Sunday, August 5, 2007

Kolom IBRAHIM ISA - BERKALI-KALI LAGI Ttg BUNG KARNO (1)

Kolom IBRAHIM ISA
=================
22 Juni 2005.

BERKALI-KALI LAGI Ttg BUNG KARNO (1)

------------------------------------
Sudah seminggu lebih, sejak penulis mentayangkan tulisan tentang Bung
Karno, yang inti-sarinya berkisar sekitar REHABILITASI BUNG KARNO,
(mungkin juga sebelumnya sudah) terjadi diskusi dalam dunia internet.
Ada yang menanggapinya secara serius, seperti tanggapan M.D.
Kartaprawira dan beragumentasi. Ada juga yang dalam tulisannya,
menyelipkan atau bahkan mengutamakan tuduhan, kecurigaan dan
apriorisme. Dalam kehidupan manusia berbudaya, berargumentasi dan
diskusi adalah hal yang biasa, bahkan merupakan faktor penting dalam
kehidupan rohaniah. Kehidupan rohaniah akan mandul bila tak ada tukar
fikiran dan argumentasi yang dilakukan dengan serius, kritis,
analitis, bebas, "zakelijk", "businesslike". Sedapat mungkin, tidak
beralih ke hal-hal yang bersifat pribadi penulisnya. Sedapatnya bebas
dari purbasangka.

Menuruti cara pemikiran seperti itulah, maka penulis, mulai hari ini
(secara bersambung) -- menyajikan tulisan JOESOEF ISAK, Editor buku
terkenal dan bersejarah karya Prof. Dr Bob Hering, Sebuah Biografi
(jilid 1-1901-1945), Pengantar Joesoef Isak, Penerjemah Harsono
Sutejo. Penerbit Hasta Mitra, 2003, berjudul:
-------------------------------------------------
SOEKARNO, BAPAK INDONESIA MERDEKA
-------------------------------------------------
Di bawah ini disajikan tulisan Joesoef Isak, 'Pengantar Penerbit Edisi
Indonesia" karya Prof. Dr Bob Hering, -- satu tulisan yang analitis,
kritis, "zakelijk" dan terus-terang. Penulis anjurkan agar pembaca
baca terus kata pengantar Joesoef Isak ini, yang akan dimuat mulai
hari ini secara bersambung.

JOESOEF ISAK (Editor):
Peninggalan Bung Karno dan kajian biografinya:
Para peminat sosial-politik masyarakat, politikolog, wartawan dan juga
orang awam di dalam dan tertutama di luar negeri banyak sudah yang
menulis tentang Bung Karno (BK). Tulisan-tulisan itu ada yang
merupakan biografi utuh-riwayat BK dari lahir sampai meninggal -, atau
yang hanya fragmentasi menyangkut satu kurun waktu tertentu saja, dan
selain itu juga kita dapati berbagai tulisan yang bersifat esai-esai
pendek. Banyak dari tulisan-tulisan itu berusaha memberi kesan sebagai
hasil suatu penelitian, berpretensi menghidangkan karya ilmiah
obyektif, atau bersifat ringan jurnalistik belaka.

Ada dua mazab besar dalam teknik menulis biografi.

Kubu mazab pertama menganggap biografi harus obyektif (ilmiah
dikombinasikan dengan gaya penulisan roman. Alasannya: biografi harus
memenuhi syarat research ilmiah akan tetapi harus lancar dan enak
dibaca, itu sebabnya perlu dikombinasikan dengan kreativitas fiksi.
Dan kita tahu bila fiksi sudah kejauhan, dengan sendirinya biografinya
merosot jadi roman murahan namun bisa saja menarik. Kubu pertama ini
dengan sadar berpendapat biografi harus merupakan roman menarik yang
didokumentasikan, sedangkan roman adalah biografi dengan fantasi kreatif.

Kubu mazab kedua berpegang ketat pada fakta research, lugas ilmiah,
tanpa kecampuran fiksi gaya novel, apalagi berfantasi liar, alias
isapan jempol. Konsekwensinya cukup banyak orang berpendapat bahw
penulisan versi mazab kedua seperti itu dianggap "berat", terlalu
ilmiah atau kering. Kedua mazab mempertahankan kebenaran
masing-masing, dan memiliki penganut dan penggemar sendiri-sendiri.

Sebelum kajian Bob Hering tentang Bung Karno yang kini diedarkan oleh
Hasta Mitra dalam dua edisi-Inggris dan Indonesia- sudah beredar lebih
dulu bahasan tentang Soekarno oleh antara lain Louis Fisher, Cindy
Adams, J.D. Legge, Bernard Dahm, C.L.M. Penders, A.C.A. Dake, John
Hughes, Willem Oltmans dan Lambert Giebels. Kita tentu menghormati
kebebasn para penulis itu untuk menulis apa saja tentang B.K. Semua
terpulang kepada pembaca apakah menerima kajian mereka dengan kritis
atau menelan saja mentah-mentah apa yang mereka sodorkan itu, termasuk
yang rancu dan rincu. Terkadang kita dibuat kagum oleh kajian yang
tajam dan kesimpulan yang orijinal, tetapi sering juga beberapa
penulis membuat kita terseyum menggéléng-géléngkan kepala - kita
terperangah oleh omong-kosong dan sikap "sok tau". Bukankah banyak
penulis asing bersikap lebih tau mengenai Indonesia daripada orang
Indonesia, bahkan lebih tau tentang B.K. daripada B.K. sendiri?

Pada hakekatnya, walaupun obyek tulisan adalah Soekarno, namun
pertama-tama dari karya-karya biografis seperti itu, sebenarnya warna
dan watak penulisnya sendiri yang mengemuka. Obyeknya memang Soekarno,
tetapi pertama-tama stempel selera dan warna politik penulis
sendirilah yang dapat langusng kita detect , dapat langsung kita lihat
belang penulisnya. Tentu menyedihkan sekali apabila orang-orang
Indonesia - yang sudah sangat anti-Soekarno - mengunyah-ngunyah
rujukan-rujukan yang dianggap ilmiah hanya karena ditulis oleh pakar
luar-negeri, padahal apa yang ditulis cukup meriah dengan berbagai
kerancuan dan rekayasa selera politik. Oleh karenanya, kita masih
mengharapkan akan munculnya penulis Indonesia - entah dari yang
tua-tua, entah dari generasi muda- yang mampu berpikir dan menulis
tentang B.K. secara kreatif dan mandiri, tidak hanya kutip-mengutip
rujukan isapan-jempol yang sudah membelukar, apalagi rujukan klisé
sia-sia yang tak berharga sama sekali. Bila jeli melihatnya, kita
dapati beberapa katagori persepsi tentang B.K., dengan ringkas kita
catat di sini antara lain:

1. Katagori pertama, adalah orang-orang Indonesia yang sejak awal
sudah anti-Soekarno, masing-masing tentu dengan latar-belakang dan
motifnya sendiri-sendiri. Katagori orang-orang yang "sudah tidak
ketolongan" anti-Soekarno ini, terdiri dari dua kubu: yang pertama
anti-Soekarno atas kesadaran sendiri, mereka senang Soekarno jatuh
tetapi hanya terlibat pasif dalam usaha menjatuhkan Soekarno; kelompok
kedua sangat sadar anti-Soekarno karena dibayar dan bertugas sangat
aktif menjatuhkan Soekarno.
2. Katagori kedua adalah para pendukung setia Soekarno. Cukup banyak
dari katagori ini mandul, beku, mengunyah ajaran dan pemikiran
Soekarno sebagai dogma. Maunya supaya ajaran B.K. dilaksanakan, tetapi
tidak ada kegiatan serius selain nostalgi pada kejayaan masa lalu.
Dengan sendirinya sukarnois-sukarnois seperti ini tidak memberikan
sumbangan apa-apa bagi pengembangan ajaran B.K., malah hanya memberi
amunisi bagi kerja konspisrasi orang-orang yang kita sebut dalam
katagori pertama diatas. Para pendukung yang mengkultuskan Bung Karno
macam inilah yang menjadikan ajaran B.K. seperti fosil, padahal
wawasan Bung Karno seyogianya harus menjadi pelita untuk menempuh masa
depan.
3. Katagori ini terdiri dari politisi yang sejak awal berseberangan
dengan Bung Karno, tetapi setelah B.K. meninggal, setalah melihat dan
sempat membanding-bandingkan Soekarno dan Soeharto, menyadari
kekeliruan sikap politik mereka terhadap B.K. Katagori ini terutama
terdiri dari kaum intelektuil - tentu kebanyakan dari generasi tua -
yang sekarang tampil mengangkat panji-panji Soekarno. Karena mereka
bukan orang-orang bodoh, maka penampilan mereka mendukung garis Bung
Karno dilakukan secara rasional dan kreatif.
4. Katagori ini cukup vokal, dulu mereka fanatik pendukung Bung Karno,
bersikap progresif revolusioner bahkan lebih kri daripada pemuja Mao.
Sekarang mereka berkapitulasi dan menyeberang. Dengan sendirinya sikap
menyeberang itu dikemas dengan berbagai alasan seakan rasional, lalu
"bersikap jujur" mengaku dulu mereka salah sekarang "sudah sadar".
Pada inti yang se-dalam-dalamnya, mereka dengan sadar bergabung dengan
kekuatan dahsyat yang telah berhasil menggulingkan Bung Karno. Mereka
sekarang yakin pada keunggulan sistem kapitalisme, tetapi masih merasa
perlu menutup-nutupi frustasi dan rasa-bersalah atas keterlibatan
mereka di masa lampau. Mereka misalnya lantang berkoar bagai orang
progresif pendukung HAM, lantas mak-maki Bush dan memihak rakyat Irak.
Katagori ini menangguk simpati luas para pendukung sistem kapitalisme
di dalam dan luar negeri, dan menikmati hidup nyaman dalam habitatnya
yang baru.
5. Katagori ini juga tampil militan mendukung politik B.K., tetapi
dilakukan sepenuhnya atas kalkulasi kepentingan tujuan politik
sendiri. Ada dua kelompok potensial dalam katagori ini, masing-masing
berusaha melaksanakan program-skenarionya sendiri dengan cara taktis
berdiri setia di belakang B.K. Kedua kelompok ini saling berseberangan
tetapi sama-sama menggunakan nama dan wibawa B.K. untuk manjat naik ke
kekuasaan, mereka siap memelintir batang-leher saingannya, bahkan
salah satu dari dua kelompok ini bukan saja mau menumpas saingannya,
tetapi juga sekaligus berrencana menyingkirkan B.K. yang secar lihay
didukung hanya secara verbal.
6. Katgori lain lagi terdiri dari terutama generasi muda. Mereka
militan, radikal revolusioner, menentang Orde Baru,
antiglobalismekapitalisme, dengan niat baik mempunyai program membela
rakyat kecil, menyelenggarakan keadilan dan kesejahteraan. Bila jeli
mengkaji sepak-terjang generasi muda ini, maka kita lihat suatu
arogansi politik seakan sejarah perjuangan kebebasan dan keadilan baru
dimulai sejak mereka tampil. Sikap a-historis seperti itu tidak
melihat bahwa perjuangan adalah suatu gerak berkesinambungan, tokoh
seperti Bung Karno dianggap fosil yang harus dilupakan. Bung Karno,
Pancasila, Semangat 45, Negara Kesatuan, dianggap omong-kosong yang
tak ada gunanya sama sekali. Tetapi kita melihat dalam kenyataan bahwa
sikap ultra-progresif a-historis ini tidak menghasilkan apa-apa. Sikap
a-historis itu membuat mereka terus-menerus jalan-di-tempat, sering
malah menumbukkan kepala sendiri ke tembok yang mau dijebolkan tetapi
tidak mampu.

Apa yang diuraikan ditas tentulah hanya yang pokok saja, masih ada
bermacam katagori dalam berbagai varian lain, berbeda nuansa, saling
bersentuhan bahkan dapat tumpang-tindih. Saling bertentangan tetapi di
ujung-ujungnya sebenarnya saling jumpa dalam perjalanan, les extrémes
es touchent. Namun bagaimana pun, semua bebas dan sah berhak
mengemukakan pendapat apa saja tentang B.K.

(Bersambung) ***

No comments: