Sunday, August 5, 2007

Kolom IBRAHIM ISA - INDONESIA -- BELANDA TERJALIN DNG DARAH (1)

Kolom IBRAHIM ISA
-------------------------
Kemis, 26 April 2007

INDONESIA -- BELANDA TERJALIN DNG DARAH

(1)
* * *
Enampuluh dua tahun yang lalu, 04 Mei 1945, Marsekal Bernard Montgomery, Panglima Tentara Ke-21, bagian dari tentara Sekutu yang melakukan penyerbuan penaklukkan Jerman Hitler di Eropah Barat, menerima di Markas Besarnya di Lüneburger Heide, Jerman, penyerahan tanpa syarat Tentara Jerman di bagian Barat Daya Eropah. Kapitulasi resmi berlangsung pada tanggal 05 Mei 1945. Pada tanggal 05 Mei itu juga, Panglima tentara Jerman Jendral Blaskowitz, dipanggil oleh Letjen Foulkes (Canada), dari tentara gabungan Sekutu, untuk 'berunding' di Hotel 'De Wereld' di Wageningen, Holland, untuk menandatangani dokumen kapitulasi tentara pendudukan Jerman di Nederland. Ini terjadi karena semula komandan tentara Jerman itu beranggapan bahwa penyerahan Jerman kepada Marsekal Montgomery itu, tidak termasuk tentara pendudukan Jerman di sebelah Barat Holland.

Demikianlah, Belanda menetapkan hari pembebasan Belanda dari pendudukan Jerman itu jatuh pada tanggal 05 Mei 1945. Maka sejak itu setiap tahun tanggal 05 Mei diperingati di Belanda sebagai 'HARI PEMBEBASAN', 'BEVRIJDINGSDAG

Pembebasan Belanda dari pendudukan Jerman, terutama dilakukan oleh tentara Sekutu, yang masuk Belanda ketika itu, sebagian besar terdiri dari tentara Canada. Tetapi, tidak kurang pula peranan penting perjuangan perlawanan bawah tanah kaum patriot Belanda dalam perjuangan untuk membebaskan Belanda. Di Belanda para pejuang perlawanan bawah tanah ini dikenal dengan nama 'VERZETSTRIJDERS'.



Tulisan ini, sekadar untuk mengingatkan bahwa di kalangan para pejuang perlawanan bawah tanah Belanda melawan pendudukan Jerman, juga terdapat ORANG-ORANG INDONESIA, TERUTAMA DARI KALANGAN perkumpulan poitik PERHIMPUNAN INDONESIA, Belanda..

Dua penulis Belanda yang kukenal menulis tentang partisipasi orang-orang Indonesia dalam perjuangan perlawanan Belanda melawan Jerman, a.l. adalah wartawan senior JOOP MORRIEN (78), dan politikolog HARY A POEZE (60).

Jurnalis kawakan JOOP MORRIEN, mantan wartawan 'De Waarheid, Komite Indonesia Nederland, menulis banyak artikel dan buku sekitar hubungan Belanda-Indonesia, dimana ia mengisahkan perlawanan rakyat progresif Belanda terhadap politik kolonial Belanda terhadap Indonesia. Serta perjuangan rakyat Indensia melawan kolonialisme dan inmperialisme.
HARRY POEZE sekarang Direktur KITLV Press, Belanda. Ia memperoleh PhD dengan tesisnya mengenai Biografi Tan Malaka. Ia banyak menulis hasil studinya, buku-buku dan artikel/kertas kerja mengeni perkembangan politik, khususnya tentang perkembangan demokrasi di Indonesia.

* * *

Banyak cerita, tulisan dan buku sekitar perjuangan tentara Sekutu dalam Perang Dunia II, yang menyerbu Eropah yang diduduki Jerman. Juga mengenai pertempuran-pertempuran dalam mebebaskan Nederland dari tentara Jerman, khususnya operasi 'Arnhem'. Terdapat juga cerita, kisah dan bahkan film mengenai perjuangan bersenjata bawah tanah kaum VERZETSTRIJDERS Belanda melawan tentara pendudukan Jerman. Antara lain yang ditulis oleh Harry Mulisch, novelis terkenal Belanda, berjudul 'De Aanslag' ('Serangan'). Atas dasar buku itu dibuat salah satu film paling terkenal Belanda, 'De Aanslag' .

Namun, literatur maupun film (Belanda) yang mengishkan 'verzetstrijd', atau 'perjuangan perlawanan bawah tanah' Belanda melawan pendudukan Jerman, tidak banyak, kalau tidak hendak dikatakan sedikit sekali yang mengisahkan partisipasi orang-orang Indonesia, terutama para anggota Perhimpunan Indonesia di Belanda, dalam perjuangan bawah tanah melawan Jerman.

* * *

Belum lama kutemukan kembali sebuah tulisan atau makalah yang ditulis oleh R.M. Djayeng Pratomo (93), berjudul ORANG-ORANG INDONESIA DALAM GERAKAN PERLAWANAN DI BELANDA. Dalam pembicaraan tilpun dengan beliau, yang dalam keadaan sakit, aku minta izin untuk menyiarkan tulisannya itu. Karena tulisan beliau itu mengisahkan peristiwa penting di Nederland selama pendudukan Jerman Hitler. Tentang orang-orang Indonesia di Nederland yang dengan sepenuh hati dibimbing oleh ide-ide luhur demokrasi, kebebasan dan perdamaian bersama-sama dengan kaum patriot Belanda, menceburkan dirinya dalam perjuangan bawah tanah ( termasuk yang bersenjata), berjuang, menderita bahkan mengorbankan jiwanya, demi pembebaan negeri Belanda. Alangkah luhurnya cita-cita mereka. Padahal, ketika itu bangsa Indonesia masih berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda.

Atas persetujuan Djayeng Pratomo, akan kusiarkan dalam seri berikutnya artikel Djayeng Pratomo tsb. Ia akan sedikit menjelaskan mengapa 'mengenai grup perlawanan Indonesia ini tidak banyak ditulis. Orang-orang Belanda dari generasi mudanya samaekali tidak mengetahui akan hal ini. Djayeng Pratomo juga memberikan jawaban atas pertanyaan: 'Mengapa orang-orang Indonesia di Belanda ambil bagian dalam gerakan perlawanan di bawah tanah, untuk pembeasan Nederland, negeri yang menjajah, mengeksploitasi dan menindas Indonesia, negeri tumpah darah mereka?'

* * *

Namun, bila Anda jalan-jalan ke Osdorp, di situ pasti akan menemui sebuah jalan yang bernama IRAWAN SOEJOJO STRAAT. Ini adalah sebuah jalan di Belanda yang pertama kalinya (04 Mei, 1990 yang lalu) menggunakan nama pejuang perlawanan Indonesia. Seperti diberitakan pers Belanda ketika itu, penamaan jalan tsb dengan IRAWAN SOEJONO STRAAT, di satu segi dikatakan puluhan tahun terlambat, di segi lainnya, ia adalah pengakuan Belanda mengenai peranan orang-orang Indonesia dalam perjuangan perlawanan melawan Jerman Hitler di Belanda. Melegakan dan membanggakan. Kiranya tidak berkelebihan menyatakan bahwa sikap orang-orang Indonesia tsb memanifestasikan semangat internasionalisme.

Siapa IRAWAN SOEJONO?
Irawan Soejono, adalah seorang mahasiwa Indonesia dari Perhimpunan Indonesia Nederland. Ia adalah putra Adipati Ario Soejono, orang Indonesia pertama yang menjabat sebagai menteri dalam kebinet Belanda , sebuah pemerintah pelarian Belanda di London. Ketika mosi Ario Soejono kepada pemerintah Belanda untuk mengakui hak bangsa Indonesia untuk kemerdekaan, -- ditolak oleh pemerintah Belanda, Ario Soejono begitu kecewa dan marah, sehingga ia sakit dan tak lama kemudian meninggal dunia. Setahun kemudian, putranya, Irawan Soejono, gugur ditembak dalam melaksanakan tugasnya, sebagai pejuang perlawanan bawah tanah Belanda melawan Jerman. Sunggu suatu ironi!

Irawan Soejono gugur di Leiden, ditembak oleh tentara Jerman yang menduduki Belanda, dalam bulan Januari 1945. Ketika itu, Irawan Soejono sedang mengangkut sebuah mesin stensil, yang digunakan untuk penerbitan perlawanan di bawah tanah. Ketahuan oleh Jerman ia hendak meloloskan diri dari penangkapan Jerman. Tetapi malang, Irawan ditembak ditempat itu juga.

Di kalangan pejuang-pejuang perlawanan Belanda Irawan dikenal dengan nama 'Henk van de Bevrijding'. Selain bertanggungjawab mengenai alat-alat percetakan bawah tanah dan aparat radio penerima untuk menangkap siaran-siaran Sekutu, Irawan Soejono juga anggota grup bersenjata perjuangan perlawanan Indonesia bawah tanah. Setelah gugurnya Irawan Soejono, grup bersenjata di bawah tanah Indonesia ini diberi nama Grup IRAWAN SOEJONO.

* * *

Selain Irawan Soejono, masih ada lagi orang-orang Indonesia yang ambil bagian dalam perjuangan perlawanan terhadap pendudukan Jerman atas Belanda, yang gugur di dalam kamp-kamp konsetrasi Jerman.

Mereka itu antara lain adalah:MOEN SOENDAROE.
Moen Soendaroe adalah pekerja bawah tanah perjuangan perlawanan orang-orang Indonesia di Belanda. Pada tanggal 18 Januari 1943 Soendaroe ditangkap oleh SD Jerman karena keterlibatannya dalam perjuangan bawah tanah yang dilakukan oleh Perhimpunan Indonesia. Kira-kira bulan Februiari Moen Soendaroe gugur sebagai pejuang perlawanan akibat siksaaan Jerman, di kamp konsentrasi Neuengamme.

Juga masih ada lagi nama anggota perjuangan perlawanan anti-Jerman di Belanda, di antaranya adalah SIDARTAWAN. Pada tanggal 25 Juni 1941 Sidartawan ditangkap polisi poi\litik Jerman. Dipenjarakan di penjara Scheveningan. Kemudian dipindah-pindah oleh Jerman ke kamp-kamp di Schoorl, Amersfoort, Hamburg, Neuengamme. Kemudian ke kamp di Dachau. Jasad Sidartawan tidak kuat lagi menahan penderitaan dan siksaan. Ia meninggal di kamp Dachau sebagai pejuang perlawanan anti-Jerman di Belanda. Bertahun-tahun lamanya Sidartawan adalah Sekretaris Perhimpunan Indonesia, Nederland.

* * *

Sebagai ilustrasi bagaimana perasaan teman seperjuangan Belanda terhadap orang-orang Indonesia yang ambil bagian dalam perjuangan perlawanan anti-Jerman di Belanda, mari ikuti kata-kata Prof. Cleveringa, salah seorang pemimpin aksi rotes keras terhadap Jerman pada waktu pemdudukan, yang diucapkannya pada ulangtahun ke-37 peringatan gerakan nasional Indonesia di Leiden, sbb:

'KALAU KITA BERBICARA TENTANG GERAKAN PERLAWANAN DI NEDERLAND INI, kita tidak perlu bertanya: Dimanakah orang-orang Indonesia berada? Mereka ada dam berdiri di posnya. Mereka telah memberikan pengorbanannya. Mereka berada di kamp-kamp konsentrasi, mereka berada di penjara-penjara, mereka berada di mana-mana' . (Bersambung)

* * *

No comments: