Sunday, August 12, 2007

IBRAHIM ISA MENGAJAK: - BACA ASWI Ttg Istilah 'GERAKAN 30 SEPTEMBER'

IBRAHIM ISA MENGAJAK:
----------------------------
Rabu, 05 APRIL 2007

BACA ASWI Ttg Istilah 'GERAKAN 30 SEPTEMBER'

Hari Minggu y.l. (01.04.07) dapat dibaca sebuah wawancara yang menarik
sekali. Itu diberikan oleh sejarawan generasi muda kita ASWI WARMAN
ADAM mengenai istilah 'GERAKAN 30 SEPTEMBER, yang menurutnya adalah
lebih obyektif terbanding istilah 'G30S/PKI', versi Orba.

Kukatakan Aswi Adam adalah sejarawan muda 'KITA'. Karena aku percaya
akan kejujuran Aswi Adam mengenai FAKTA-FAKTA SEJARAH. Sebagaimana
juga aku mempercayai sejarawan muda yang belum lama kukenal, BONNIE
TRIYANA. Kedua-dua sejarawan muda ini, gairah dan serius sekali dalam
meneliti dan menstudi fakta-fakta sejarah yang telah dibengkokkan dan
dipalsu oleh Orba seperti yang antara lain dilakukan oleh sejarawan
Angkatan Darat, Nugroho Notosusanto, dan sebangsanya.

Tidak sedikit sejarawan muda dewasa ini, yang berusaha keras untuk
'meluruskan sejarah' (isilah Aswi) Indonesia. Atau seperti istilah
Bonnie 'Mengklarifikasi' fakta sejarah Indonesia. Kiranya tidaklah
berkelebihan untuk menaruh harapan terhadap sejarawan-sejarawan
generasi baru, seperti Aswi dan Bonnie, juga Bambang Purwanto, dan
lain-lainnya. Mereka gairah, maju terus meski menghadapi pelbagai
rintangan. Termasuk ancaman dan intimidasi 'preman' seperti yang
dialami oleh Aswi Adam dan keluarganya belakangan ini. Rintangan dan
intimidasi tsb dilakukan terhadap setiap usaha untuk mengungkap
kebenaran, membeberkan fakta-fakta sejarah Indonesia, khususnya yang
menyangkut masa sejak diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia; lebih
khusus lagi yang menyangkut sekitar 'Peristiwa 1965'. Karena adalah
pada periode itu, selama lebih dari 30 tahun Orba telah
memutarbalikkan fakta-fakta sejarah Indonesia. Dan belakangan ini, --
memuakkan sekali, sampai-sampai Kejaksaan Agung ikut-ikutan, dengan
keputusannya melarang buku-buku sejarah kurikulum 2004, yang tidak
mencantumkan nama 'PKI' sesudah nama 'G30S'.

Harapanku bertambah besar terhadap para sejarawan muda kita yang
berani dan mampu menangkis 'brainwashing' Orba, antara lain setelah
membaca tulisan-tulisan (Adam dan Bonnie). Lebih mengesankan lagi dari
perkenalan pribadi dengan Aswi di Leiden beberapa tahun yang lalu, dan
baru-baru ini pertemuan dan percakapanku dengan Bonnie. Ketika
mendengarkan tuturnya mengenai pemahamannya tentang sejarah negeri dan
bagsa kita. Di sini kiranya perlu disebut satu nama lagi dari
generasi muda kita yang berusaha keras menyajikan fakta-fakta yang
benar sekitar sejarah bangsa kita, seperti Lexi Rambadetta (dengan
cameranya), dengan siapa baru ini saja aku terlibat dalam percakapan
panjang lebar menyangkut masa kini dan haridepan Indonesia, serta
peranan kaum muda di dalamnya.

* * *

Wawancara Aswi seperti yang diberikannya kepada dua orang jurnalis
TEMPO, Endri Kurniawati dan fotografer Bismo Agung, telah disiarkan
oleh TEMPO dan mailist WAHANA, kemudian disiarkan-ulang di bawah ini.

* * *

ISTILAH 'GERAKAN 30 SEPTEMBER' LEBIH OBYEKTIF
Asvi Warman Adam, Sejarawan

(TANYA: Istilah apa yang digunakan untuk menyebut pembunuhan enam
jenderal pada 30 September 1965 ketika itu)

JAWAB: Pada 1 Oktober 1965, istilah yang dipakai adalah "Gerakan 30
September". Tidak disingkat menjadi G-30-S, tapi ditulis penuh. Itu
menurut dokumen yang dikeluarkan pada 1 Oktober. Dalam
perkembangannya, bahkan 40 hari setelah peristiwa itu, Jenderal
Nasution menulis buku yang diterbitkan Departemen Pertahanan berjudul
40 Hari Kegagalan "G30S". Istilah G-30-S itu dipakai sampai
pertengahan Desember 1965. Pelakunya sendiri menyatakan Gerakan 30
September.

(TANYA - Siapa pelakunya?)

JAWAB: Untung, Latif, memakai istilah itu. Dalam dokumennya, Untung
menggunakan istilah Gerakan 30 September.

(TANYA -Dokumen apa itu?)

JAWAB - Dokumen yang mereka keluarkan pada hari pertama (setelah
pemberontakan) yang menyatakan mereka membentuk Dewan Revolusi dan
lain-lain. Tapi gerakan itu mereka sebut sebagai Gerakan 30 September.
Setelah itu Bung Karno menggunakan istilah Gestok, Gerakan Satu
Oktober. Itu ditandingi oleh Angkatan Darat dan kelompok Islam dengan
istilah Gestapu untuk diasosiasikan dengan Gestapo (Nazi-Jerman).
Tapi, kalau dilihat dari bahasa Indonesia, itu kan kurang tepat. Sejak
awal ada "pertarungan" antara Gestok dan Gestapu. Baru setelah 1966
dipakai istilah PKI.

(TANYA - Sejak Orde Baru berkuasa?)

JAWAB - Ya, sejak Soeharto makin kuat kedudukannya dipakai istilah
G-30-S/PKI. Alasan lainnya, ketika itu ada Mahkamah Militer Luar Biasa
(Mahmilub). Yang diadili pertama kali adalah Nyono, Ketua CC PKI
Jakarta Raya. Sejak itu dikaitkan (dengan PKI). Tapi kita tahu yang
diadili bukan hanya pengurus PKI. Tapi juga perwira Angkatan Darat
(AD), Angkatan Udara (AU), Wakil Perdana Menteri, dan Menteri Luar
Negeri Soebandrio, yang bukan pengurus PKI, bukan anggota AD atau AU.
adi ada empat kelompok yang diadili. Di pengadilan, pelakunya
dinyatakan terbukti terlibat makar. Tapi tidak ada putusan Mahmilub
yang menyatakan bahwa partai ini terlibat makar.

(TANYA - Dari semua istilah itu, istilah apa yang paling mendekati
kenyataan?)

JAWAB - Menurut saya, bukan paling mendekati kenyataan. Tapi paling
obyektif secara ilmiah adalah berdasarkan pelakunya menyebut gerakan
mereka. Seharusnya ditulis dengan lengkap "Gerakan 30 September".
Tidak disingkat. Menurut saya, itu lebih obyektif, ilmiah.
Istilah Gestok, sebutan Bung Karno itu, misalnya. Secara logis,
kejadian itu tepat pada 1 Oktober. Pelakunya tidak menyebut demikian,
tapi Gerakan 30 September.

(TANYA -Apakah penggunaan istilah G-30-S/PKI itu digunakan mendadak
oleh rezim Orde Baru?)

JAWAB - Tidak, tidak mendadak. Sejak 1966 ditulis G-30-S/PKI. Makin
lama makin dikukuhkan. Pada 1990, ada museum pengkhianatan PKI di
Lubang Buaya, Jakarta, yang diresmikan Soeharto. Pada 1994,
Sekretariat Negara mengeluarkan buku putih berjudul Pemberontakan
Partai Komunis Indonesia. Makin lama makin dilestarikan mitos yang
diiringi oleh pemberian stigma terhadap partai itu, orang-orang dan
keluarga mereka, bahwa mereka melakukan pemberontakan.

(TANYA - Apakah sebagian besar pelaku pemberontakan berasal dari PKI?)

JAWAB - Tidak. Tidak ada alasan yang jelas. Misalnya Soebandrio, apa
alasan untuk menangkap dan mengadili dia? Dia bukan PKI. Saya melihat
ini upaya menghancurkan orang-orang di sekeliling Bung Karno. Jika ini
dilihat sebagai rangkaian kudeta merangkak, pertama untuk
menghancurkan PKI sebagai pesaing AD yang paling kuat.
Pada 1 Oktober, ada segi tiga kekuatan politik. Ada Soekarno, di
bawahnya AD dan PKI. Dalam mengambil kekuasaan dari Bung Karno, PKI
akan menyingkirkan pesaingnya. Karena sesudah PKI dibubarkan pada 12
Maret 1966, pada 15 Maret ada 15 orang menteri yang ditangkap,
termasuk Soebandrio. Yang ditangkap itu menteri-menteri yang loyal
terhadap Bung Karno, untuk melumpuhkan kekuatannya.
Sesudah 15 menteri ditangkap, Cakrabirawa--pasukan pengawal yang loyal
kepada Presiden Soekarno yang kekuatannya sekitar 4.000-5.000
orang--dibubarkan dan dikembalikan ke induk pasukannya ke daerah.
Kalau dianalisis dari kudeta merangkak, kelihatan masing-masing
kekuatan yang mendukung dan dekat dengan Bung Karno itu dihancurkan.

(TANYA - Istilah apa yang paling banyak dipakai?)

JAWAB - Pada 1965 belum ada istilah G-30-S/PKI. Yang ada "G-30-S"
atau "Gerakan 30 September". Yang menonjol pada Oktober sampai
Desember, koran-koran militer, seperti Berita Yudha, melancarkan
kampanye hitam dengan cara menghancurkan Gerakan Wanita (onderbouw PKI).
Ini cara paling mudah karena sulit untuk menghancurkan PKI yang
sama-sama militan. Caranya dengan menyatakan anggota Gerwani melakukan
tarian mesum di Lubang Buaya dan menyilet kemaluan para jenderal.
Kampanyenya, menurut saya, sangat ampuh. Masyarakat akan berpikir
perempuan kiri demikian kejamnya, apalagi yang laki-laki. Kampanye di
masa berikutnya mereka dinyatakan anti-Tuhan.

(TANYA - Seberapa dominan kampanye itu menguasai buku sejarah atau
media?)

JAWAB - Sangat dominan. Pada 1 Oktober, semua koran dibreidel selama
sepekan kecuali koran Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha.
Koran-koran kan sudah takut. Setelah terbit, mereka hanya mengutip
berita-berita soal politik dari kedua koran itu. Sangat dominan.
Berita tentang anggota Gerwani menyilet kemaluan para jenderal bukan
hanya ditulis di Berita Yudha dan Angkatan Bersenjata, tapi juga
diikuti oleh Duta Masjarakat, koran (milik) NU, dan Sinar Harapan (SH)
(Protestan). Walaupun dalam berbagai kasus SH cukup independen. SH
satu-satunya koran yang menulis tentang visum para jenderal yang tewas
karena tembakan, tidak ada yang disilet kemaluannya. Soeharto tahu,
tapi dia biarkan saja informasi itu.

(TANYA - Kalau yang tertulis dalam buku-buku sejarah?)

JAWAB - Yang menarik sesudah 1965. Yang tidak boleh dipakai pertama
kali adalah buku Sejarah Indonesia tulisan Anwar Sanusi. Anwar yang
ini adalah guru di Bandung. Buku ini terbit pada 1949 dan dicetak
ulang terus sampai 1965. Ini membuktikan buku itu terpakai di sekolah
meski (materinya) terbatas. Ceritanya tentang masa lampau. Bahkan
(dalam buku itu) Buddha tidak dikenal, jadi Hindu saja yang ada.
Sejak peristiwa itu, buku ini dilarang. Alasannya, nama penulis buku
ini sama dengan Anwar Sanusi yang CC PKI. Padahal ini Anwar Sanusi
guru dan anggota Masyumi. Ironis, dilarang hanya karena namanya sama.

(TANYA - Sejak kapan G-30-S/PKI masuk buku sejarah untuk sekolah?)

JAWAB - Sesudah peristiwa itu, saya tidak ingat persis tanggalnya pada
1966-1967. Kalau mau ke belakang lagi, pada 1964 terbit buku sejarah
yang disusun oleh Front Nasional.

(TANYA - Siapa Front Nasional itu?)

JAWAB - Kumpulan tokoh partai yang didominasi kelompok kiri. Dibentuk
Bung Karno untuk "menyeimbangkan" kabinet dan parlemen. Sebetulnya
nggak jelas kerjanya. Front membuat pengaderan, memberikan ceramah
tentang revolusi. Kumpulan dari ceramah-ceramah itu diterbitkan
menjadi buku yang judulnya Sejarah Revolusi.

(TANYA - Buku sejarah sumbernya ceramah?)

JAWAB - Buku ini tidak untuk diajarkan di sekolah, tapi disampaikan
kepada masyarakat semacam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
untuk pengkaderan. Dalam buku itu, mereka bercerita tentang kejayaan
Indonesia masa lampau, tapi mereka tidak bercerita tentang revolusi di
Indonesia. Mereka bercerita tentang perbandingan revolusi di Tiongkok,
revolusi Vietnam.
Nasution melihat pemberontakan Madiun nggak ada di situ. Seakan-akan
peran tentara nggak ada. Yang ada hanya peran rakyat. Nasution
membentuk tim beranggota dosen-dosen Universitas Indonesia, Nugroho
Notosusanto dan kawan-kawan. Ini cikal-bakal Pusat Sejarah ABRI itu.
Pada 1964 terbit juga sejarah Gerakan Angkatan Bersenjata RI, yang
memperlihatkan keberhasilan tentara (menumpas pemberontakan).
Nasution getol menggarap ini karena lagi nganggur. Sejak 1962, dia
seperti "dipecat" jadi Kepala Staf AD oleh Soekarno. Ia dianggap
bertanggung jawab atas meriam yang ditodongkan ke Istana. Tapi Bung
Karno susah (mencari) penggantinya jadi dipanggil lagi.

(TANYA - Apa yang dilakukan Nugroho?)

JAWAB - Setelah mendirikan Pusat Sejarah ABRI sekitar 1966,
barangkali, yang pertama kali dibuatnya adalah membakukan sejarah
ABRI. Berdasarkan standardisasi sejarah ABRI, dia mengajukan
standardisasi sejarah Indonesia. Ini diterima Kongres Sejarah
Indonesia, tapi bukunya disusun pada 1974. Tim disusun untuk menulis
sejarah Indonesia.
Bukunya enam jilid. Ada zaman purbakala, zaman Hindu, Islam, dieditori
orang lain. Nugroho mengeditori soal Indonesia di masa kontemporer dan
mencoba memasukkan kepentingan pemerintah waktu itu. Buku ini namanya
buku babon.

(TANYA -Sengaja dipilih jilid 6?)

JAWAB - Ya, paling strategis. Nugroho membuat ringkasan jilid 6 untuk
buku SD sampai SMA. Isinya mengkultuskan Soeharto dan merendahkan
Soekarno. Buku Sejarah Nasional Indonesia untuk SMP dan SMA itu
dirujuk oleh buku-buku yang lain. Ada sedikit variasi, tapi rujukannya
itu.

(TANYA - Buku babon sudah mencantumkan istilah G-30-S/PKI?)

JAWAB - Setahu saya sudah. Ditulis tidak hanya keterlibatan PKI saja,
tapi juga keterlibatan Soekarno dalam peristiwa itu.

(TANYA - Bagaimana Soekarno terlibat dalam kudeta terhadap dirinya
sendiri?)

JAWAB - He-he-he.... B.M. Diah marah-marah ketika buku itu terbit.
Dia menurunkan editorial beberapa hari berturut-turut menghantam
Nugroho. Ada sedikit perubahan, tapi tetap saja Soekarno dikecilkan.
Nugroho juga menyingkirkan Soekarno dengan membuat konsep tentang hari
lahir Pancasila.
Sejak dulu tertulis hari lahir Pancasila 1 Juni 1945 pada saat
Soekarno pidato. Tapi, pada 1970, Komando Operasi Pemulihan Keamanan
dan Ketertiban (dikomandani Soedomo) melarang. Seorang sejarawan
Prancis mengatakan Soekarno dibunuh dua kali pada Juni 1970 itu. Ia
dibunuh pemikirannya dan dibunuh pelan-pelan secara fisik.
Pada 1970 juga Nugroho mengeluarkan buklet tentang Pancasila.
Dikatakannya, Pancasila merupakan hasil pemikiran nenek moyang kita
dari dulu sampai sekarang. Yang tepat, hari lahir Pancasila itu 1
Agustus 1945 saat disahkan sebagai dasar negara. Sebelumnya, masih
calon dasar negara (tertawa).

(TANYA -Usahanya komplet?)

JAWAB - Ada upaya sistematis sejarah digunakan sebagai kepentingan
politik. Melalui buku, Pancasila, dan monumen yang dibuat untuk
mengagungkan Soeharto. Monumen Serangan Umum 1 Maret dan diorama di
Monas. Sebelum 1965, diorama Monas itu sudah dirancang. Hari lahir
Pancasila pada 18 Agustus 1945 diubah pada diorama itu. Ganefo
dihilangkan dari rancangan diorama yang jadi pada 1970 itu.
Yang ditambahkan Supersemar. Digambarkan Soeharto terbaring sakit
ketika tiga jenderal mendatanginya di rumahnya. Kesannya dia pasif dan
tidak berambisi pada kekuasaan.

(TANYA - Apakah buku sejarah yang tidak merujuk pada buku babon
semuanya dirombak?)

JAWAB - Tidak dirombak karena sebelumnya memang tidak ada rujukan mana
yang akan dipakai.

(TANYA - Adakah yang tidak merujuk pada buku babon?)

JAWAB - Tidak berani. Bukunya Anwar Sanusi yang tidak ada persoalan
dengan politik saja tidak dipakai lagi. Ini membuktikan orang tidak
berani mencoba (menyajikan buku) yang lain. Jika ada yang berbeda akan
dilarang.
Yang jelas pelarangan dilakukan terhadap buku Pemberontakan Partai
Komunis Indonesia, yang terbit pada 1994, dan buku Di Bawah
Bayang-bayang PKI, yang diterbitkan Institut Studi Arus Informasi pada
1995.
Buku itu sebetulnya bercerita tentang versi lain selain dari PKI.

(TANYA - Buku babon menulis G-30-S/PKI?)

JAWAB - Sudah G-30-S/PKI. Pelakunya satu-satunya PKI. Tidak versi
lain, seperti ada CIA, Angkatan Darat, tidak ada.

(TANYA - Adakah pelanggaran dalam buku untuk SMP itu?)

JAWAB - Ini upaya kembali ke masa Orde Baru yang mudah melarang buku.
Kali ini dengan alasan yang tidak jelas, tidak logis.

(TANYA - Bagian mana yang tidak logis?)

JAWAB - Buku untuk kelas I SMP dikatakan tidak mencantumkan
pemberontakan pada 1948 dan 1965. Memang tidak dicantumkan karena
masih menguraikan sejarah kerajaan di Nusantara. Buku kelas II tentang
perlawanan rakyat terhadap kolonialisme juga dilarang. Ceritanya
tentang Diponegoro, Imam Bonjol, dan sebagainya.

(TANYA - Apanya yang dianggap melanggar?)

JAWAB - Ya, karena tidak memuat (pemberontakan 1948 dan 1965) itu.
Tidak memuat karena waktunya belum sampai ke situ. Ini kan aneh.
Buku kelas III dilarang karena tidak mencantumkan PKI. Jadi hanya
mencantumkan G-30-S saja. Ada beberapa buku yang begitu dan dilarang.
Tapi beberapa buku lainnya, terbitan Grasindo, sudah menggunakan
G-30-S/PKI, dilarang juga. Ini kan membingungkan. Tidak jelas pesannya.
Saya melihatnya tidak profesional, tidak berdasar pelarangan ini.
Apakah mereka membaca semuanya secara terperinci? Kalau dibaca
terperinci, memang tidak dimuat karena masanya belum sampai ke situ.
Kalau (buku-buku) ini dilarang, kenapa terjemahan Das Kapital yang
ditulis Karl Marx tidak dilarang? Ini kan juga menyebarkan komunisme.

(TANYA - Sebaiknya bagaimana?)

JAWAB - Kalau tidak mencantumkan PKI, kenapa bukan buku itu saja yang
dilarang. Kenapa harus buku sejarah seluruh Indonesia. Kenapa Menteri
Pendidikan tidak memanggil Pusat Perbukuan yang bisa memberitahukannya
kepada penerbit? Penerbit akan terikat kalau diminta mencantumkan
istilah itu. Ini bisa diselesaikan di dalam.

-----------------

BIODATA
Nama: Asvi Warman Adam
Tempat dan tanggal lahir: Bukittinggi, 8 Oktober 1954
Pendidikan:
- DEA dan doktor di Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales
Paris, Prancis, 1984-1990
- Sarjana Sastra Prancis, Universitas Indonesia, 1980
- Sarjana Muda Sastra Prancis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
1977
- Sekolah Menengah Atas Don Bosco Padang, 1973
- Sekolah Menengah Pertama Xaverius Bukittinggi
- Sekolah Dasar Fransiscus Bukittinggi

Pekerjaan:
- Wartawan majalah Sportif, 1981-1983
- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1983-sekarang
- Lektor bahasa dan sastra Indonesia di Institut National des
Langues et Civilisation Orientales), Universite de la
Sorbonne-Nouvelle, Paris, 1984-1986

Pengalaman:
Anggota Tim Pengkajian dan Penyelidikan Pelanggaran Berat oleh
Soeharto yang dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
koran

* * *

No comments: