Saturday, July 18, 2009

Kolom IBRAHIM ISA - WAWANCARA DNG RADIO NEDERLAND, 18 MEI 09

Kolom IBRAHIM ISA *)

Rabu, 20 Mei 2009

-----------------------------


SEKITAR KOALISI MEGA – PRABOWO


Pagi hari Senin, 18 Mei yang lalu, melalui tilpun di rumah, suara seorang wanita, memperkenalkan dirinya sebagai Fedi, atau lengkapnya Fediya Andina dari Radio Nederland. Ia bertanya apakah aku bersedia ditanyai pendapatku oleh Radio Nederland, mengenai perkembangan terakhir di Indonesia. Maksud kongkrit pertanyaan yg akan diajukan ialah sekitar pencalonan Megawati Sukarnoputri, Ketua Umum PDI-P sebagai capres untuk pemilihan presiden yad, -- dan Prabowo Subianto, Ketua Umum Gerindra, sebagai cawapresnya dalam pemilihan presiden yad.


Fikirku, ini memang masalah aktuil dan sedang hangat dibicarakan oleh media dan berbagai fihak. Tidak heran, Radio Nederland ingin memberitakan bagaimana pendapat seorang Indonesia di negeri Belanda mengenai kasus ini. Dalam Kolom Ibrahim Isa, tertanggal 09 April, berjudul APAKAH PEMILU KALI INI, SUDAH BENAR-BENAR DEMOKRATIS, sudah kucoba beberkan pendapatku sekitar masalah pemilu 2009. Intinya pemilu-pemilu yang diadakan sejak Reformasi, masih jauh dari benar-benar demokratis. Salah satu faktor yang menyebabkannya ialah masih adanya larangan terhadap pelbagai parpol. Antara lain yang terpenting larangan terhadap PKI, Masyumi, PSI dan Partai Murba. Pelarangan terhadap parpol-parpol tsb di masa lampau, tidak melalui proses hukum, yang adil, transparan dan benar. Khususnya larangan terhadap PKI. Lebih gawat lagi, sesudah itu dilakukan kampanye pembunuhan masal terhadap anggota-anggota PKI, yang dituduh PKI, simpatisan dan yang dianggap pendukung PKI.


Selama Tap MPRS No XXV/1966 yang melanggar UUD-RI dan Hak-hak Demokrasi, -- tidak dicabut, -- selama para korban pelanggaran HAM beserta keluarga mereka, khsusunya korban pelanggaran HAM terbesar pada Peristiwa Pembuhuhan Masal 1965, -- BELUM DIREHABILITASI hak-hak kewarganegaraan dan hak-hak politiknya, beserta belum dipulihkannya nama baik mereka, selama itu pula, tak ada demokrasi yang benar di negeri kita. Selama itu pula kapanpun pemilihan umum diadakan, -- pemilihan umum tsb bukan pemilihan umum yang sudah benar-benar demokratis.


* * *


Memang mengenai sandingan Megawati sebagai capres dan Prabowo Subianto, cawapres dalam pemilu yad belum ada tulisanku, karena hal itu adalah perkembangan belakangan.


Aku diberi waktu lima menit saja untuk siap-siap. Secepat kilat kususun dalam fikiran apa yang hendak kukatakan dengan terus terang dan jelas kepada Radio Nederland, untuk disiarkan ke publik Indonesia, bagaimana bunyi salah satu pendapat orang Indonesia di negeri Belanda terhadap koalisi PDI-P -- Gerindra tsb.


Berikut ini adalah Transkrip lengkap wawancara wartawan Radio Nederland tsb yang berlangsung melalui tilpun pada pagi hari, tanggal 18 Mei 2009.


*) Ibrahim Isa adalah seorang publisis

Sejak 2002, Sekretaris Wertheim Stichting, Amsterdam.


Sekitar KOALISI MEGA-PRABOWO.

Transkrip – Wawancara dengan RADIO NEDERLAND, , 18.05. '09.


Radio Nederland (RN):

Hallo!

Ibrahim Isa:

Ya!

RN:

OK! Selamat pagi ya pak!

Ibrahim Isa:

Selamat pagi. Saya bicara dengan siapa ini?

RN:

Dengan Fediya Andina.

Ibrahim Isa:

Dari Radio Nederland, ya?


* * *


RN:

Ya. Pak Ibrahim Isa, kan, juga mengikuti perkembangan di Indonesia, ya Pak?


Ibrahim Isa:

Ya, selalu!


RN:

Bapak mengetahui bawa Ibu Megawati itu akhirnya bersanding dengan Prabowo Subianto


Ibrahim Isa:

Apa ini sudah pasti, ya?


RN:

Pasti! Bagaimana ini menurut Bapak. Seorang anak Sukarno yang sebenarnya bergabung dengan musuhnya, boleh dibilang, Pak.


Ibrahim Isa:

Ya, sejauh mana itu musuhnya. Boleh saja dikatakan begitu.

Mengenai Megawati sendiri, tentu, seperti yang sudah kita dengar, banyak menyatakan bahwa, Megawati itu, biologis saja anaknya Bung Karno. Secara ideologis tidak begitu.

Itu suatu keterangan ia tidak bisa dikaitkan dengan masalah, apakah setia atau

pengikut atau tidak dari bapaknya, ya.

Itu satu.

Kedua: Kenyataan ini menunjukkan, bahwa, pendanaan dalam pemilu, terutama sekarang ini, masalah dana merupakan faktor yang berat sekali. Hal ini dipertimbangkan betul oleh macam-mcama partai yang mau menang dalam pemilihan ini.

Ketiga: Koalisi itu dengan siapa saja bisa terjadi. Karena, seperti juga banyak komentar dari berbagai kalangan, sebetulnya partai-partai yang tidak berdasarkan agama, tidak jelas perbedaan ideologi dan programnya. Sehingga kemungkinan koalisi itu bisa saja terjadi.


RN:

Jadi Bapak bilang, Megawati itu biologisnya saja Sukarno, tidak ideologinya.


Ibrahim Isa:

Memang banyak dikatakan demikian.


RN:

Tapi dia justru tampil ke depan , sebagai anak Sukarno, sebagai penerus cita-cita Sukarno.


Ibrahim Isa:

Itu hanya belakangan saja! Permulaan tidak. Karena, sekarang ini, mungkin karena ada faktor-faktor seperti masuknya Sudjatmiko dan kawan-kawannya ke PDI-P. Kalau dalam hal ini, Sudjatmiko secara ideologis dan programatis, itu lebih dekat dengan ide-ide dan konsep Bung Karno. Dibanding Ketua Umum PDI-P, Megawati, ya.


RN:

Kalau saya boleh bilang, ya, Bapak sebagai salah satu orang yang terhalang pulang dalam tanda kutip. Bagaimana menurut pandangan Bapak dalam pemilihan presiden kali ini. Dua dari calonnya itu menggandeng orang-orang yang tidak beres latar belakangnya. Melanggar hak-hak azasi manusia.


Ibrahim Isa:

Betul, Anda tegas sekali, ya! Yang Anda maksudkan itu, Wiranto dan Prabowo, ya?


RN:

Ya, betul!


Ibrahim Isa:

Yah, bagi saya itu, memang hal yang sulit diterima. Bahwa orang yang begitu terlibat dengan masalah-masalah kekerasan terhadap rakyat sendiri, itu bisa menduki jabatan tinggi demikian. Andaikata dia berhasil. Sulit untuk diterima itu!


RN:

Apa pemikiran di belakanganya, menurut Bapak.


Ibrahim Isa:

Kalau dilihat secara politis, antara PDI-P dengan Gerindra, dari pernyataan-pernyataan politiknya, memang ada kesamaan bahwa, dari segi mempertahankan RI atas dasar UUD, mempertahankan persatuan, dan melawan, apa namanya, usaha mensyariatkan Republik Indonesia ini, menjadikan RI, Republik Syariah Islam, ada kesamaan kedua partai ini. Kemudian, dari segi konsep ekonomi, yang merakyat, begitulah, yang populis, katakanlah yang Marhaenis, atau mirip-mirip sosialis, begitu, memang ada kesamaan.



Kalau dari segi habitat, Prabowo itu habitatnya itu orang-orang PSI, Partai Sosialis Indonesia. Bapaknya sendiri adalah salah seorang tokoh besar dari PSI. Jadi qua habitat itu pandangan-pandangan ekonominya, ekonomi kerakyatan, atau ekonomi sosialis, tidak asing kiranya bagi Prabowo. Mungkin lebih dekat terbanding dengan orang-orang PDI-P. Ekonomi marhaenis atau sosialis begitu. Bagi saya itu tidak heran, dari segi itu.


RN:

Yang Bapak herankan?


Ibrahim Isa:

Itu watak. Tokok-tokoh itu terlibat, meskipun belum dibuktikan secara juridis. Terutama Prabowo. Dia kembali lagi dan tidak diperkarakan, tokh? Tetapi secara umum, secara pengetahuan masyarakat, mereka terlibat dengan kekerasan. Jadi, sulit itu menerima satu pemimpin yang demikian.


RN:

Apakah menurut Bapak, rakyat Indonesia itu, melupakan atau tidak mau tau, tidak peduli, atau memang, bagaimana?


Ibrahim Isa:

Rakyat itu macam-macam pandangannya. Sesuai dengan kedudukannya, ya. Kalau rakyat yang umum, itu sebagian yang tidak kecil sudah bosan sebetulnya. Maka kalau dikatakan golput itu mendapat pasaran, atau mendapat dukungan, mengambil sikap golput, tidak ikut dalam pemilih, itu juga bisa difahami.


Tetapi di lain fihak, partai-partai yang aktif dalam pemilihan umum seperti partai PDI-P dan Golkar, juga Partai Demokrat meskipun baru terbentuk punya kekuatan, itu juga aktif untuk membawa pandangan masyarakat, atau pandangan rakyat ke arah pendiriannya. Rakyat itu pada suatu ketika, tidak akan anblok menjadi golput. Mereka akan menentukan pilihannya. Mereka juga mengerti baik dengan SBY , dengan Mega, dengan Jusuf Kala, itu mereka sudah ada pengalaman.

Saya percaya, satu ketika, rakyat itu sendiri, tentu tidak semua, akan menentukan pilihannya.


RN:

Bagaimana menurut Bapak di Belanda sendiri. Pandangan teman-teman Bapak misalnya.


Ibrahim Isa:

Saya harus tegaskan, saya tidak bisa bicara atas nama mereka, ya. Mereka punya pandangan yang berbeda-beda. Tidak sedikit yang memahami bahkan, berpendapat, memang lebih baik golput saja. Tetapi sebagian besar yang belum memiliki paspor, dan belum bisa kembali, karena kedudukannya sebagai orang yang dicabut paspornya, berfikir: Yah kita liat saja, kita liat saja. Jadi, siapapun yang akan terpilih, tidak akan menaruh harapan apa-apa. Ini bagaimanapun harus dilalui.


RN:

Tetapi, apakah mereka tidak melihat ini justru sebagai suatu proses yang justru balik lagi ke belakang, begitu?


Ibrahim Isa:

Dari satu segi, ada proses kemunduran itu. Tetapi, dari segi lain itu juga, merupakan, apa namanya itu, ya, merupakan gugahan untuk lebih banyak berfikir. Saya lihat di kalangan masyarakat Indonesia, maupun di kalangan mahasiswa, itu secara teratur diadakan pertemuan-pertemuan untuk membicarakan, masalah politik dalam negeri. Sebentar lagi juga akan membicarakan masalah pemilu. Ya, suatu pertemuan yang banyak peminatnya, kana diadakan oleh JKI. JKI itu adalah Jaringan Kerja Indonesia. Kebanyakan terdiri dari para mahasiswa.


RN:

Dan bagaimana menurut Bapak sampai sekarang, apakah mereka berfikir ini adalah suatu jalan demokrasi atau suatu langkah yang bagaimana. Bagaimana ini.


Ibrahim Isa:

Perkembangan itu, saya bilang lagi ya, pendapat ini di berbagai lingkungan tidak sama. Tapi ada kesamaan. Yaitu: bahwa biar bagaiamanapun, kalau kita memang ingin menempuh demokrasi, menempuh jalan menjadikan negara ini negara yang betul-betul konstitusionil dan negara hukum, maka perkembangan ini, tak bisa tidak harus dilalui.


Bagaimanapun harus dilalui!


RN:

Ya, nanti akan tiba saatnya, akan ada tahap yang berikutnya., begitu,


Ibrahim Isa:

Ya, tahap yang berikutnya. Banyak yang menyatakan, memang dalam parlemen yad ini, bukan tidak mungkin banyak orang-orang muda, dan juga ada orang-orang yang ada kemauan baik. Karena pemilihan sekarang ini, kan, tidak semata-mata partai. Orang tokh, yang dipilih. Pemilihan untuk parlemen tokh.


RN:

Pemilihan presiden itu nanti, memang tokoh yang dipilih, jadi orang.


Ibrahim Isa:

Tapi parlemen juga begitu, kan? Yang dicontreng adalah namanya, bukan tanda gambar partai. Namanya. Jadi, bukan mustahil, bahwa, akan duduk di parlemen orang-orang yang ada kemauan baik, begitu. Tetapi, tidak bisa bersandar pada mereka itu.

Jadi, bagaimana? Harus mengembangkan aksi-aksi yang ekstra-parlementer. Tetapi yang tidak melanggar undang-undang. Ekstra parlementer yang menggugah masyarakat luas.


RN:

Dan itu yang dilakukan oleh banyak orang di Belanda sini. Jadi mereka melakukan aksi-aksi yang menggugah. Supaya berfikir politik yang lebih luas.


Ibrahim Isa:

Ya! Aksi-aksi itu, antara lain mengadakan seminar, pertemuan, dan semacam itulah. Yang bertentuk tukar fikiran. Mengundang orang-orang tertentu, tokoh-tokoh dari Indonesia dari kalangan aktivis. Jadi juga berusaha mempengaruhi fikiran yang berkembang di Indonesia sekarang ini.


RN:

Bagaimana tanggapan Bapak, banyak fihak yang mengatakan di Indonesia, bahwa kita sebanyak mungkin bersuara, agar rakyat mengetahui yang akan mereka pilih itu siapa. Latar belakangnya apa, dan apa yang telah mereka lakukan. Misalya, apa yang dilakukan oleh Suciwati, itu yang jelas-jelas menolak Prabowo, begitu.


Ibrahim Isa:

Jadi, banyak fikiran ini, sejalan dengan itu. Sejalan dengan fikiran menyoroti dan mengungkap terutama tokoh-tokoh seperti Wiranto dan Prabowo itu.


RN:

Jadi, memberi pelajaran, ya Pak?


Ibrahim Isa:

Bagi saya sendiri ini juga sesuatu hal yang tidak bisa dikatakan negatif. Sebab, kalau kita betul-betul ingin masuki alam kegiatan perjuangan demokrasi, harus melalui jalan ini. Begitu!


RN:

Pak Ibrahim Isa, terima kasih banyak, atas tanggapannya.


Ibrahim Isa:
Ya, sama-sama. Semoga anda sehat dan sukses dalam pekerjaan.


RN:

Pak, terima kasih banyak.


Ibrahim Isa:

Mari.

No comments: