IBRAHIM
ISA
Selasa,
12 Juni 2012
-------------------------
MENYAMBUT NOVEL TERBARU MAY SWAN
“Sons
and Daughters of Bangka”
*
* *
May
Swan, novelis Singapur terkenal ini, sekali lagi menunjukkan salah
satu ciri pribadinya sebagai (mantan) putri BANGKA yang tak lupa pada
“kampung halamannya”.
* * *
Kali ini May Swan
menampilkan buah pena sastra, “Sons and Daughters of Bangka”,
dalam bahasa Inggris. Dengan latar belakang sejarah Bangka, awal 1950
sampai akhir tahun sembilan-puluhan abad lalu. Termasuk 'keterlibatan
heroik' (ini kata-kata MS) masyarakat setempat dalam perjuangan
kemerdekaan nasional.Bisa terasa agak panjang kusampaikan “synopsis”
novel baru May Swan. Tidak jadi apa! Karena, maksudnya agar pembaca
Indonesia yang kurang faham bahasa Inggris bisa memperoleh gambaran
tentang isi novel terbaru May Swan tsb.
* * *
Kisahnya dimulai dengan
cerita seorang gadis Nooly. Ia lahir dalam keluarga tak harmonis yang
berakhir dengan perceraian orang-tuanya. Nooly merana sebagai anak
yang diterlantarkan. Ibunya meninggalkan kampung halaman Sungailiat,
menuju Singapur mencari kehidupan yg lebih baik. Nooly ditinggalkan
pada bapaknya dan neneknya Apho Nyook. Lagi-lagi Nooly merana dibawah
'asuhan' neneknya yang 'kejam' itu.
Sepuluh tahun kemudian,
setelah bapaknya meninggal dunia, ibunya Nooly ke Bangka untuk
menjemput Nooly. Mereka hidup di Singapur bertiga dengan suami-baru
ibunya. Dimulailah kehidupan baru dan suatu permulaan baru bagi
Nooly. Namun, ia amat menyesali ibunya, yang telah meninggalkannya di
Suangailiat. Masa lalu sebagai anak yang diterlantarkan melekat pada
jiwanya. Maka Nooly selalu mencari 'jalan keluar' untuk menemukan
orang lain yang bisa melengkapi hidupnya.
Nooly mendewasa menjadi
gadis cantik yang banyak pengagumnya. Salah seorang dari pengagum
Nooly adalah William Khoo.
* * *
Lalu cerita beralih ke
Tony Foo, anak orang kaya pengusaha tambang di Sungailiat. Pada
pertengahan tahun 60-an abad lalu, ketika di Indonesia berkecamuk
politik rasialis anti-Tionghoa saat itu, Tony Foo menyelamatkan diri
bersama ribuan siswa Tionghoa lainnya, menuju ke Tiongkok. Tony Foo
jadi siswa Fudan University di Shanghai. Namun, kemudian ia jadi
korban Revolusi Kebudayaan yang sedang berkecamuk di Tiongkok. Tony
digolongkan sebagai 'musuh klas', semata-mata karena latar belakang
keluarganya yang 'priviliged' itu. Iapun cari selamat ke Singapur.
Tony amat kecewa dengan Tiongkok. Apa yang dialaminya di Tiongkok
merusak kemampuannya untuk percaya pada orang lain.
Seperti sudah ditakdirkan,
Nooly jatuh cinta setengah-mati pada Tony. Nooly melihat Tony sebagai
pemuda yang akan melengkapi hidupnya. Namun, Tony 'belum sampai
sebegitu jauh kedepan' memandangnya. Ia masih berkutat untuk
menemukan dirinya sendiri.
Akhirnya Nooly memutuskan
menyampaikan kepada Tony bahwa ia akan kawin dengan pemuda William
Foo. Maka Tony harus ambil keputusan. Apakah ia akan lari dari
situasi ini? Atau bagaimana . . . . .?
* * *
Penulis MAY SWAN mencoba
menggambarkan tokoh-tokoh tsb sebagaimana apa adanya. Mereka itu
masing-masing ada kekurangannya. Memang demikian kenyataan hidup.
Tetapi mereka itu semua berhasil 'survive' dari situasi masa lampau
yang amat sulit. Ada yang sedang mencari mana jalan yang benar,
berusaha membebaskan diri dari kekangan masa lampaunya.
Yang menarik dari
karya-karya May Swan, bahwa ia seringkali menulis dengan latar
belakang peristiwa sejarah yang benar-benar terjadi dalam kehidupan
sesungguhnya. Dengan demikian memberikan gambaran tentang hal-hal
yang terjadi dalam sejarah di Indonesia maupun di Tiongkok. Bagaimana
peristiwa sejarah tsb, baik yang di Indonesia maupun yang di
Tiongkok; serta akibatnya pada manusia-manusia yang terlibat
peristiwa sejarah tsb. Yang dialami oleh masyarakatnya maupun oleh
pribadi masing-masing.
Di satu fihak novel May
Swan telah mengabadikan peristiwa sejarah yang perlu menjadi bahan
pemikiran generasi baru. Misalnya mengenai politik rasialis
anti-Tionghoa yang berlangsung di Indonesia pada tahun enam puluhan.
Akibatnya puluhan ribu penduduk etnisTionghoa yang telah menjadikan
Indonesia sebagai tanah-airnya sendiri, --- dipaksa, digiring untuk
mencari selamat ke Tiongkok daratan.
Namun Tiongkok Sosialis
yang jadi harapan mereka untuk perlakuan yang lebih baik dan di situ
bisa menempuh hidup baru, -- ternyata amat mengecewakan. Banyak yang
berusaha meninggalkan Tiongkok (daratan), mencari hidup baru yang
lebih baik. Tidak sedikit yang lari ke Hongkong, Macau, ke
negeri-negeri lain, dan Singapur seperti Tony Foo.
Di sisi lain May Swan
memberikan gambaran betapa dampak dari Revolusi Kebudayaan Tiongkok
pada orang-orang Tionghoa yang semula menggantungkan harapannya pada
Tiongkok Baru. Seperti kita dapat baca di dokumentasi resmi Tiongkok,
--- ternyata Revolusi Besar Kebudayaan Proletar (RBKP), --- itu
adalah suatu pelaksanaan straegi dan politik, serta kebijakan yang
disimpulkan SALAH, yang menimbulkan korban tak terkira pada
kader-kader yang baik, di bidang pemerintahan dan partai, dan amat
merugikan perkembangan maju Tiongkok dan rakyatnya.
Sebagaimana ditunjukkannya
dalam novel-novelnya, -- May Swan pandai mengintegrasikan tokoh-tokoh
yang jadi inti ceritanya dengan latar belakang sejarah yang nyata di
masa lampau. Dalam hal ini tampak, -- bukan saja novelis besar
Indonesia, Pramudya Ananta Tur yang berhasil memadukan dua hal tsb,
tetapi juga penulis Singapur asal Indonesia, MAY SWAN.
Andaikata muncul edisi
Indonesia dari novel-novel May Swan yang ditulis dalam bahasa Inggris
yang lancar dan sedap dibaca, -- pasti hal itu akan dapat sambutan
pembaca yang berbahasa Indonesia.
Kuucapkan SELAMAT DAN
SUKSES pada May Swan dengan novelnya yang terbaru “SONS AND
DAUGHTERS OF BANGKA”.
IBRAHIM ISA
No comments:
Post a Comment