Sunday, June 24, 2012

“DJAS MERAH”, kata BUNG KARNO



Kolom IBRAHIM ISA
Minggu, 24 Juni 2012
---------------------------------------

DJAS MERAH”, kata BUNG KARNO
Djangan Sekali-kali Melupakan Sejarah”

Ini adalah kata-kata, adalah ajaran, dan petuah Bung Karno pada generasi penerus dan seluruh bangsa. Ajaran Bung Karno tsb dikemukakannya dalam pidato beliau pada “Hari Ulang Tahun Republik Indonesia, 17 Agustus, 1966. Imbauan Bung Karno tsb amat menyolok dan punya arti sejarah poenting sekali. Mengundang perhatian, karena justru diserukannya pada saat ketika dimulainya kudeta merangkak Jendral Suharto dan pendukung-pendudukungnya.

Pada saat dimulainya persekusi, pengejaran, penyiksaan, pemenjaraan dan eksekusi ekstra-judisial besar-besaran terhadap golongan Kiri dan pendukung Presiden Sukarno.

Imbauan Presiden Sukarno mengenai JASMERAH, punya nilai sejarah yang harus dicamkan bangsa ini. Karena mulai period ini Jendral Suharto menegakkan rezim Orde Baru, yang memporak-porandakan pengertian dan makna sejarah bangsa. Rezim Orde Baru adalah suatu kekuasaan yang tak-tahu-malu dan terang-terangan memalsu dan merekayasa sejarah semata-mata untuk berkuasa dan melanggengkan kekuasaannya.

Namun Orde Baru gagal total dalam niat jahatnya hendak menenggelamkan dan menghapuskan samasekali peranan dan jasa-jasa seorang tokoh nasional penegak-pembina bangsa serta proklamator kemerdekaan bangsa: BUNG KARNO.

Ajaran Bung Karno mengenai arti penting pemahaman sejarah bangsa, selalu harus diingat dan berupaya diberlakukan di sepanjang hidup kita sebagai bangsa. Pengalaman membangun dan memperkokoh nasion Indonesia yang masih muda, dibanding dengan nasion-nasion lainnya seperti India, Tiongkok dan Jepang umpamanya; -- Menunjukkan sekaligus betapa dalam dan fundamentilnya pengertian dan visi Bung Karno mengenai masalah bangsa.

Bangsa kita, --- di satu segi berjuang untuk kemerdekaan nasional. Di segi lainnya, bersamaan dengan itu terus-menerus bergumul dan berjuang, pantang mundur dalam proses membangun dan memperkokoh KESADARAAN BERBANGSA serta mengkonsolidasi persatuan bangsa.

Proses Kesadaran berbangsa itu, berjalan bersamaan dengan proses perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme, untuk menjadikan nasion muda ini suatu bangsa yang merdeka, berdaulat, berdiri sama derajat dengan bangsa-bangsa lainnya di mancanegara, adil dan makmur.

Berbahagialah bangsa kita ini memiliki pemimpin-pemimpin, pendahulu-pendahulu dalam perjuangan gagah berani melawan kolonialisme Belanda, pejuang-pejuang melawan pendudukan militer Jepang. Berbahagialah kita memiliki pemimpin-pemimpin Republik Indonesia yang memimpin perjuangan bangsa ini berperang melawan tentara Inggris, yang datang atas nama Sekutu untuk mengurus penyerahan Jepang di Indonesia dan para warganegara Hindia Belanda yang ditawan Jepang.

Kita mengalaminya, bahwa Inggris yang datang atas nama Sekutu itu, diam-diam membawa 'boncengan', a.l yang terpenting adalah Van Mook, dari Australia. Van Mook yang punya tugas utama NICA ( Netherlands Indies Civil Administgration). Yaitu untuk mengembalikan kekuasaan Hindia Belanda atas Indonesia. Mengembalikan 'kedaulatan' Kerajaan Belanda atas 'daerah-daerah seberang lautan', khususnya atas Indonesia, yang sudah memproklamasikan kemerdekaan bangsa dan negeri. Yang sudah menegakkan NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

* * *

Berbahagialah kita memiliki pemimpin-pemimpin nasional yang juga TIDAK LUPA MENULIS, mendokumentasikan jadi aset sejarah. Yaitu hal-hal bersangkutan dengan perjuangan kita menjadi suatu bangsa baru, dengan perjuangan kermerdekaan nasional. Maka kita memiliki pemimpin-pemimpin perjuangan kemerdekaan seperti Ir Sukarno yang menuliskan visi, strategi dan taktik perjuangan bangsa, seperti a.l tertera dalam dua bukunya “Di Bawah Bendera Revolusi”. Perlu khusus diangkat pidato beliau dimuka Pengadilan kolonil Belanda, di Bandung berjudul “Indonesia Menggugat” dan pidato beliau pada tanggal 1 Juni 1945 “Lahirnya Pancasila”, dll.

Tercatat pula dalam tulisan bersejarah visi nasional dan pengalaman perjuangan seperti ditulis oleh Tan Malaka (“Dari Penjara ke Penjara” dan “Madilog”, dll). Seperti tulisan Drs Moh Hatta mengenai Masalah Koperasi dan Otobiorgrafinya. Tulisan Sutan Syahrir , “Perjuangan Kita” dan “Renungan Indonesia”; serta tulisan tulisan Haji Agus Salim, Ki Hajar Dewantoro dll. Semuanya itu merupakan dokumen otentik sekitar perjuangan bangsa ini dalam proses menjadi suatu nasion baru yang bersatu, untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.

Dari tokoh-tokoh partai politik kita temui tulisan-tulisan yang sistimatis dan programatis mengenai perjuangan kemerdekaan bangsa untuk kemerdekaan dan keadilan; untuk suatu Indonsia yang sosialis. Menonjol diantaranya serta terdokumentasi adalah tokoh pemimpin parpol D.N. Aidit, Ketua CC PKI. Tulisan-tulisan dan pidato DN Aidit yang terpenting di muat dalam bukunya “Pilihan Tulisan Aidit” (PTA), terbitan Yayasan Pembaruan. DN Aidit dengan jelas mengemukakan visinya mengenai bangsa dan perjuangan untuk mencapai suatu Indonesia yang kokoh, adil dan makmur.

* * *

Tulisan-tulisan para pejuang kemerdekaan pendahulu kita itu, selain menguraikan visi dan misi mereka, strategi dan taktik perjuangan bangsa untuk kemerdekaan nasional, juga menguraikan situasi dan kondisi bangsa dan negeri ini dalam periode-periode penting dalam sejarah bangsa.

Dengan demikian merupakan aset berharga dalam penelitian, penulisan dan pendidikan sejarah untuk generasi muda. Merupakan bahan input tak ternilai dalam menyusun penulisan yang menyeluruh dan kesatuan utuh tentang sejarah bangsa.

* * *

Disinilah relevansi prakarsa dan ajakan kerjasama tiga lembaga penelitian sejarah Belanda untuk melakukan riset dan studi, mengkaji kembali sejarah hubungan Indonesia-Belanda, khususnya mengenai kekerasan militer yang dilakukan oleh Belanda di Indonesia dalam periode 1945-1949. Suatu periode peperangan yang berlangsung antara Indonesia dan Belanda, disebabkan politik Belanda ketika itu untuk menghancurkan Republik Indonesia, mengembalikan Indonesia di bawah kekuasaan kolonial Belanda.

Salah seorang sejarwan muda Indonesia, Bambang Purwanto telah menyatakan sambutannya sehubungan dengan uluran tangan sejarawan-sejarawan Belanda itu.

Kita baca a.l dalam tulisan Joss Wibosono dari Ranesi (Radio Nederland Seksi Indonesia), bagian dari Radio Nederland Wereld Omroep, sbb:

“Usul mengadakan penelitian ini juga dilengkapi dengan seruan untuk melibatkan kalangan Indonesia. Dan sudah ada seorang gurubesar sejarah Indonesia yang diwawancarai, itulah Prof. Bambang Purwatno dari Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Menyambut baik ajakan ini Bambang Purwanto tetap berhati-hati, katanya, kalau ia memahami langkah Belanda, maka itu bukan berarti ia juga menyetujuinya.

“Bambang paham: dalam soal istilah saja Indonesia sudah berbeda dari Belanda. Belanda misalnya menggunakan istilah politionele actie (aksi polisi) sementara bagi Indonesia itu adalah agresi militer. Kemudian pada akhirnya Indonesia menyebut Belanda mengakui kemerdekaannya, seperti berlangsung di Amsterdam pada tanggal 27 Desember 1949. Belanda menyebut upacara di Istana De Dam itu sebagai "penyerahan" kedaulatan.

"Bagi saya Hindia Belanda itu sudah berakhir pada tahun 1942. Tuan penjajah kita waktu itu ganti dengan masuknya Jepang", demikian Bambang Purwanto. Baginya yang terjadi pada tahun 1945 sampai 1949 itu adalah langkah Indonesia mempertahankan proklamasi kemerdekaannya. Belanda yang belum bisa menerima itu mencoba membangun kembali kekuasaan kolonialnya. "Ya, otomatis yang terjadi adalah konflik!" Tegas Bambang.

“Bambang juga melihat di Indonesia sendiri kenyataannya tidak semudah yang digambarkan orang. Tidak semua orang Indonesia menghendaki Belanda diusir dengan kekerasan militer. Ada kelompok yang mau bernegosiasi sehingga muncullah pelbagai macam perjanjian damai, mulai dari Linggarjati sampai Renville. Sampai kemudian menghasilkan apa yang disebut Meja Bundar. Di lain pihak juga ada kelompok yang mengatakan Indonesia merdeka 100%. Mereka tidak setuju dengan diplomasi atau perundingan, karena Indonesia sudah merdeka.

"Kenapa kita tidak memanfaatkan data Belanda. Kalau kita bicara tentang periode 1945-1949 seakan-akan datanya hanya yang berasal dari Indonesia saja. Padahal data Belanda tentang itu banyak sekali".

“ . . . . Bambang juga berpendapat Belanda tidak bisa hanya menggantungkan diri pada dokumen yang ada di arsip Belanda. Menurutnya Belanda juga harus mendengar apa yang dikatakan dan dialami oleh orang Indonesia. "Jadi saya kira ini akan membangun sebuah keseimbangan historiografis sehingga orang bisa saling mengerti". Demikian a.l. Tulis Joss Wbisono dari Radio Hilversum ( yang sayang pada tanggal 29 Juni 2012 nanti menghentikan siarannya).

* * *

Bila proyek penelitian bersama berkenaan dengan sejarah hubungan Indonesia-Belanda, menjadi realita, maka yang terpenting adalah agar yang bersangkutan dengan sungguh-sungguh mengikutsertakan banyak historikus muda kita, dan melibatkan seluruh masyarakat cinta-sejarah dalam usaha besar ini.

Semoga akan menjadi kenyataan dan memperoleh dukungan semakin meluas AJARAN BUNG KARNO---

JANGAN SEKALI-KALI MELUPAKAN SEJARAH -- “DJAS MERAH”.

* * *











No comments: