Saturday, July 18, 2009

Kolom IBRAHIM ISA - Tulisanku SEKITAR FILM '40 YEARS OF SILENCE'

Kolom IBRAHIM ISA

Rabu, 15 Juli 2009

------------------------------

Tulisanku SEKITAR FILM '40 YEARS OF SILENCE'




* Mayor-Jendral SARWO EDHI bukan BESAN, tapi MERTUA PRESIDEN SBY *


Begitu tulisan berjudul Presiden SBY HARUS NONTON film dokumenter '40 YEARS OF SILENCE', dipublikasikan kemarin, --- aku menerima tilpun dari sahabatku Chalik Hamid. Bung, kata Chalik Hamid, ingin saya sampaikan: Ada kekeliruan dalam tulisan Bung itu. Lalu Chalik Hamid membacakan teks bagian yang mengandung kekeliruan itu, sbb:


"Bila diungkapkan dalam bahasa sehari-hari, begini bunyinya: 'Ini lho Pak Presiden, apa yang diungkapkan oleh b e s a n Anda sendiri, almarhum Mayor Jendral Sarwo Edhi, adalah suatu pengakuan yang nuraniah'."

Saya kira, Mayor-Jendral Sarwo Edhi, adalah MERTUA Presiden SBY. Bukan besannya, kata Chalik Hamid. Segera aku jawab: Bung betul. Aku salah. Mayor-Jendral Sarwo Edhi adalah MERTUA Presiden SBY.

Terima kasih banyak Bung Chalik, kataku. Akan segera aku ralat.


Pagi ini ketika kubuka e-mail yang masuk, kubaca e-mail mengemomentari tulisanku itu, dari Bung Iwamardi yang dialamatkan kepada HKSIS, sbb:


"Bila diungkapkan dalam bahasa sehari-hari, begini bunyinya: 'Ini lho Pak Presiden, apa yang diungkapkan oleh besan Anda sendiri, almarhum Mayor Jendral Sarwo Edhi, adalah suatu pengakuan yang nuraniah'."
Jenderal Sarwo Edie bukan besan, melainkan mertua SBY !


Bung Iwamardi, Bung Betul. Terimakasih banyak atas koreksi tsb.


* * *


Lalu ada e-mail dari pemuda Saurlin Siagian. Ia akitf di PPI Nederland ketika masih studi di Holand. Ia menyarankan agar teman-teman mencari kesempatan untuk melihat film '40 Years of Silence, An Indonesian Tragedy'. Ia nilai film dokumenter itu adalah terbaik selama ini, dalam katagori yang serupa. E-mail Saurlin Siagian dari Sumatra Utara itu, sbb:


Dear teman teman,

Film ini termasuk film terbagus dari film film yang menceritakan

seputar korban 65, Very much recommended untuk ditonton. Salam, Saurlin.

Terima kasih atas informasi tsb Bung Saurlin!


* * *


Masih ada satu lagi yang perlu dijelaskan. Hal itu menyangkut kutipan dari buku Barack Obama, AUDICITY OF HOPE . . . yang terdapat di dalam tulisanku itu. Sesungguhnya di dalam film dokumenter '40 Years of Silence' yang dikutip dari buku Barack Obama tsb hanya sebagian kecil saja. Yaitu sbb:


“In 1965, under the leadership of General Suharto, the military moved against Sukarno, and

under emergency powers began a massive purge of communist and their synpathizers. According to estimates, between 500.000 and one million peole were slaughtered during the purge, with 70.000 others imprisoned or forced into exile.


Dalam tulisanku kutipan dari buku Barack Obama lebih panjang, yaitu sbb:

.. . . The principal leader of the independence movement, a charismatic, flamboyant figure Sukarno, became Indonesia's first president.


Sukarno proved to be a major disappointment to Washington. Along with Nehru of India and Nasser of Egypt, he helped found the non-aligned movement, an effort by nations newly liberated from colonial rule to navigate an independent path between the West and the Soviet bloc.

Indonesia's Communist Party, although never formally in power, grew in size and influence.


Sukarno himself ramped up the anti-Western rhetoric, nationalizing key industries, rejecting U.S. Aid, and strengthening ties with the Soviets and China. With U.S. Forces knee-deep in Vietnam and

the domino theory still a central tenet of U.S. Foreign policy, the CIA began providing covert support to various isnurgencies inside Indonesia, and cultivated close links with Indonesia's military officers, many of whom had been trained in the Unites States. In 1965, under the

leadership of General Suharto, the military moved against Sukarno, and under emergency powers began a massive purge of communist and their synpathizers. According to estimates, between 500.000 and one million peole were slaughtered during the purge, with 70.000 others imprisoned

or forced into exile.
American Dream. Canongate.Edinburgh.London.New York.Melbourne, -- pages

272-273. First published in the US in 2006 by Crown Publishers, New York>


* * *


Lebih banyak yang dikutip dari buku Barack Obama tsb dengan maksud agar menjadi lebih jelas, mengapa Amerika Serikat saat itu mensubversi Republik Indonesia. Yaitu karena Amerika, bertolak dari strategi 'Perang Dingin', tidak mentolerir Indonesia di bawah Presiden Sukarno menempuh politik luanegeri bebas aktif. Kemudian Indonesia semakin dekat dengan Sovyet dan RRT. Saat itu Amerika itu sedang 'sibuk' dengan perang agresinya di Vietam. Politik luar negeri AS berlatar-belakang ideologi 'teori domino'. Teori domino' menganggap, bila satu negeri berubah jadi Komunis, maka, negeri berikutnya akan jadi Komunis pula. Seperti berjatuhannya kartu-kartu domino.


Buku Barack Obama yang ia tulis dalam tahun 2006, sungguh patut dibaca. Mengingat penulisnya, Barack Obama, sekarang ini adalah Presiden Amerika Serikat. Maka, kebijakan dan politiknya kiranya tak akan jauh dari pemikiran yang diuraikannya di dalam bukunya sebelum ia jadi Presdien. Buku Obama, mengandung banyak informasi dan pelajaran. Ia menuliskan bagaimana, ia sebagai aktivis masyarakat, kemudian jadi anggota Congres, selanjutnya anggota Senat AS. Dari bukunya bisa ditelusuri fikiranya mengenai AS, Afrika, khususnya Kenya (negeri asal bapaknya), soal dunia dan INDONESIA. Mengenai Indonesia di dalam bukunya itu terdapat paling sedikit 11 halaman. Kemungkinan besar karena Obama pernah tinggal di Indonesia. Peminat politik, pekerja media, politisi dan aktivis demokrasi dan HAM Indonesia kusarankan untuk membacanya.


Lain kali akan kutanggapi buku Barack Obama tsb. * * *

No comments: