Saturday, July 18, 2009

IBRAHIM ISA – BERBAGI CERITA - LIMA HARI DI PARIS: (1)

IBRAHIM ISA – BERBAGI CERITA

Minggu, 28 Juni 2009

-------------------------------------------------



LIMA HARI DI PARIS: (1)

  • Fete de la Musique di Restoran Indonesia

  • Website UMAR SAID yang Diperbarui



Minggu pagi pekan lalu, jalan dan lorong-lorong Amsterdam Zuidoost masih sepi sekali. Kami berdua sudah ke bawah, menggérét troley menuju stasiun k.a./metro Amsterdam Bijlmer Arena. Dari rumah tak jauh letaknya. Hanya 20 menit jalan santai-santai. Hari cerah, mentari sudah hadir. Dan angin sejuk bertiup pelan-pelan memandu ketenangan akhir weekend ini. Dari situ dengan Metro menuju stasiun keretapi Amsterdam Centraal. Tepat jam 08.25 dengan keretapi 'Thaleys', meluncur ke Paris.



Aduh, nyamannya berpergian jauh dengan keretapi-cepat mutakhir ini. Empat jam kemudian gaék-gaék dari Amsterdam ini sudah sampai di Gare du Nord, Paris. Kawan lama kami, Umar Said dan Ninon -- sepasang kakék-nénék Indonesia di Paris – kelihatan dari jauh tersenyum menantikan kami. Dengan pengangkutan keretapi RER dan metro Paris yang canggih dan efisien kami meninggalkan Gare du Nord. Diajak makan siang di restoran 'Flunch Paris Les Halle'. 'Flunch' artinya 'French Lunch'. Sejenak tersirat dalam fikiranku ketika suatu ketika ada ramé-ramé di kalangan linguist Perancis. Mereka marah tak bisa menerima arus kata-kata dan ungkapan dari bahasa Inggris yang semakin merasuk ke bahasa Perancis. Tapi, ternyata mereka tidak berdaya menangkal arus 'globalisasi bahasa'. Di Paris dan seluruh Perancis barangkali sudah ada seratus jumlah restoran 'FLUNCH' yang tersebar di seluruh negeri.



* * *



Lima hari jalan-jalan di Paris untuk dua orang, memerlukan ongkos yang lumayan. Terutama untuk hotel. Tapi bila ada keluarga atau kawan-lama yang dituju untuk suatu kunjungan-cengkerama, seminggu atau dua minggupun di Paris tak jadi soal. Kami, Murti dan aku, seperti itulah. Memang sudah lama bermaksud untuk mengunjungi keluarga Umar Said – Ninon. Sekarang inilah baru bisa direalisasi.

Beberapa bulan sebelumnya telah kutanyakan pada Ayik (nama sapaan Umar Said), apakah pada minggu akhir Juni 2009 ini, kami bisa berkunjung ke rumahnya. Kebeneran, kata Ayik. Pada tanggal 21 Juni, di Paris akan berlangsung Fete de la Musique. Pas pada hari Minggu, 21 Juni 2009 di Restoran Indonesia Paris, akan diadakan pertunjukan Musik Angklung dan Gamelan Bali. Bisa sekaligus hadir di situ, kata Ayik. Wah, senangnya kami mendengar berita itu.



FETE DE LA MUSIQUE PARIS

Fete de la Musique, adalah festival musik yang diselenggarakan setiap bulan Juni di Paris. Peristiwa itu sudah merupakan tradis sejak 1982. Prakarsa itu dicetuskan oleh Menteri Kebudayaan Perancis Jack Lang, pada periode pemerintahan Presiden Mitterand dari Partai Sosialis Perancis. Maksudnya agar kegiatan seni musik dan tarian bisa bersama dilakukan dan dinikmati oleh masyarakat yang luas. Pada malam itu, sampai jauh malam, pelbagai macam orkes musik mengadakan pertunjukan dimana-mana di kota Paris. Terutma di pusat kota. Orang bisa hadir mendengarkan tanpa ongkos apapun. Bisa juga ikut menari, kalau mau. Pada festival musik tsb orang menyaksikan dan mendengar jazz, rock, klasik dan musik populer rakyat. Ambil bagian di situ banyak pemusik-pemusik amatir di pelbagai tempat maupun restoran dan di jalan-jalan. Konser rock paling ramai biasanya berlangsung di sekitar Place de la Republique. Sedangkan musik klasik di sekitar Palais Royal. Kotapradja Paris memberikan sumbangan khusus: transpor umum gratis seluruh Paris pada malam itu.



Kegiatan seperti ini membawa ingatanku pada masa 'tempo dulu' di negeri kita. Dikenal dengan nama pesta 'Tjap Go Meh'. Kira-kira dua minggu sesudah tahun baru Tionghoa. Ramai sekali orang menyambut kedatangan musim semi. Terutama dilakukan oleh orang-orang Indonesia peranakan Tionghoa. Suatu tradisi yang diabawa dari negeri asal mereka. Tetapi kemudian lebih banyak penduduk 'pribumi' yang ikut di situ. Ada tarian, ada musik, gambang keromong, tanji dor, dsb. Sambil mendengarkan juga menari menurut alunan musik. Terus berjalan menjusuri jalan-jalan ramai kota. Bisa juga dikatakan semacam p e s t a – r a k y a t Lekra. Bedanya dengan pesta 'Tjap Go Meh', -- Pesta Rakyat yang diorganisir oleh Lekra, selalu dilakukan di bawah semboyan Lekra – SENI untuk RAKYAT.



* * *



Tidak kebetulan bahwa INDONESIA ambil bagian dalam Fete de la Musiqe Paris. Kali ini adalah pertama kalinya Indonesia hadir dalam Fete de la Musique Paris. Bisanya INDONESIA menghadirkan MUSIK ANGKLUNG dan GAMELAN BALI, dalam Fete de la Musique tahun 2009, adalah berkat prakarsa RESTORAN INDONESIA, bahu membahu dengan KBRI Paris dan mahasiswa-mahasiswa PPI. Orang-orang Perancis di Paris, sudah pada tau, bahwa Restoran Indonesia, bukan sekadar sebuah rumah makan. Restoran Indonesia sangat aktif dalam kegiatan kebudayaan yang ditujukan untuk mempromosi Indonesia dan kebudayaannya pada masyarakat Perancis di Paris. Melalui kerjasama dengan Perkumpulan Perancis- Indonesia yang diketuai Johanna Lederer, sering sekali diadakan kegiatan malam Indonesia di Restoran Indonesia.



Sudah kudengar sebelumnya dari Suyoso, penanggung-jawab Restoran Indonesia, bahwa Restoran Indonesia Paris berrencana akan ambil bagian dalam Fete de la Musique 2009. Mereka akan mengajak mahasiswa-mahasiswa Indonesia dari PPI. Juga akan diajak fihak Kedutaan Indonesia Paris. Demikianlah hari Minggu malam 21 Juni 2009 telah berlangsung dengan sukses besar MALAM KESENIAN INDONESIA di Restoran Indonesia. Suatu malam Indonesia yang dihiasi dengan GAMELAN BALI dan MUSIK ANGLUKNG.



Penuh sesak di dalam Restoran Indonesia yang terletak di nomor 12, Rue de Vaugirard, tak jauh dari kawasan Jardin du Luxembourg, dekat Universitas Sorbonne. Banyaknya perhatian khalayak ramai yang bersesak-sesak hadir ingin menyaksikan dan menikmati acara kesenian Indonesia, betul-betul bikin hati kita jadi bangga. Malam itu merupakan suatu malam kebudayaan Indonesia yang penuh arti budaya dan politik. Aku tekankan di sini arti politik dari malam kesenian di Restoran Indonesia Paris. Sekali lagi bisa kita lihat bahwa Restoran Indnesia Paris, yang dikelola menurut prinsip koperasi Perancis, memang pertama-tama bertujuan memberikan kesempatan kerja pada kawan-kawan Indonesia yang 'terhalang pulang'. Sekaligus menjadikannya lokasi kegiatan budaya yang mempromosi TANAH AIR NUSANTARA. Begitu konsisten kegiatan budaya di Restoran Indonesia Paris, sampai pernah ada komentar pengunjung Indonesia di suatu surat kabar Jakarta, sbb: Restoran Indonesia Paris lebih aktif dan efektif dalam kegiatan promosi Indonesia terbanding apa yang dilakukan KBRI Paris ketika itu.



Bayangkan, -- selama puluhan tahun periode Orba, KBRI Perancis dengan pelbagai cara berusaha mencegah bahkan melarang orang-orang Indonesia mengunjungi Restoran Indonesia Paris. Alasannya klasik: Itu kegiatan orang-orang 'yang terlibat'. Ya, tuduhan apa lagi, selain 'terlibat dengan 'G30S'. Sungguh suatu fitnahan yang teramat rendah dan keji! Fihak KBRI samasekali tak menyadari bahwa usaha kawan-kawan Indonesia itu, justru mencerminkan semangat berdikari bangsa kita. Meskipun paspor dan kewarganegaraan mereka dengan sewenang-wenang dicabut penguasa Indonesia, namun, dalam keadaan yang begitu sulit, mereka tak menyerah pada 'nasib' buruk. Tidak meminta-minta kesana-kemari. Mereka menyingsingkan lengan baju, ber-cancut taliwondo' berkolektif dan bersetiakawan menghadapi situasi sulit.



Dengan bantuan setiakawan sahabat-sahabat Perancis mereka akhirnya berhasil mendirikan Restoran Indonesia Paris. Sebuah restoran Indonesia ditengah kota Paris, yang bukan saja merupakan rumah makan, tetapi suatu pusat kegiatan budaya Indonesia. Memang benar, ketika dikatakan bahwa Restoran Indonesia Paris itu merupakan juga suatu MONUMEN INDONESIA DI PARIS, ungkapan itu tidaklah berkelebihan adanya.



Situasi sekarang sudah jauh berubah! Pemerintah Indonesia sudah bukan Orba lagi. Meskipun banyak sekali kebijakannya yang SAMA SAJA DENGAN ORBA. Salah satu pertanda adanya perubahan itu, tampak pada sikap KBRI Paris. Mereka menyambut uluran tangan kerjasama dari fihak Restoran Indonesia Paris untuk bersama PPI ambil bagian dalam 'Fete de la Musique 2009'. Sikap KBRI tsb patut disambut. Semoga menjadi pendorong bagi KBRI-KBRI di negeri-negeri lainnya.



* * *



Berkunjung ke kota budaya Paris, bagi kami selalu mengesankan. Apalagi kali ini dengan dipandu oleh Ninon yang tak kenal lelah itu. Bertiga kami puas menikmati suasana libur di La Butte, perbukitan Monmartre di 18e Arrondissement Paris, dengan banyak café-café serta puluhan pelukisnya yang gairah manawarkan kebolehan masing-masing. Lalu Arc de Triomph, Champs Elysee, Eiffel Tower yang megah dan dengan kapal pesiar berlayar di sepanjang sungai Paris-Seine.



Namun, yang amat mengensankan ialah MALAM BUDAYA INDONESIA di Restoran Indonesia Paris, dalam rangka FETE DE LA MUSIQUE 2009.



Cerita berikutnya akan membicarakan WEBSITE UMAR SAID yang (dibikin) baru.

(Bersambung)



* * *





No comments: