Sunday, August 5, 2007

Kolom IBRAHIM ISA - 'GAM-PERJUTA' KANDAS, JANGAN TERTIPU 'GAM-PERJUTA' KANDAS, JANGAN TERTIPU GANTINYA, --'PARPOL-GAM--'

Kolom IBRAHIM ISA
-----------------------------
Minggu, 15 Juli 2007

'GAM-PERJUTA' KANDAS, JANGAN TERTIPU GANTINYA,
--'PARPOL-GAM--'

Tidak sulit untuk memahami apa maksud sesungguhnya para mantan pemberontak 'GAM', bersikeras hendak menggunakan nama 'GAM' untuk merek parpol daerah yang mau didirikannya di Aceh. Tidak lain tidak bukan untuk melanjutkan usaha pembentukan negara separatis 'Aceh Merdeka'. Belum jelas? Telusuri saja siaran-siaran mereka.

Mereka, --- kaum separatis 'GAM' itu, gagal menggunakan cara kekerasan untuk mencapai maksud dan tujuannya. Lalu mendirikan parpol daerah dengan tujuan akhir yang sama, yaitu, mendirikan negara separatis 'Aceh merdeka'. Apa boleh buat, begitulah fikir mereka, terpaksa menempuh jalan perundingan dan kompromi.
Mundur untuk kemudian maju lagi. Ketimbang dihancurkan samasekali.

Mereka juga menyadari bahwa 'simpati' dari sementara mancanegara semakin merosot. Terus-menerus melakukan 'gerpol' dari Swedia dan Amerika, tampak peluangnya semkin sempit. Betapapun pemerintah Kerajaan Swedia, juga AS, akhirnya lebih mementingkan hubungan bersahabat dengan pemerintah Republik Indonesia. Kepentingan ekonomi dan politik mereka secara keseluruhan memaksa negeri-negeri tsb melihat kenyataan tiadanya 'haridepan' bagi pemberontak separatis Aceh. Bahwa pemerontakan di Aceh tidak memperoleh sokongan mayoritas rakyat Aceh.

Presiden SBY, seorang militer, dalam menghadapi pemberontakan 'GAM', juga menggunakan cara supresi kekerasan militer. Tujuannya untuk memaksa GAM duduk di meja perundingan. Cara ini ditempuh SBY, karena, di satu fihak, tekanan mancanegara tak berhenti agar pemerintah RI menyelesaikan 'masalah Aceh' melalui perundingan. Di lain fihak SBY sadar juga, bahwa berlarut-larutnya penyelesaian pemberontakan 'GAM', hanya memberikan peluang bagi segolongan militer dan birokrat militer (lainnya) untuk meneruskan penguasaan militer di Aceh.

Betapapun orang tidak bisa tutup mata terhadap kenyataan keras, bahwa rakyat di Aceh sudah begitu lama menderita, jemu dengan kekerasan militer, disebabkan oleh pemberontakan 'GAM' dan juga karena kekerasan eksesif yang digunakan oleh fihak militer (lewat DOM)tanpa mempedulikan nasib rakyat yang tak bersalah. Juga tak bisa ditutup-tutupi bahwa tak jarang terjadi pelanggaran HAM, baik yang pelakunya 'GAM' maupun disebabkan oleh penindasan militer penguasa DOM. Sudah menjadi pemahaman umum, bahwa fihak militer tertentu berkepentingan berlarut-larutnya konflik militer di Aceh. Untuk melanggengkan kekuasaan dan praktek KKN-nya di Aceh.

* * *

Mendekati kenyataan relevansi apa yang dikemukakan sementara analisis bahwa, SBY berbeda dengan sebagian golongan militer yang hendak meneruskan penindasan militer. Berbeda dalam hal, bahwa sebagian golongan militer tsb, yang melalui operasi militer, bertujuan menghancurkan samasekali kekuatan militer dan politik 'GAM'.

Bagi siapun cukup jelas, -- bertahun-tahun lamanya 'GAM' melakukan pemberontakan bersenjata terhadap negara Republik Indonesia, tujuannya hanya satu. Dengan terang-terangan mereka nyatakan, bahwa mereka hendak mendirikan negara dalam negara. Bahkan sudah bertahun-tahun dilakukannya. Sebagai selubung dan dalih mereka menggunakan argumentasi, bahwa apa yang dilakukannya itu dalam rangka memberlakukan 'prinsip hak bangsa-bangsa menentukan nasibnya sendiri'. Juga digunakan dalih bahwa yang berkuasa di Indonesia, di Aceh, adalah 'kolonialisme Jawa'. Suatu dalih yang absurd.

Karena, bukankah suatu kenyataan yang sudah puluhan tahun sejak kemerdekaan Indonesia, bahwa, sebagian lainnya dari nasion Indonesia, ambillah, sebagian besar dari penduduk Jawa, orang Jawa. Sama dengan rakyat Indonesia di pulau-pulau lainnya, rakyat di Jawa menderita supresi penguasa dan hidup terus dalam kemiskinan akibat politik rezim Orba. Rakyat Jawa juga menentang penindasan Orba. Tetapi jauh dari melakukan pemberontakan terhadap negara Republik Indonesia. Samasekali tak ada maksud untuk mendirikan 'Negara Jawa Merdeka'. Mereka menyadari, bila bertindak demikian, itu berarti mengkhianati cita-cita perjuangan bangsa Indonesia. Bukankah secara keseluruhan, bahu-membahu, nasion Indonesia telah berjuang dan berkorban untuk kemerdekaan dan kesatuan Republik Indonesia.

Demikian pula, jelas bagi siapapun, mengenai korban yang diderita rakyat Aceh oleh karena pemberontakan 'GAM'. Baik akibat pemberontakan itu sendiri, maupun akibat dari penumpasan yang dilakukan oleh pemerintah, akibat pelanggaran HAM yang dilakukan oleh fihak militer, yang secara eksesif dan sewenang-wenang menggunakan kekerasan militer terhadap rakyat yang tak terlibat, dituduh terlibat dan tak bersalah.

* * *

Digunakannya nama 'Parpol GAM'; -- Mau dilihat dari depan, dari belakang, dari bawah maupun dari atas, namanya ya tetap 'GAM', 'Gerakan Aceh Merdeka'. Mau main pokrol-pokrolan, dengan mengutip fasal ini atau fasal itu dari MoU, itu bisa-bisa saja! Menyatakan mau ambil bagian dalam pemilu sesuai aturan, menuntut referendum dsb boleh-boleh saja.

Tetapi, jangan sampai kita tertipu, karena, ujung-ujungnya tokh kaum separatis itu hendak mendirikan 'negara separatis'. Hendak menggerowoti keutuhan wilayah Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945, halmana bertentangan dengan UUD RI.

Sederetan pelaku yang hendak mendirikan parpol daerah dengan menggunakan nama 'GAM', bisa dilihat orang-orangnya, ya, yang itu-itu juga. Mereka adalah kaum separatis yang bertahun-tahun lamanya terlibat dalam suatu pemberontakan bersenjata terhadap negara Republik Indonesia.

* * *

Namun, jalan keluar bagi pemerintah tidak bisa hanya dengan membatasi diri pada larangan terhadap pendirian parpol yang menggunakan nama parpol 'GAM'.

Pemerintah harus dengan sungguh-sungguh dan di dalam tindakan nyata, memberlakukan undang-undang otonomi daerah. Harus bertindak terhadap para pelanggar HAM selama ini. Koruptor-koruptor dan penyelundup di daerah Aceh harus diadili dan dihukum setimpal. Baik itu dari fihak 'GAM', maupun dari fihak militer dan birokrasi.

Rakyat Aceh, sudah lama menantikan perhatian dan kepedulian langsung pemerintah pusat, agar melibatkan diri dalam usaha pemulihan hak-hak demokrasi dan pembangunan ekonomi daerah.

Dalam hal ini organisasi-organisasi masa dan parpol setempat yang selama ini menunjukkan kesungguh-sungguhan serta melibatkan diri dalam pembangunan demokrasi dan ekonomi daerah, adalah partner yang wajar dari pemerintah pusat maupun daerah. * * *

No comments: