten' di kepulauan Maluku, Banda dan sekitarnya.
* * *
Studi sejarah Indonesia, seperti yang dilakukan oleh sejarawan Herman Burgers, banyak mengungkap hal-hal yang rinci dalam hubungan Indonesia-Belanda. Ini perlu jadi pengetahuan pemeduli sejarah Indonesia, lebih-lebih para historikus, politisi dan generasi muda
Indonesia umumnya.
Tanggapan atas buku Herman Burgers diatas, --- adalah secuplik saja dari apa yang bisa dikemukakan mengenai karyanya itu. Sementara sampai di sini dulu. Lain kali masih bisa ditanggapi bagian-bagian lainnya dari
buku Herman Burgers.
* * *
Buku Herman Burgers tsb ditulis dalam bahasa Belanda.
Mudah-mudahan sudah terkandung niat pada KITLV, Leiden, dengan fihak
manapun partnernya di Indonesia, untuk menerbitkan *EDISI INDONESIA,
buku “DE GAROEDA EN DE OOIEVAAR”, “INDONESIË Van Kolonie Tot NATIONALE
STAAT”.*
Baik dijelaskan sedikit mengapa penulis Herman Burgers mengambil 'Garoeda' untuk melambangkan Indonesia. Dan mengambil 'bangau', sebagai lambang Nederland. Mengenai ´Garuda´ sebagai lambang Indonesia, tak
perlu penjelasan. Anggap saja semua warga Indonesia yang peduli tanah air, bangsa dan sejarahnya, sudah mengetahuinya.
Tulis H. Burgers: -- Bagi Nederland bangau itu adalah burung terbesar. Sejak zaman dulu bangau itu punya peranan mistik dalam mitologi Belanda. Ratusan tahun lamanya burung bangau menjadi lambang kota Den Haag.
Bangau bukan simbol Nederland. Tapi simbol Den Haag. Sedangkan untuk melambangkan kekuasaan Nederland, biasa orang menyebutnya pemerintah Den Haag. Jadi Nederland dianggp identik dengan Den Haag dan sebaliknya. Ini
sederhananya saja.
J. Herman Burgers (75th) sejak semula mengikuti dengan penuh perhatian konflik antara Belanda dan Indonesia, terutama yang menyangkut tahun-tahun 1948-1950. Ketika itu Burgers anggota KL (Koninklijke Leger)
– (dinas wajib militer) dan berada di Indonesia. Burgers kemudian bekerja di Kementerian Luar Negeri Belanda. Jadi tergolong 'orang dalam'.
* * *
Membaca buku ini menyegarkan. Karena ditulis dengan jelas dan baik.
Fakta-faktanya cukup. Literatur yang digunakan juga cukupan. Namun yang
khusus patut dihargai ialah SIKAP DAN PENDIRIAN penulisnya. Boleh
dikatakan bertolak belakang dengan pandangan dan sikap banyak penulis
Belanda lainnya mengenai Indonesia.
Satu contoh: Tulis H. Burgers dalam Kata Pengantarnya, a.l: – Oleh karena pergerakan nasional Indonesia, berjuang melawan kekuasaan Belanda, maka, orang baru bisa memahaminya dengan baik, bila mengetahui
bagaimana terjadinya penguasaan tsb. Suatu cara berfikir Burgers yang logis dan wajar!
* * *
Juga menarik ialah analisis Burgers, bahwa berdirinya negara Indonesia bukan saja berkat gerakan kemerdekaan nasional, -- tetapi juga karena adanya faktor dan peranan kekuasaan Belanda, yang dilawan oleh gerakan
kemerdekaan Indonesia. Dari pandangan ini Burgers memasuki masalahnya. Pertama-tama dengan menelaah perkembangan pokok kebijakan Hindia-Belanda terhadap Indonesia. Kemudian melanjutkannya dengan gerakan kemerdekaan nasional, menyerahnya Hindia-Belanda dan pendudukan Jepang (1942-1945).
Penting pula analisis Burgers, bahwa periode pendudukan Balatentera Jepang di Indonesia, (punya peranan) melapangkan jalan bagi kemerdekaan Indonesia serta diprokalamasikannya Republik Indonesia, 17 Agustus 1945.
Burgers tampak kritis terhadap sikap Belanda yang hendak terus menguasai Irian Barat. Tulis Burgers: Konflik Belanda-Indonesia berakhir dengan Persetujuan KMB. Namun, menyisakan masalah Irian Barat. Belanda terus
saja menduduki Irian Barat. Analisis Burgers mengenai faktor pendudukan Jepang di Indonesia yang dikatakannya punya peranan 'melapangkan jalan' bagi kemerdekaan Indonesia, pernah juga ku-utarakan dalam salah satu
seminar. Tidak banyak yang bersedia menerimanya.
Sikap Belanda, yang menolak menyerahkan Irian Barat, mengakibatkan 13 tahun lamanya Belanda bersengketa dengan Indonesia mengenai masalah tsb. Sampai Indonesia akhirnya memutuskan samasekali hubungan dengan Belanda.
Demikian Burgers.
Penuturan mengenai sengketa Indonesia-Belanda mengenai Irian Barat, mengambil tempat hampir separuh dari buku Burgers.
* * *
Menulis tentang berbagai periode dalam sejarah hubungan kedua negeri, Burgers menunjukkan bahwa antara pelbagai periode itu terdapat saling hubungan yang erat sekali. Kesinambungan tahap-tahap perkembangan tsb
tercermin pada kehidupan SOEKARNO, HATTA, dan banyak/tokoh dramatis/ lainnya, seperti Soewardi Soerjaningrat, Agoes Salim, Sam Ratulangi, Jonkman dan Van Mook.
* * *
Penting untuk menjadi pengetahuan kita semua, khususnya para pemeduli sejarah di Indonesia, apa yang dikemukakan oleh Herman Burgers dalam bukunya, a.l sbb:
Sehubungan dengan terjadinya penguasaan Nederland (atas Indonesia), --
Bagi kebanyakan orang Belanda dari periode sebelum Perang Dunia II, hal
itu sederhana sekali. Mereka menganggap bahwa seluruh “Hindia” sejak
abad ke-XVII sudah ada di bawah kekuasaan Nederland. Anggapan keliru
demikian itu juga masih terdapat pada banyak kaum nasionalis Indonesia.
Mereka bicara tentang 'tiga ratus tahun', bahkan 'tigaratus limapuluh
tahun' penindasan Belanda terhadap Indonesia.
Sesungguhnya, perluasaan kekuasaan Nederland atas Indonesia, terjadi selangkah demi selangkah, berangsur-angsur. Itu terjadi dalam jangka waktu 350 tahun itu.
* * *
Herman Burgers mengungkapkan bahwa penguasaan Belanda atas Indonesia, -- kongkritnya dilakukan oleh VOC, berlangsung selangkah demi selangkah.
Pada tahap permulaan VOC harus berhadapan lebih-dulu dengan Portugis, Spanyol dan Inggris. Karena tiga negeri itu, sudah lebih dulu usahanya mencaplok sumber rempah-rempah di Asia. Belanda terpaksa lebih-dulu
mengalahkan saingan-saingannya. Mereka berkali-kali terlibat dalam peperangan sampai Belanda akhirnya berhasil mengusir Portugis, Spanyol dan Inggris. VOC mulai menjadikan sebagian kecil terlebih dahulu dari
Indonesia, yaitu kepulauan Maluku dan sekitarnya, -- yang merupakan penghasil utama rempah-rempah ketika itu, menjadi jajahannya langsung.
Herman Burgers juga mengungkapkan betapa luarbiasa kejamnya VOC, di bawah Gubernur VOC Jan Pieterszoon Coen (1587-1629). Ketika menaklukkan perlawanan rakyat Maluku, Banda, Ternaté,Tidoré dan sekitarnya. VOC
menggunakan serdadu-serdadu sewaanlangsung dari Eropah, lalu ditambah dengan serdadu sewaan setempat. Selain itu, Belanda, khusus mendatangkan 'pendekar-pendekar maut' dari Jepang, untuk menteror dan membantai
rakyat Maluku, Banda, Ternate, Tidore dst.
Sejak digulingkannya Presiden Sukarno, sering disebut telah terjadinya 'genocide' terhadap rakyat di Indonesia (sehubungan dengan Peristiwa Pembanrtaian Masal 1965 oleh tentara di bawah Jendral Suharto). --
Tetapi sesungguhnya, apa yang dilakukan oleh Gubernur Jendral VOC Jan Pieterszoon Coen, terhadap rakyat Maluku dan Banda dalam abad ke-XVII itu, ---- adalah GENOCIDE PERTAMA yang terjadi di Indonesia.
Dalam proses memaksakan monopoli perdagangan rempah-rempah, serta penguasaan wilayah, VOC, disatu fihak, melarang penanaman rempah-rempah di tempar lain yang tak bisa sepenuhnya dia kuasai. Di lain fihak dengan
sewenang-wenang membakar tanaman rempah-rempah di tempat-tempat lainnya, dan akhirnya membantai rakyat setempat. Peristiwa-peristiwa tsb, seperti a.l pengiriman ekspedisi militer, dalam sejarah penjajahan Belanda atas
Indonesia dikenal a.l. sebagai 'Hongi tochten' di kepulauan Maluku, Banda dan sekitarnya.
* * *
Studi sejarah Indonesia, seperti yang dilakukan oleh sejarawan Herman Burgers, banyak mengungkap hal-hal yang rinci dalam hubungan Indonesia-Belanda. Ini perlu jadi pengetahuan pemeduli sejarah Indonesia, lebih-lebih para historikus, politisi dan generasi muda
Indonesia umumnya.
Tanggapan atas buku Herman Burgers diatas, --- adalah secuplik saja dari apa yang bisa dikemukakan mengenai karyanya itu. Sementara sampai di sini dulu. Lain kali masih bisa ditanggapi bagian-bagian lainnya dari
buku Herman Burgers.
* * *
Buku Herman Burgers tsb ditulis dalam bahasa Belanda.
Mudah-mudahan sudah terkandung niat pada KITLV, Leiden, dengan fihak
manapun partnernya di Indonesia, untuk menerbitkan *EDISI INDONESIA,
buku “DE GAROEDA EN DE OOIEVAAR”, “INDONESIË Van Kolonie Tot NATIONALE
STAAT”.*
* * *
“. . . . . . di Belanda juga terdapat tidak sedikit orang dan cendiakawan muda, penulis maupun sejarawan yang bisa dengan obyektif menilai kejahatan kolonialisme Belanda di masa lampau terhadap Indonesia. Salah seorang dari sejarawan itu adalah Herman Burgers, yang tahun lalu menulis buku sejarah hubungan Indonesia-Belanda, berjudul 'DE GARUDA EN DE OOIEVAAR'. Diterbitkan oleh KITLV, tahun 2010. Buku sejarah ini menurutku cuku obyektif dan berani dalam mengungkap kejahatan kolonialisme, serta kekerasan kepala politik Belanda mengenai masalah Irian Barat. Sehingga hubungan Indonesia-Belanda berlarut-larut memburuk terus oleh karenanya.
“ . . . . . di Belanda juga terdapat tidak sedikit orang dan cendiakawan muda, penulis maupun sejarawan yang bisa dengan obyektif menilai kejahatan kolonialisme Belanda di masa lampau terhadap Indonesia. Salah seorang dari sejarawan itu adalah Herman Burgers, yang tahun lalu menulis buku sejarah hubungan Indonesia-Belanda, berjudul 'DE GARUDA EN DE OOIEVAAR'. Diterbitkan oleh KITLV, tahun 2010. Buku sejarah ini menurutku cuku obyektif dan berani dalam mengungkap kejahatan kolonialisme, serta kekerasan kepala politik Belanda mengenai masalah Irian Barat. Sehingga hubungan Indonesia-Belanda berlarut-larut memburuk terus oleh karenanya.
Juga kuceriterakan, bahwa di Belanda ada sebuah buku yang ditulis oleh 9 orang sejarawan dan penulis berjudul “DE GRROOTSTE NEDERLANDER”, Orang Belanda terbesar. Diantara orang Belanda terbesar mereka masukkan nama Ir Sukarno. Yang telah berjuang sejak muda untuk kemerdekaan bangsanya. Aku bilang kepada teman-teman LIPI: Tidak pernah kubaca tulisan orang Belanda yang demikian baiknya tentang Ir Sukarno.
* * *
Seperti dijelaskan oleh Herman Burgers dalam surat e-mailnya yag kuterima tadi malam itu, bahwa edisi Indonesia dari bukunya itu didasarkan atas buku yang ditulisnya dalam bahasa Belanda. Isinya sebagian terdiri dari terjemahan bukunya yg dalam bahasa Belanda, yaitu teks mengenai sejarah Bab VI s/d VIII. Menyangkut masa konflik Belanda dan Republik Indonesia sejak 1945 s/d Desember 1949.
Intinya ditambah dengan prolog dan epilog, Prolognya terutama membehandel sekitar gerakan kemerdekaan pada dasarwarsa pertama abad ke-XX . Sedangkan epilognya terdiri dari bab mengenai perbedaan tentang Irian Barat, yang akhirnya berkembang ke pemutusan tuntas hubungan antara Nederland dan Republik Indonesia.
Seluruh buku akan menjadi kira-kira 400 halaman, Dicetak sebanyak 2000 eks.
Itu berarti empat kali lipat edisi aslinya.
Tidak ada sikap lain, kecuali KITA MENYAMBUT HANGAT edisi Indonesia BUKU SEJARAH INDONESIA “DE OOIEVAAR EN DE GAROEDA” yang ditulis oleh sarjana Belanda Herman Burgers.
* * *
Lampiran:
HERMAN BURGERS:
Beste vrienden en andere relaties,
In
maart 2010 verscheen mijn boek De garoeda en de ooievaar - Indonesië
van kolonie tot nationale staat bij de uitgeverij van het Koninklijk
Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) in Leiden. Gezien
de door u getoonde belangstelling voor dit boek en de ontvangst ervan
wil ik u graag op de hoogte stellen van enige nieuwe ontwikkelingen.
De
gedrukte oplage van 500 exemplaren is medio 2011 uitverkocht geraakt.
Intussen had de uitgeverij het boek al in najaar 2010 in digitale
vorm beschikbaar gemaakt door plaatsing op de website www.oapen.org.
Sindsdien kan iedereen het daar kosteloos raadplegen en
downloaden. In augustus 2011 is deze digitale editie bovendien
vervangen door een nieuwe editie met verscheidene correcties en
aanvullingen van zowel de tekst als de kaarten. Ik ben de uitgeverij
hiervoor zeer erkentelijk.
Bij
het schrijven van het boek heb ik van begin af aan niet alleen
Nederlandse lezers op het oog gehad, maar ook Indonesische en andere
buitenlandse lezers. Ik hoopte daarom steeds dat het tezijnertijd ook
in Indonesische en Engelse vertaling zou kunnen verschijnen. Dat was
bovendien één van mijn redenen om het KITLV als uitgever te kiezen.
Vooral
dank zij inspanningen van de directeur van het KITLV-kantoor in
Jakarta, dr. Roger Tol, is er nu besloten tot een Indonesische
uitgave op basis van het boek. De kern daarvan zal bestaan uit een
Indonesische vertaling van dat deel van de tekst waarin het stuk
geschiedenis wordt behandeld dat ik als tijdgenoot zelf heb
meegemaakt. Dat zijn de hoofdstukken VI tot en met VIII, die het
conflict tussen Nederland en de Republiek Indonesië behandelen vanaf
de uitroeping van de Indonesische onafhankelijkheid in 1945 tot en
met de Nederlandse soevereiniteitsoverdracht in 1949.
Deze
kern zal worden aangevuld met een nog door mij te schrijven proloog
en epiloog. De proloog zal vooral gaan over de Indonesische nationale
beweging uit de eerste decennia van de 20e eeuw. De epiloog zal in
hoofdzaak het geschil over West-Irian beschrijven dat uiteindelijk
tot een volledige breuk tussen Indonesië en Nederland heeft geleid.
De totale omvang zal neerkomen op ongeveer 400 pagina's tekst.
Het
boek zal worden uitgegeven door de Indonesische uitgeverij Suara
Harapan Bangsa ('De stem van de hoop van het volk') in samenwerking
met KITLV-Jakarta. De directeur van deze uitgeverij, Toenggoel
Siagian, en dr. Tol streven ernaar het boek in augustus 2013 te doen
verschijnen in een oplage van 2000 exemplaren (viermaal de oplage van
het Nederlandse boek!).
Met
hartelijk dank voor uw aandacht,
Herman
Burgers
*
* *
No comments:
Post a Comment