Sunday, June 10, 2012

BERITA-GEMBIRA DARI HERMAN BURGERS


Kolom IBRAHIM ISA
Minggu, 10 Juni 2012
-----------------------------

BERITA-GEMBIRA DARI HERMAN BURGERS

Tadi malam sekembalinya dari suatu pertemuan keluarga di Hoofddorp, rumah si Bungsu Jasmin, -- berkenaan dengan peringatan/perayaan hari ultah tiga orang dari anggota keluarga kami, Oma Murti (83), putrinda Gayatri (55) dan cucunda Anusha (9), kubaca di e-mailku BERITA GEMBIRA dari kenalanku sejarawan Belanda, Dr HERMAN BURGERS.

Herman Burgers menyampaikan bahwa atas usaha keras a.l. Dr Tol, wakil KITLV di Jakarta dan sebuah penerbit Jakarta, direncanakan terbit edisi Indonesia buku “De Garoeda en de Ooievaar, -- Indonesië van Kolonie tot Nationale Staat”; bahasa Indonesianya, “Sang Garoeda dan Sang Bangau, -- Indonesia dari Jajahan sampai ke Negara Nasional”. Mudah-mudahan sudah bisa keluar dari percetakan dalam bulan Agustus 2013.

Akan terbitnya edisi Indonesia dari buku Herman Burgers itu adalah suatu perkembangan menarik dan penting sehubungan dengan usaha bersama kita untuk mengenal sejarah bangsa sendiri. Sehubungan dengan ini patutlah kita berterima kasih pada penulisnya, Herman Burgers, KITLV dan sebuah penerbit di Jakarta.

Tak jelas sampai dimana usaha para sejarawan kita menulis buku sejarah Indonesia yang agak menyeluruh atau yang difokuskan pada masa bangkitnya gerakan kemerdekaan nasional, yang bisa dinilai sebagai suatu penulisan sejarah yang tidak rekayasa seperti yang dilakukan oleh sementara “sejarawan” Orba. Kita mengenal nama-nama sejarawan/sarjana muda seperti Muridan Widjojo, Asvi Adam, Bambang Purwanto, Gonggong, Bonnie Triyana, dan Batara Hutagalung untuk menyebut satu dua dari beliau-beiau itu. Sebegitu jauh belum muncul dari mereka hasil studi sejarah yang menyeluruh sebagaimana halnya hasil karya sejarawan Belanda, Herman Burgers.

Dari sini menjadi lebih nyata bahwa di Belanda terdapat cendekiawan-cendekiawan Belanda yang punya perhatian besar terhadap masalah sejarah Indonesia, seperti Harry Poeze (penulis buku sejarah Tan Malaka, yang sudah mulai terbit edisi Indonesianya; Jan Breman, Henk Schulte Nordhold; Nico S.Nordhold, Gerry van Klinken dll. Kita akan selalu ingat pada nama W.F. Wertheim (Pak Wim) yang telah menulis buku klasik dan standar INDONESIAN SOCIETY IN TRASITION, sudah ada edisi Indonesianya); serta buku J. Pluvier, Sejarah Gerakan Kemerdekaan Indonesia (sayang masih belum ada edisi Indonesianya; walaupun pernah ada usaha menterjemahkan dan mengedarkannya di kalangan terbatas) .

Betapapun mereka-mereka ini akan terus memberikan sumbangsihnya bagi usaha lebih lanjut saling mengenal dan saling memahami di antara kedua bangsa, Indonesia dan Belanda, yang punya sejarah yang panjang. Suatu usaha yang akan lebih mendekatkan hubungan baik, wajar dan setara antara kedua bangsa dan negeri. .

* * *

Pada tanggal 13 Mei, 2011, telah kutulis sebuah kolom SEKITAR BUKU HERMAN BURGERS -- “DE GAROEDA EN DE OOIEVAAR” . Isinya a.l sbb:, bahwa KITLV Leiden belum lama (24/11/2010) menerbitkan buku yang menarik perhatian, yaitu,

“De Garoeda en de Ooievaar”.

Sahabatku jurnalis Belanda (kawakan) Hans Beynon, menganggap buku sejarah Indonesia yang ditulis oleh
sejarawan Herman Burgers, sebagai salah satu penelitian terpenting mengenai hubungan Indonesia-Belanda. Tulisanku ini bukanlah sebuah resensi atas buku H. Burgers. Sekadar kesan. Untuk menggugah. Menarik perhatian pembaca mengenai buku sejarah Indonesia yang ditulis oleh seorang sejarawan Belanda.


* * *


Bulan April 2011, yang lalu, sebelum memiliki sendiri buku itu, aku beruntung bisa meminjam dari Openbare Bibliotheek Bijlmer, buku 'bagus' tsb :
“INDONESIË Van Kolonie Tot NATIONALE STAAT”. Judul besar buku sejarah ini “DE GAROEDA En De OOIEVAAR”.

Tebalnya lumayan - 807 halaman. Di toko harganya paling tidak Euro 49,90.

* * *

Baik dijelaskan sedikit mengapa penulis Herman Burgers mengambil 'Garoeda' untuk melambangkan Indonesia. Dan mengambil 'bangau', sebagai lambang Nederland. Mengenai ´Garuda´ sebagai lambang Indonesia, tak
perlu penjelasan. Anggap saja semua warga Indonesia yang peduli tanah air, bangsa dan sejarahnya, sudah mengetahuinya.

Tulis H. Burgers: -- Bagi Nederland bangau itu adalah burung terbesar. Sejak zaman dulu bangau itu punya peranan mistik dalam mitologi Belanda. Ratusan tahun lamanya burung bangau menjadi lambang kota Den Haag.
Bangau bukan simbol Nederland. Tapi simbol Den Haag. Sedangkan untuk melambangkan kekuasaan Nederland, biasa orang menyebutnya pemerintah Den Haag. Jadi Nederland dianggp identik dengan Den Haag dan sebaliknya. Ini
sederhananya saja.

J. Herman Burgers (75th) sejak semula mengikuti dengan penuh perhatian konflik antara Belanda dan Indonesia, terutama yang menyangkut tahun-tahun 1948-1950. Ketika itu Burgers anggota KL (Koninklijke Leger)
– (dinas wajib militer) dan berada di Indonesia. Burgers kemudian bekerja di Kementerian Luar Negeri Belanda. Jadi tergolong 'orang dalam'.

* * *

Membaca buku ini menyegarkan. Karena ditulis dengan jelas dan baik.
Fakta-faktanya cukup. Literatur yang digunakan juga cukupan. Namun yang
khusus patut dihargai ialah SIKAP DAN PENDIRIAN penulisnya. Boleh
dikatakan bertolak belakang dengan pandangan dan sikap banyak penulis
Belanda lainnya mengenai Indonesia.


Satu contoh: Tulis H. Burgers dalam Kata Pengantarnya, a.l: – Oleh karena pergerakan nasional Indonesia, berjuang melawan kekuasaan Belanda, maka, orang baru bisa memahaminya dengan baik, bila mengetahui
bagaimana terjadinya penguasaan tsb. Suatu cara berfikir Burgers yang logis dan wajar!

* * *

Juga menarik ialah analisis Burgers, bahwa berdirinya negara Indonesia bukan saja berkat gerakan kemerdekaan nasional, -- tetapi juga karena adanya faktor dan peranan kekuasaan Belanda, yang dilawan oleh gerakan
kemerdekaan Indonesia. Dari pandangan ini Burgers memasuki masalahnya. Pertama-tama dengan menelaah perkembangan pokok kebijakan Hindia-Belanda terhadap Indonesia. Kemudian melanjutkannya dengan gerakan kemerdekaan nasional, menyerahnya Hindia-Belanda dan pendudukan Jepang (1942-1945).


Penting pula analisis Burgers, bahwa periode pendudukan Balatentera Jepang di Indonesia, (punya peranan) melapangkan jalan bagi kemerdekaan Indonesia serta diprokalamasikannya Republik Indonesia, 17 Agustus 1945.
Burgers tampak kritis terhadap sikap Belanda yang hendak terus menguasai Irian Barat. Tulis Burgers: Konflik Belanda-Indonesia berakhir dengan Persetujuan KMB. Namun, menyisakan masalah Irian Barat. Belanda terus
saja menduduki Irian Barat. Analisis Burgers mengenai faktor pendudukan Jepang di Indonesia yang dikatakannya punya peranan 'melapangkan jalan' bagi kemerdekaan Indonesia, pernah juga ku-utarakan dalam salah satu
seminar. Tidak banyak yang bersedia menerimanya.


Sikap Belanda, yang menolak menyerahkan Irian Barat, mengakibatkan 13 tahun lamanya Belanda bersengketa dengan Indonesia mengenai masalah tsb. Sampai Indonesia akhirnya memutuskan samasekali hubungan dengan Belanda.
Demikian Burgers.


Penuturan mengenai sengketa Indonesia-Belanda mengenai Irian Barat, mengambil tempat hampir separuh dari buku Burgers.


* * *


Menulis tentang berbagai periode dalam sejarah hubungan kedua negeri, Burgers menunjukkan bahwa antara pelbagai periode itu terdapat saling hubungan yang erat sekali. Kesinambungan tahap-tahap perkembangan tsb
tercermin pada kehidupan SOEKARNO, HATTA, dan banyak/tokoh dramatis/ lainnya, seperti Soewardi Soerjaningrat, Agoes Salim, Sam Ratulangi, Jonkman dan Van Mook.


* * *


Penting untuk menjadi pengetahuan kita semua, khususnya para pemeduli sejarah di Indonesia, apa yang dikemukakan oleh Herman Burgers dalam bukunya, a.l sbb:

Sehubungan dengan terjadinya penguasaan Nederland (atas Indonesia), --
Bagi kebanyakan orang Belanda dari periode sebelum Perang Dunia II, hal
itu sederhana sekali. Mereka menganggap bahwa seluruh “Hindia” sejak
abad ke-XVII sudah ada di bawah kekuasaan Nederland. Anggapan keliru
demikian itu juga masih terdapat pada banyak kaum nasionalis Indonesia.
Mereka bicara tentang 'tiga ratus tahun', bahkan 'tigaratus limapuluh
tahun' penindasan Belanda terhadap Indonesia.


Sesungguhnya, perluasaan kekuasaan Nederland atas Indonesia, terjadi selangkah demi selangkah, berangsur-angsur. Itu terjadi dalam jangka waktu 350 tahun itu.

* * *

Herman Burgers mengungkapkan bahwa penguasaan Belanda atas Indonesia, -- kongkritnya dilakukan oleh VOC, berlangsung selangkah demi selangkah.
Pada tahap permulaan VOC harus berhadapan lebih-dulu dengan Portugis, Spanyol dan Inggris. Karena tiga negeri itu, sudah lebih dulu usahanya mencaplok sumber rempah-rempah di Asia. Belanda terpaksa lebih-dulu
mengalahkan saingan-saingannya. Mereka berkali-kali terlibat dalam peperangan sampai Belanda akhirnya berhasil mengusir Portugis, Spanyol dan Inggris. VOC mulai menjadikan sebagian kecil terlebih dahulu dari
Indonesia, yaitu kepulauan Maluku dan sekitarnya, -- yang merupakan penghasil utama rempah-rempah ketika itu, menjadi jajahannya langsung.


Herman Burgers juga mengungkapkan betapa luarbiasa kejamnya VOC, di bawah Gubernur VOC Jan Pieterszoon Coen (1587-1629). Ketika menaklukkan perlawanan rakyat Maluku, Banda, Ternaté,Tidoré dan sekitarnya. VOC
menggunakan serdadu-serdadu sewaanlangsung dari Eropah, lalu ditambah dengan serdadu sewaan setempat. Selain itu, Belanda, khusus mendatangkan 'pendekar-pendekar maut' dari Jepang, untuk menteror dan membantai
rakyat Maluku, Banda, Ternate, Tidore dst.


Sejak digulingkannya Presiden Sukarno, sering disebut telah terjadinya 'genocide' terhadap rakyat di Indonesia (sehubungan dengan Peristiwa Pembanrtaian Masal 1965 oleh tentara di bawah Jendral Suharto). --
Tetapi sesungguhnya, apa yang dilakukan oleh Gubernur Jendral VOC Jan Pieterszoon Coen, terhadap rakyat Maluku dan Banda dalam abad ke-XVII itu, ---- adalah GENOCIDE PERTAMA yang terjadi di Indonesia.


Dalam proses memaksakan monopoli perdagangan rempah-rempah, serta penguasaan wilayah, VOC, disatu fihak, melarang penanaman rempah-rempah di tempar lain yang tak bisa sepenuhnya dia kuasai. Di lain fihak dengan
sewenang-wenang membakar tanaman rempah-rempah di tempat-tempat lainnya, dan akhirnya membantai rakyat setempat. Peristiwa-peristiwa tsb, seperti a.l pengiriman ekspedisi militer, dalam sejarah penjajahan Belanda atas
Indonesia dikenal a.l. sebagai 'Hongi tochten' di kepulauan Maluku, Banda dan sekitarnya.


* * *


Studi sejarah Indonesia, seperti yang dilakukan oleh sejarawan Herman Burgers, banyak mengungkap hal-hal yang rinci dalam hubungan Indonesia-Belanda. Ini perlu jadi pengetahuan pemeduli sejarah Indonesia, lebih-lebih para historikus, politisi dan generasi muda
Indonesia umumnya.


Tanggapan atas buku Herman Burgers diatas, --- adalah secuplik saja dari apa yang bisa dikemukakan mengenai karyanya itu. Sementara sampai di sini dulu. Lain kali masih bisa ditanggapi bagian-bagian lainnya dari
buku Herman Burgers.

* * *

Buku Herman Burgers tsb ditulis dalam bahasa Belanda.

Mudah-mudahan sudah terkandung niat pada KITLV, Leiden, dengan fihak
manapun partnernya di Indonesia, untuk menerbitkan *EDISI INDONESIA,
buku “DE GAROEDA EN DE OOIEVAAR”, “INDONESIË Van Kolonie Tot NATIONALE
STAAT”.*

* * *

Ketika diundang ke LIPI tahun lalu ( Agustus 2011) untuk bicara, dimana Asvi Adam adalah tuan rumahnya aku tandaskan bahwa:
. . . . . . di Belanda juga terdapat tidak sedikit orang dan cendiakawan muda, penulis maupun sejarawan yang bisa dengan obyektif menilai kejahatan kolonialisme Belanda di masa lampau terhadap Indonesia. Salah seorang dari sejarawan itu adalah Herman Burgers, yang tahun lalu menulis buku sejarah hubungan Indonesia-Belanda, berjudul 'DE GARUDA EN DE OOIEVAAR'. Diterbitkan oleh KITLV, tahun 2010. Buku sejarah ini menurutku cuku obyektif dan berani dalam mengungkap kejahatan kolonialisme, serta kekerasan kepala politik Belanda mengenai masalah Irian Barat. Sehingga hubungan Indonesia-Belanda berlarut-larut memburuk terus oleh karenanya.



. . . . . di Belanda juga terdapat tidak sedikit orang dan cendiakawan muda, penulis maupun sejarawan yang bisa dengan obyektif menilai kejahatan kolonialisme Belanda di masa lampau terhadap Indonesia. Salah seorang dari sejarawan itu adalah Herman Burgers, yang tahun lalu menulis buku sejarah hubungan Indonesia-Belanda, berjudul 'DE GARUDA EN DE OOIEVAAR'. Diterbitkan oleh KITLV, tahun 2010. Buku sejarah ini menurutku cuku obyektif dan berani dalam mengungkap kejahatan kolonialisme, serta kekerasan kepala politik Belanda mengenai masalah Irian Barat. Sehingga hubungan Indonesia-Belanda berlarut-larut memburuk terus oleh karenanya.



Juga kuceriterakan, bahwa di Belanda ada sebuah buku yang ditulis oleh 9 orang sejarawan dan penulis berjudul “DE GRROOTSTE NEDERLANDER”, Orang Belanda terbesar. Diantara orang Belanda terbesar mereka masukkan nama Ir Sukarno. Yang telah berjuang sejak muda untuk kemerdekaan bangsanya. Aku bilang kepada teman-teman LIPI: Tidak pernah kubaca tulisan orang Belanda yang demikian baiknya tentang Ir Sukarno.



* * *



Seperti dijelaskan oleh Herman Burgers dalam surat e-mailnya yag kuterima tadi malam itu, bahwa edisi Indonesia dari bukunya itu didasarkan atas buku yang ditulisnya dalam bahasa Belanda. Isinya sebagian terdiri dari terjemahan bukunya yg dalam bahasa Belanda, yaitu teks mengenai sejarah Bab VI s/d VIII. Menyangkut masa konflik Belanda dan Republik Indonesia sejak 1945 s/d Desember 1949.
Intinya ditambah dengan prolog dan epilog, Prolognya terutama membehandel sekitar gerakan kemerdekaan pada dasarwarsa pertama abad ke-XX . Sedangkan epilognya terdiri dari bab mengenai perbedaan tentang Irian Barat, yang akhirnya berkembang ke pemutusan tuntas hubungan antara Nederland dan Republik Indonesia.



Seluruh buku akan menjadi kira-kira 400 halaman, Dicetak sebanyak 2000 eks.
Itu berarti empat kali lipat edisi aslinya.



Tidak ada sikap lain, kecuali KITA MENYAMBUT HANGAT edisi Indonesia BUKU SEJARAH INDONESIA “DE OOIEVAAR EN DE GAROEDA” yang ditulis oleh sarjana Belanda Herman Burgers.



* * *
Lampiran:
HERMAN BURGERS:
Beste vrienden en andere relaties,
In maart 2010 verscheen mijn boek De garoeda en de ooievaar - Indonesië van kolonie tot nationale staat bij de uitgeverij van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) in Leiden. Gezien de door u getoonde belangstelling voor dit boek en de ontvangst ervan wil ik u graag op de hoogte stellen van enige nieuwe ontwikkelingen.
De gedrukte oplage van 500 exemplaren is medio 2011 uitverkocht geraakt. Intussen had de uitgeverij het boek al in najaar 2010 in digitale vorm beschikbaar gemaakt door plaatsing op de website www.oapen.org. Sindsdien kan iedereen het daar kosteloos raadplegen en downloaden. In augustus 2011 is deze digitale editie bovendien vervangen door een nieuwe editie met verscheidene correcties en aanvullingen van zowel de tekst als de kaarten. Ik ben de uitgeverij hiervoor zeer erkentelijk.
Bij het schrijven van het boek heb ik van begin af aan niet alleen Nederlandse lezers op het oog gehad, maar ook Indonesische en andere buitenlandse lezers. Ik hoopte daarom steeds dat het tezijnertijd ook in Indonesische en Engelse vertaling zou kunnen verschijnen. Dat was bovendien één van mijn redenen om het KITLV als uitgever te kiezen.
Vooral dank zij inspanningen van de directeur van het KITLV-kantoor in Jakarta, dr. Roger Tol, is er nu besloten tot een Indonesische uitgave op basis van het boek. De kern daarvan zal bestaan uit een Indonesische vertaling van dat deel van de tekst waarin het stuk geschiedenis wordt behandeld dat ik als tijdgenoot zelf heb meegemaakt. Dat zijn de hoofdstukken VI tot en met VIII, die het conflict tussen Nederland en de Republiek Indonesië behandelen vanaf de uitroeping van de Indonesische onafhankelijkheid in 1945 tot en met de Nederlandse soevereiniteitsoverdracht in 1949.
Deze kern zal worden aangevuld met een nog door mij te schrijven proloog en epiloog. De proloog zal vooral gaan over de Indonesische nationale beweging uit de eerste decennia van de 20e eeuw. De epiloog zal in hoofdzaak het geschil over West-Irian beschrijven dat uiteindelijk tot een volledige breuk tussen Indonesië en Nederland heeft geleid. De totale omvang zal neerkomen op ongeveer 400 pagina's tekst.
Het boek zal worden uitgegeven door de Indonesische uitgeverij Suara Harapan Bangsa ('De stem van de hoop van het volk') in samenwerking met KITLV-Jakarta. De directeur van deze uitgeverij, Toenggoel Siagian, en dr. Tol streven ernaar het boek in augustus 2013 te doen verschijnen in een oplage van 2000 exemplaren (viermaal de oplage van het Nederlandse boek!).
Met hartelijk dank voor uw aandacht,
Herman Burgers


* * *



No comments: