Saturday, July 18, 2009

Kolom IBRAHIM ISA - MENTRAPKAN AJARAN-AJARAN BUNG KARNO

Kolom IBRAHIM ISA

Kemis, 04 Juni 2009

-----------------------------


MARI BERUSAHA MEMAHAMI DAN MENTRAPKAN

AJARAN-AJARAN BUNG KARNO



Suatu gejala yang menggembirakan belakangan ini, ialah semakin banyaknya tulisan dan ucapan yang mengingatkan kita semua, pada AJARAN BUNG KARNO. Banyak usaha dilakukan untuk menjelaskan apa itu ajaran-ajaran Bung Karno. Apa itu PANCASILA, ajaran Bung Karno yang programatis dan visionair. Apa itu ide Bung Karno mengenai persatuan bangsa dan kesatuan negeri dari Sabang sampai Merauké. Apa itu mempersatukan semua kekuatan nasional yang terdiri dari kaum nasionalis, Islam dan Marxis.


Berbagai kegiatan sekitar Hari Ultah Bung Karno, diambil positifnya, bermaksud, bukan sekadar formalitas belaka, atau lamis-lamis di bibir saja. Bukan pula ikut-ikutan saja memperingati Hari Ultah Bung Karno. Tidak, maksudnya tidak ikut-ikutan saja. Tetapi, untuk benar-benar menggali kembali ajaran Bung Karno. Berusaha memahami kemudian mentrapkannya.


Perhatian dan keinginan menyelami kembali ajaran-ajaran Bung Karno, memperoleh inspirasi dan pegangan serta penyuluh untuk bangsa dan negeri, -- itu semua erat kaitannya dengan situasi bangsa dewasa ini. Yang tidak menggembirakan. Bahkan terkadang memilukan. Terutama yang menyangkut nasib dan peri-kehidupan rakyat kecil, yaitu jumlah terbesar bangsa kita. Melihat perkembangan situasi dari hari ke hari, hati menjadi gundah khawatir. Menyakasikan berbagai cara yang digunakan para elite politik dan pelbagai parpol dalam berkampanye selama pemilu caleg yang lalu yang diteruskan dalam kampanye pilpres.


Ketika membicarakan masalah ekonomi neo-liberisme yang sedang gencar disoroti belakangan ini, dikemukakan hasil studi dan analisis bahwa malapetaka yang diderita Indonesia dewasa ini adalah akibat kebijakan ekonomi Orba yang ternyata fatal. Ditunjukkan bahwa Orba membangun negeri dan bangsa, dengan sepenuhnya bersandar pada 'bantuan', pinjaman dan 'grants' dari luarnegeri. Garis umum pembangunan ekonomi Orba, sepenuhnya bersandar pada IMF, World Bank, dan bank-bank berduit lainnya di luar negeri. Kebijakan Orba yang fatal tsb, dulu diuar-uarkan sebagai 'win-win solution'. Karena, demikian dikatakan, dengan bantuan luar negeri, serta membuka pasaran dalam negeri serta kesempatan penanaman modal asing, Indonesia, demikian dikampanyekan, akan memperoleh kesempatan 'terbaik' untuk membangun ekonomi negeri. Tambah lagi dengan memberikan konsesi besar-besaran serta membuka lebar-lebar sumber kekayaan bumi dan laut negeri untuk dieksploitasi oleh perusahaan-perusaan asing. Kebijakan pembangunan Orba ini ternyata mengakibatkan dikuras habisnya kekyaan bumi dan laut Indnesia oleh perusahaan-perusahaan raksasa asing.


Kebijakan pembangunan ekonomi Orba, merupakan pelaksanaan dari konsep 'pembangunan' versi IMF dan World Bank, yang mereka sodorkan bagi negeri-negeri dunia ketiga. Konsep tsb nyatanya hanya mendatangkan keuntungan berlimpah-limpah bagi kaum kapital monopoli, bagi perusahaan-perusahaan asing. Di dalam negeri memberikan 'kemakmuran' dan kemewahan bagi sementara petinggi militer, birokrasi dan lapisan atas masyarakat. Sedangkan rakyat kecil masih tetap hidup di bawah garis kemiskinan. Kecuali membebankan kas negara dan rakyat dengan hutang luarnegeri sekitar 150 milyar USD, kebijakan ekonomi Orba tsb, melahirkan prakek KKN yang subur, menjadikan budaya korupsi merajalela dari atas sampai ke bawah. Menjadi suatu praktek yang sudah MEMBUDAYA.


Siapa yang tidak menyaksikan, -- begitu gampangnya para elite politik, yang baru maupun yang lama berjubah baru, menyebar janji. Memikat rakyat, dan . . . . bergelimang dengan cara-cara 'money-politics'. Tujuannya satu: untuk merebut suara pemilih sebanyak mungkin. Sebenarnya, di bawah sistim demokrasi, pemilu dan kampanye pemilu adalah wajar dan merupakan salah satu elemen demokrasi. Dengan syarat, kampanye dan pemilu itu dilakukan secara wajar, jujur, menurut aturan hukum, serta sesuai etika politik demokrasi. Namun, yang kita lihat dan ikuti selama ini, adalah di luar kewajaran. Mereka-mereka itu tidak sega-segan untuk kesekian kalinya menghamburkan banyak uang dan janji-janji pemilu dan pilpres, tapi, yang tak pernah akan dilaksanakannya.


Belakangan ini, negeri kita untuk kesekian kalinya kena terjang krisis moneter dan finansil dunia kapitalis. Suatu krisis yang dimulai di Amerika, melanda Eropah dan Asia kemudian menerjang Indonesia. Saat ini keadaan ekonomi dan keuangan Indonesia masih dalam keadaan mencemaskan. Belum ada tanda-tanda yang nyata dan hakiki, bahwa, negeri ini sudah lepas dari dampak krisis kredit dan krisis moneter global. Mungkin juga karena keseleo omong, SBY baru-baru ini saja, sampai terucap bahwa Indonesia dewasa ini sudah 'broke'. Menuruti bahasa Jakarta, artinya -- Indonesia sudah 'boké'.


Situasi ekonomi negeri kia, sampai detik ini, samasekali belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Jangan lagi dikatakan dimulainya suatu proses pembangunan ekonomi nasional yang berorientasi pada kemakmuran merata bagi rakyat. Janji-janji hendak melaksanakan 'ekonomi-rakyat', sejak berdirinya pemerintah pasca-Reformasi, sampai sekarang ternyata hanya tinggal janji saja.


* * *


Lapisan luas cendekiawan, media dan politisi sedang sibuk mencari-cari, jalan mana yang mau ditempuh negeri ini selanjutnya. Bagaimana bunyinya konsep pembangunan dan konsolidasi Republik Indonesia, yang lebih sesuai dengan syarat-syarat di Indonesia, dan sesuai dengan amanah yang tertera dalam UUD RI. Tampak ada kesibukan memikirkan konsep mana yang paling baik dan sesuai untuk memulai pembangunan ekonomi yang berorientasi pada kepentingan nasional, pada rakyat kecil.

Telah diungkap dan dianalisis pula apa itu neo-liberalisme, yang dianggap merupakan sumber malapetaka ekonomi Indonesia sekarang ini. Neo-liberalisme yang diartikan, ketergantungan Indonesia pada luar, pada modal asing, pada IMF dan World Bank, pada pinjaman dari negara-negara 'maju' seperti AS, Jepang, Eropah Barat, dll negeri-negeri yang mempraktekkan sistim ekonomi kapitalis mondial. Ditegaskan pula keharusan pemerintah Indonesia dengan tegas menolak syarat-syarat 'bantuan' dan 'penanaman modal' yang disodorkan oleh fihak luar, sebagai syarat kesediaan mereka berbisnis dengan Indonesia.


* * *


Bila ditelaah secara jujur, sejak Presiden Sukarno menjadi kepala pemerintahan, yang sesuai dengan UUD RI 1945, beliau samasekali belum diberi kesempatan yang cukup untuk memusatkan perhatian pada pembangunan ekonomi Indonesia. Negeri dan bangsa dihadapkan pada strategi 'Perang Dingin' fihak Barat, yang menggiring negeri-negeri dunia ketiga untuk menjadi pion-pion dalam pelaksanaan 'Perang Dingin'. Imperialisme dan kolonialisme sangat giat merongrong RI dengan cara memcetuskan gerakan separatis yang dilanjutkan dengan pemberontakan PRRI dan Permesta. Selanjutnya Indonesia dihadapkan pada tugas nasional untuk membebaskan Irian Barat dari sisa-sisa kolonialisme Belanda di Indonesia. Itu semua memerlukan banyak dana yang harus diambil dari kas negeri. Di lain fihak kaum imperialis dan kolonialis berusaha keras untuk menggulingkan Presiden Sukarno dengan cara-cara yang biasa digunakan oleh CIA.


Namun, Presiden Sukarno tokh berhasil menyusun suatu konsep pembangunan ekonomi nasional yang berdikari dan berorientasi pada kepentingan seluruh rakyat, yang dikenal dalam konsep DEKON – Deklarasi Ekonomi. Konsep pembangunan yang disusun demi menciptakan suatu ekonomi nasional yang kuat dan makmur, sayang, tak sempat dilaksanakan.


Penyebabnya ialah KUDETA MERANGKAK' Jendral Suharto, yang akhirnya berhasil menggulingkan pemerintahan Presiden Sukarno, memenjarakan beliau sampai akhir hidupnya.


* * *


Dengan demikian, dalam usaha mencari konsep pembangunan ekonomi nasional yang berdikari dan merakyat, seyogianya, bermanfaat mempelajari kembali apa yang tertera dalam konsep pembangunan ekonomi DEKON.


Menggalakkan mempelajari kembali ajaran-ajaran Bung Karno, pada tempatnya, untuk menyimak kembali konsep pembangunan ekonomi DEKON, yang dirumuskan dan disahkan oleh pemerintahan Presiden Sukarno. Suatu rencana pembangunan ekonomi yang pertama-tama dan terutama berdasarkan kekuatan dan kemampuan sendiri, tanpa menolak faktor luar yang saling menguntungkan. Suatu pembangunan ekonomi yang terutama dan pertama-tama dilakukan dengan bersandar pada kekuatan sendiri.


Kiranya ini adalah salah satu cara yang baik untuk memperingati HARI ULTAH BUNG KARNO, 06 Juni 2009, lusa.


* * *


No comments: