Saturday, May 11, 2013

IBRAHIM ISA
Kemis, 09 Mei 2013
--------------------------

SEKITAR PERJALANAN MAY SWAN KE EROPAH


-------------------------------------

May Swan Dear,

Saya ikuti sejak semula tulisan-tulisan May Swansekitar perjalanan ke Eropah. Menarik, menarik, dan menarik.
May memang pandai berceritera. Pada akhir setiap tulisan selalu kita dibikin kecewa, karena tulisan itu
berhenti di situ.

Nah, kali ini ceritera Maymerupakan suatu k e s i m p u la n kecil mengenai perjalanan ke Eropah. . . lagi-lagi menarik dan santai dibaca,
Pokoknya enak dibaca dan memberikan masukan yang jugamenarik tentang kesan-kesan umum negeri-negeri
yang dikunjungi.

Yang juga menarik dan menggelitik danbikin sementara pembaca juga 'garuk-garuk kepala, meskipun tidak gatal',
ialah pengalaman tentang "mesin computer yang menggantikan pekerjaan buruh", di sebuah hotel di Perancis. Lalu, tanya May, bagaimana
dengan pejuangan kaum buruh selanjutnya? Kirta-kira begitulah, May melemparkan suatu bahan
pemikiran secara "sambil lalu" dan sederhana, tetapi justru merupakan soal besar dalam perjuangan kaum
buruh untuk perbaikan nasib, dewasa ini.

* * *

Bukan karena putri kami sekeluarga sekarang ini adalah warga-negara Jerman, . . . . saya pertanyakan
kesan May mengenai oprang-orang Jerman yang tidak seramah orang Inggris. Sementara
suara menyatakan bahwa orang Inggris itu agak 'sombong' . Mereka sering bilang orang Inggris tidak
perlu belajar bahasa asing lain. Karena bahasa Inggris adalah 'bahasa dunia'.

Saya punya teman-teman asing, antara lain orang Inggris dan Jerman. Kesan saya . . . kalau'sudah dekat',
semua mereka ramah, sopan dan amat bersahabat . . . . khususnya mereka yang progresif . . Yah, lagi-lagi ini kesan . . . May.

* * *

May, belum ceritera bagaimana dengan orang Turki? Murti dan saya sering makan di restoran Turki. Mereka
sangat ramah, dan bangga dengan ke-TURKI-ANNYA, meski menyandang paspor Belanda. Dulu kata teman Turki itu,
orang Turki banyak yang pada keluar cari kerja. Sekarang banyak orang luar berdatangan ke Turki mencari kerja. Artinya
Turki sekarang ini meningkat kemakmurannya. Menarikpembicaraan dengan seorang supir taxi orangTurki.
Dalam suatu percakapan supir Turki itu menyatakan: Dulu kami memang ingin jadi anggota Uni Eropah.
Sekarang "enggak paté-en". Tak perlumasuk Uni Eropah. Mereka sedang dilanda krisis. Lihat Junani, Spanyol,
Itali .. .. hampir bangkrut. Sedangkan Turki ekonominya tumbuh dan berkembang terus.
Hidup Erdogan, katanya.

* * *

Sering menulis yang pendek-pendek dan padat . .. seperti yang sering May lakukan sungguh bagus.

Mengenangkan buku-buku yang ditulis May selama ini, saya fikir

MAY INI ADALAH DUBES BERKELILING, memperkenalkan Indonesia dimana-mana, mesk tidak pernah dibenum oleh pemerintah RI

* * *

Sampai sini dulu. Salam hangat dan sampai jumpa lagi di internet dan siapa tahu . .
May akan sekali lagi mengunjungi Eropah .


Amsterdam,

I. Isa

Op 9-5-2013 6:38, Chalik Hamid schreef:
> SURAT DARI SINGAPUR
>
> === PERJALANAN ===
>
> BY
>
> MAY SWAN
>
> Duduk santai berbaring di private compartment dalam pesawat SIA,
luas, nyaman, bersebelahan dengan compartment tidur, dengan ramah ditawari berbagai layanan, dari hot towels, minuman, snacks hingga hidangan full course dinner yang dapat dipilih dari dinner menu, baru terasa sudah berada dalam alam perjalanan. Perjalanan yang dipilih sendiri.
>
> Dikelilingi dengan berbagai kemudahan fasilitas, tapi pikiran hanya
fokus kepada empat belas jam perjalanan terbang yang sedang menunggu. Empat belas jam baru akan tiba di Frankfurt, Jerman; tapak pertama dalam lima minggu perjalanan ke Eropa dari bulan Maret hingga bulan Mei 2013.

> Setibanya di Frankfurt setangkai mawar merah dan senyum ramah dari
wajah tampan sosok tinggi gagah special datang jauh dari Stockholm menjemput ketibaanku di bandara. Kehangatan pertemuan berhasil menantang angin malam dingin menggigil menyerang seluruh tubuh.
>
> Dengan mobil sewaan sepanjang malam menyelusuri jalan highway Jerman
terkenal panjang lurus, luas, teratur dan tak terbatas laju bagi kendaraan. Sinar lampu di sepanjang jalan raya menerangi alam kelam disekitar. Lalu lintas kendaraan, terlebih pula kendaraan industry berat pengangkut containers tampak bersimpang siur walaupun hari sudah larut malam, mencerminkan ekonomi Jerman berjalan sehat diantara Euro zone yang mengalami krisis.
>
> Malam pertama nginap di Roermond, berdekatan dengan designer outlet
center. Sebagai orang Singapur tentunya sangat tertarik dengan kesempatan jalan jalan shopping melihat designer goods di luar negeri, membandingkan harga dan barang branded yang terdapat di tempat.
>
> Hari hari sesudahnya berada di Amsterdam, bertemu dengan teman teman
lama dan baru, antaranya: Siauw Maylie dan Burhan. Ibrahim Isa, Chalik Hamid, K. Soelardjo, Djie Kiong Hoo, Sungkono dan para isteri masing masing. Curahan hangat persahabatan berupa sebuah kenangan yang melekat dalam sanubari. Dengan penuh harapan persahabatan akan tumbuh berkembang selalu.
>
> Pada tanggal 31 Maret 2013, YSBI (Yayasan Sejarah dan Budaya
Indonesia) mengadakan undangan bagi umum menghadiri acara buku May Swan memperkenalkan dua novel bahasa Inggeris terbaru: “Montmartre In Bondowoso” dan “Sons And Daughters Of Bangka.” Acara diadakan di Gedung De Schakel, Diemen, beberapa kilometer di luar kota Amsterdam. Panel of discussion terdiri dari Ibrahim Isa sebagai pembedah buku, Chalik Hamid sebagai moderator dan May Swan sendiri melayani tanya / jawab dari para hadirin. Acara dibuka oleh K. Soelardjo sebagai pemimpin YSBI. Atas bantuan teman teman, terutama hubungan network dari Djie Kiong Hoo dan Bertha isterinya, banyak masyarakat Indonesia di luar YSBI turut hadir dalam acara. Suasana cukup meriah. Tercatat 106 hadirin memenuhi ruangan pertemuan. Perlu disebut, pada akhir acara, Asahan Alham mewakili YSBI menyerahkan hadiah kenang kenangan kepada May Swan. Disini, saya ucapkan banyak terimakasih
> atas kehadirannya, juga atas pemberian novelnya berjudul “Perang dan
Kembang” terbitan Pustaka Jaya setebal 484 halaman yang sudah lama saya dengar tapi baru kali ini memilikinya.
>
> Selama di Amsterdam, saban hari dapat undangan makan malam di rumah
para teman, kesempatan yang tentunya kami terima dengan sangat gembira. Yang paling terkesan, di samping hidangan para ibu ibu adalah animated conversation yang mengambil bagian dalam semua pertemuan. Bagaikan aliran listerik yang bersambungan, setelah dipasang langsung menyala. Arus pembicaraan lancar tanpa ada yang mengatur, penuh dengan cerita kejadian di masa lalu, kejadian yang pernah dialami bersama, soal yang dulunya dianggap sangat serious, sekarang terasa ringan bahkan menjadi bahan humor. Agaknya usia telah mendewasakan pandangan. Tapi rasa cinta tanah air tetap berkumandang dalam jiwa, sekalipun menjelma dalam forma yang berlainan.
>
> Lima hari di London, cuaca semakin dingin. Jalan jalan di sekitar
Marble Arch, Piccadilly dan di tempat tempat dimana turis biasa datang seperti Soho dan China Town, tentunya tidak lupa mendatangi Harrods, toko lux yang menjadi lebih tenar karena hubungan Diana dengan Dodi yang tewas bersama dalam sebuah kecelakaan mobil di Paris. Ingin melihat kota kota lain di luar London, naik train ke Wimbledon dan Birmingham. Ketika jalan jalan ke London Bridge suhu tercatat – 4 C. Mantel tebal tidak berhasil menahan serangan angin dingin yang membawa gumpalan salju tipis, melayang di udara lalu jatuh mencair di lantai, membuat jalanan becek dan licin.
>
> Dari London berangkat ke Paris. Dijemput oleh Iba Ruri di stasion
bus. Sayangnya kali ini tidak berkesempatan bertemu dengan Johanna Lederer seperti yang diharapkan, karena kebetulan sekali ia telah berangkat keluar negeri sehari sebelumnya. Sorenya kami berangkat lagi ke Normandie berempat dengan Ninon isteri mendiang Umar Said. Iba yang bawa mobil. Perjalanan mengambil lebih dari empat jam. Sampai di Normandie sudah larut malam, setelah mencari cari, kami memilih Ibis Budget sebuah penginapan kecil namun bersih dan nyaman. Yang paling terkesan, lain dari yang lain, penginapan ini sama sekali tidak ada concierge di counter. Di ruang masuk, semua kosong, tidak ada satu manusia pun disitu. Untuk buka pintu masuk harus pakai credit card, antara lain menyatakan mau menginap berapa malam, mau berapa kamar, mau breakfast atau tidak dan langsung dipotong beayanya dari credit card yang disodorkan ke dalam mesin. Computer telah
> menggantikan tenaga manusia, dalam kasus ini menggantikan karyawan
concierge di hotel counter. Kami berempat yang belum pernah mengalami semua ini tercengang cengang dibuatnya, lalu ketawa terbahak bahak. Rupanya hotel ini telah mampu bikin uang sendiri tanpa bantuan tenaga manusia. Sekiranya konsep ini diperluas dan membudaya, apa mungkin akan merubah ideology dunia mengenai arti penindasan kaum buruh yang kita kenal? Apa arti penindasan itu masih relevant kalau yang dinamakan buruh adalah mesin bukannya manusia? Lalu, apa yang akan dikerjakan oleh manusia? Aakh, ini sudah menjauh dari lingkaran tulisan kali ini. Tapi mungkin teman kita Kiong Hoo dapat menjawabnya?
>
> Hari kedua di Normandie Iba membawa kami ke daerah pantai dimana
tentara sekutu mendarat melawan tentara Jerman dalam WW II, juga melihat tayangan film documentary terdapat dalam teater disitu juga. Setelah itu, sorenya melanjutkan perjalanan ke St. Michel, dan akhirnya ke fortress of St. Malo di Britania sebuah benteng kuno yang dirubah menjadi kota modern penuh dengan toko toko indah dan restoran. Bawa mobil kembali ke Paris, sampai ditempat sudah dini hari. Tidur sebentar di rumahnya Ninon, lalu berangkat ke Stockholm dengan pesawat pagi. Lagi lagi Iba yang mengantar kami ke bandara. Pertemuan kami di Paris kali ini singkat tapi padat. Banyak melihat tempat dan kejadian yang belum pernah kami ketahui, dan semua ini demi bantuan Iba. Disini, saya mengucap Banyak Trimakasih pada Iba.
>
> Acara buku kedua diadakan di Stockholm. Selain para anggota paguyuban
setempat, yang datang turut meramaikan termasuk anak anak muda generasi kedua dari masyarakat diaspora Indonesia di Stockholm. Sekalipun jumlah yang datang tidak seramai di Amsterdam, tapi ruang tamu tuan rumah penuh sesak dengan para hadirin, suasana jauh lebih meriah, terasa sangat intim dan santai bagaikan di rumah sendiri. Mereka datang serombongan bersama sama, suara tawa gembira mendahului mereka sebelum memenuhi ruangan. Semua buku diborong, bahkan ada yang memesan beberapa buku lagi. Penerimaan dan perhatian yang diberikan kepada May Swan sangat mengharukan.
>
> Perjalanan seterusnya ke Turki bagian baratdaya, daerah pertanian dan
perkebunan. Dari tetumbuhan di ladang tampak lahan Turki sangat subur. Dalam delapan hari perjalanan guided tour, banyak waktu dilewati dalam perjalanan. Menginap di sebuah hotel di kota Antalya, lalu pindah ke kota Pamukka, dari situ naik kapal river boat melintasi Sungai Manavgat, dan berhenti di pantai Laut Mediterranean. Banyak yang terjun berenang, menikmati terik panas matahari dengan suhu 36 derajat C. Aku tidak. Dari situ dibawa ke daerah Hierapolis dimana terdapat banyak puing puing sejarah, termasuk jembatan kuno warisan pendudukan Roma. Kesan keseluruhan mengenai Turki cukup bersih, aman dan teratur, sekalipun tidak mewah. Dimana mana tidak pernah nampak adanya kemiskinan, seperti yang terdapat di bagian Itali.
>
> Hari terakhir perjalanan kembali ke Frankfurt, dan berangkat dari
situ ke Singapur.
>
> Secara keseluruhan, sebagai turis dapat pelayanan cukup baik dari
masyarakat setempat, terutama ketika bertanya mengenai direction. Sebagai perbandingan, orang lokal di London sangat bersahabat dan selalu bersedia membantu jika diminta. Kata “Thank you” dan “Excuse me” sangat murah diucapkan dengan senyum di wajah. Sedangkan di Paris ekspresi wajah agak cuek, bahkan tidak ada ekspresi sama sekali, tapi dalam train mereka cukup sopan, anak muda seringkali dengan suka rela memberi tempat duduknya kepada yang lebih tua, sekalipun tanpa mengucapkan kata kata. Orang Jerman lain lagi, bukan saja kaku kelihatannya, tapi juga kaku pembawaannya. Tentunya ini hanya kesan seorang turis yang kebetulan numpang jalan. Tidak dapat dianggap sebagai biblical truth.
>
>
>
>
>

No comments: