*Kolom IBRAHIM ISA*
*Senin, 06 Mei 2013**
--------------------*
Hadir di pelbagai pertemuan orang-orang Indonesia, di mana saja, biasanya di situ dipamerkan atau ada yang membawa buku-buku yang bersangkutan dengan Indonesia. Baik yang baru maupun sudah agak lama terbit. Buku-buku itu pada umumnya mengajukan fakta-fakta sejarah yang selama ini, disembunyikan atau di "black-out" oleh penguasa rezim Orde Baru. Buku-buku tsb biasanya sangat informatif. Kalau kebetulan membawa uang bisa langsung dibeli di situ. Ada yang 10 euro ada yang l5 euro bahkan lebih dari itu, Menurut ukuran Belanda, 10 atau 15 euro tidak mahal untuk buku yang bagus.
Apalagi untuk buku bermutu seperti yang kubeli pada kesempatan ceramah Ita Fetia Nadia di Reigersbos, Amsterdam, kemarin.
* * *
"*SUARA PEREMPUAN KORBAN TRAGEDI '65", oleh Ita Fetia Nadia. Dengan Pengantar dari Prof. Dr Saskia Wieringa. *Itulah buku yang kubeli
kemarin. Buku yang mengungkap hal-hal yang tadinya hanya terdengar atau terbaca sepotong-sepotong. Buku ini baik dibaca dalam rangka memasuki era baru di Indonesia, yaitu *ERA REBUT SEJARAH.*
Pada awal Kata Pengantar oleh Prof Dr. Saskia Wiringa, tertulis sbb:
"| Yanti, seorang dari sepuluh orang perempuan, yang kisah-kisah sedih dan mengerikan mereka telah ceriterakan dalam halaman-halaman buku ini, hanya mempunyai satu keinginan saja sebelum ia mati.
Ia ingin menceriterakan kepada keluarga jenderal-jenderal yang terbunuh di Lubang Buaya pada tahun 1965, bahwa cerita-cerita yang telah beredar, atau dengan sengaja telah diedarkan, tentang kematian mereka itu tidak benar adanya.
Jenderal-jenderal itu tidak mati karena dibunuh oleh perempuan-perempuan muda sambil telanjang menari-nari ditengah malam, tidak dipotong penis mereka dan tidak dicungkil mata mereka. Bagaimana jenderal-jenderal itu dibunuh, dan mengapa, masih tetap merupakan misteri bagi Yanti, perempuan muda belia yang ketika ditangkap baru berumur 14 tahun, dan yang kemudian diperkosa beramai-ramai dan disiksa habis-habisan. Hidupnya telah hancur.
Dipenjara selama sepuluh tahun lebih dan tak pernah diadili. Namun ia teap tidak tahu, apa sebenarnya yang telah terjadi pada bulan Oktober 1965.
Mengapa lebih dari satu juta orang telah dibunuh dengan keji, banyak pula yang dibunuh setelah disiksa hebat? Mengapa berpuluh-puluh ribu orang ditangkap dan ditahan dalam keadaan sebagai 'terlibat' dalam 'peristiwa 1965', berpuluh-puluh tahun hidup di Indonesia sebagai binatang-binatang buruan, menjadi sasaran kebengisan dan nafsu syahwat pasukan militer?
Yanti hanya bisa menarik napas lega, karena ternyata ia masih hidup. Ia salah seorang di antara yang tak banyak jumlahnya, yang masih menemukan sekadar rasa kebahagiaan, kendati dalam keadaan hidupnya yang serba susah."
* * *
Pada cover belakang buku, di bawah tertera kalimat-kalimat berikut ini:
"Kami bukan pembunuh dan pelaku kekerasan terhadap para jenderal seperti dituduhkan selama ini kepada kami. Kami ingin dikembalikan sebagai manusia merdeka dan bermartabat. Bukan karena dendam, tapi agar kekerasan yang pernah kami alami tak terulang pada perempuan Indonesia yang akan datang. Kami berjuang demi perdamaian dan keadilan rakyat Indonesia.
* * *
Buku yang kita bicarakan ini dicetak pertama, oleh Penerbit Galangpers.
Cetakan I, 2007 -- Cetakan II, 2007; Cetakan III, 2008.
Baik kita ikut apa yang ditlis di sampul belakang buku tsb:
"*SUARA PEREMPUAN KORGAN TRAGEDI '65"*
". . . mereka segera menggali lubang selebar sumur.
Kemudian saya mereka tanam berdiri setinggi leher di dalam lubang.
Sebelum meninggalkan saya sendirian di hutan, mereka mengencingi saya."
(Ibu Suparti, aktivis BTI (1965) -- Pelayan Gereja.)
* * *
"Saya tidak ingat lagi, berapa sering saya harus melayani serdadu-serdadu itu.
Apalagi wajah-wajah mereka, sulit saya mengingatnya, saking terlalu sering dan terlalu banyaknya serdadu-serdadu pemerkosa itu."
(Ibu Sudarsi, Aktivis Mahasiwa (1965) -- Penerjemah.
* * *
"Pembantaian dan pemenjaraan massal yang terjadi pasca peristgiwa G30S 1965 merupakan sejarah kelam bangsa Indonesia. Saat itu banjir darah antara pekan ketiga bulan Oktober hingga Desember 1965. Setengah juta rakyat dibunuh tanpa melalui proses pengadilan. Tidak hanya itu.
Ratusan ribu orang dpienjara tanpa proses hukum. Teror dilakukan melalui mitos "Gestok", "PKI" dan "Gerwani". Korban dan anggota korban harus hidup dalam ketakutan dan kebisuan.
"Buku ini merupakan jalan dimana ketakutan dan kebisuan tersebut mesti dikubur. Ita F. Nadia dengn metode /oral history /dalam buku ini berhasil membreikan ruang kepada ibu-ibu yang disiksa dan diperkosa dengan sadis oleh oknum militer dituduh terlibat dalam \G30S krena aktivis Gerwani, BTI dan istri aktivis PKI untuk bertutur tentang apa yang mereka alami.
"Kisahtutur ibu-ibu korban tragedi 1965 dalam buku ini bukan sekadar untuk dimaknai dalam konteks pengalaman korban. Lebih dari itu, untuk memulihkan martabat kemanusiaan mereka dan mengakhiri kekerasan dan diskriminasi di negeri ini. Seperti yang dituturkan oleh Ibu Yanti -- penjual Sayur dan buah yang ditangkap setelah tragedi '65 dengan tuduhn terlibat menyiksa para jendral
-- lewat buku ini mereka ingin mengatakan bahwa mereka bukan pembunh para jenderal, apalagi menyayat-nyayat penis para jendral. Suara ibu-ibu yang terekam dalam buku ini menjadi pelatuk dimana "politik pembisuan sudah harus diakhiri dan martabat mereka sebagai manusia segera dikembaikan.
* * *
*Senin, 06 Mei 2013**
--------------------*
*MASIH SEKITAR *
*CERAMAH ITA F. NADIA Di Reigersbos, Amsterdam*
Hadir di pelbagai pertemuan orang-orang Indonesia, di mana saja, biasanya di situ dipamerkan atau ada yang membawa buku-buku yang bersangkutan dengan Indonesia. Baik yang baru maupun sudah agak lama terbit. Buku-buku itu pada umumnya mengajukan fakta-fakta sejarah yang selama ini, disembunyikan atau di "black-out" oleh penguasa rezim Orde Baru. Buku-buku tsb biasanya sangat informatif. Kalau kebetulan membawa uang bisa langsung dibeli di situ. Ada yang 10 euro ada yang l5 euro bahkan lebih dari itu, Menurut ukuran Belanda, 10 atau 15 euro tidak mahal untuk buku yang bagus.
Apalagi untuk buku bermutu seperti yang kubeli pada kesempatan ceramah Ita Fetia Nadia di Reigersbos, Amsterdam, kemarin.
* * *
"*SUARA PEREMPUAN KORBAN TRAGEDI '65", oleh Ita Fetia Nadia. Dengan Pengantar dari Prof. Dr Saskia Wieringa. *Itulah buku yang kubeli
kemarin. Buku yang mengungkap hal-hal yang tadinya hanya terdengar atau terbaca sepotong-sepotong. Buku ini baik dibaca dalam rangka memasuki era baru di Indonesia, yaitu *ERA REBUT SEJARAH.*
Pada awal Kata Pengantar oleh Prof Dr. Saskia Wiringa, tertulis sbb:
"| Yanti, seorang dari sepuluh orang perempuan, yang kisah-kisah sedih dan mengerikan mereka telah ceriterakan dalam halaman-halaman buku ini, hanya mempunyai satu keinginan saja sebelum ia mati.
Ia ingin menceriterakan kepada keluarga jenderal-jenderal yang terbunuh di Lubang Buaya pada tahun 1965, bahwa cerita-cerita yang telah beredar, atau dengan sengaja telah diedarkan, tentang kematian mereka itu tidak benar adanya.
Jenderal-jenderal itu tidak mati karena dibunuh oleh perempuan-perempuan muda sambil telanjang menari-nari ditengah malam, tidak dipotong penis mereka dan tidak dicungkil mata mereka. Bagaimana jenderal-jenderal itu dibunuh, dan mengapa, masih tetap merupakan misteri bagi Yanti, perempuan muda belia yang ketika ditangkap baru berumur 14 tahun, dan yang kemudian diperkosa beramai-ramai dan disiksa habis-habisan. Hidupnya telah hancur.
Dipenjara selama sepuluh tahun lebih dan tak pernah diadili. Namun ia teap tidak tahu, apa sebenarnya yang telah terjadi pada bulan Oktober 1965.
Mengapa lebih dari satu juta orang telah dibunuh dengan keji, banyak pula yang dibunuh setelah disiksa hebat? Mengapa berpuluh-puluh ribu orang ditangkap dan ditahan dalam keadaan sebagai 'terlibat' dalam 'peristiwa 1965', berpuluh-puluh tahun hidup di Indonesia sebagai binatang-binatang buruan, menjadi sasaran kebengisan dan nafsu syahwat pasukan militer?
Yanti hanya bisa menarik napas lega, karena ternyata ia masih hidup. Ia salah seorang di antara yang tak banyak jumlahnya, yang masih menemukan sekadar rasa kebahagiaan, kendati dalam keadaan hidupnya yang serba susah."
* * *
Pada cover belakang buku, di bawah tertera kalimat-kalimat berikut ini:
"Kami bukan pembunuh dan pelaku kekerasan terhadap para jenderal seperti dituduhkan selama ini kepada kami. Kami ingin dikembalikan sebagai manusia merdeka dan bermartabat. Bukan karena dendam, tapi agar kekerasan yang pernah kami alami tak terulang pada perempuan Indonesia yang akan datang. Kami berjuang demi perdamaian dan keadilan rakyat Indonesia.
* * *
Buku yang kita bicarakan ini dicetak pertama, oleh Penerbit Galangpers.
Cetakan I, 2007 -- Cetakan II, 2007; Cetakan III, 2008.
Baik kita ikut apa yang ditlis di sampul belakang buku tsb:
"*SUARA PEREMPUAN KORGAN TRAGEDI '65"*
". . . mereka segera menggali lubang selebar sumur.
Kemudian saya mereka tanam berdiri setinggi leher di dalam lubang.
Sebelum meninggalkan saya sendirian di hutan, mereka mengencingi saya."
(Ibu Suparti, aktivis BTI (1965) -- Pelayan Gereja.)
* * *
"Saya tidak ingat lagi, berapa sering saya harus melayani serdadu-serdadu itu.
Apalagi wajah-wajah mereka, sulit saya mengingatnya, saking terlalu sering dan terlalu banyaknya serdadu-serdadu pemerkosa itu."
(Ibu Sudarsi, Aktivis Mahasiwa (1965) -- Penerjemah.
* * *
"Pembantaian dan pemenjaraan massal yang terjadi pasca peristgiwa G30S 1965 merupakan sejarah kelam bangsa Indonesia. Saat itu banjir darah antara pekan ketiga bulan Oktober hingga Desember 1965. Setengah juta rakyat dibunuh tanpa melalui proses pengadilan. Tidak hanya itu.
Ratusan ribu orang dpienjara tanpa proses hukum. Teror dilakukan melalui mitos "Gestok", "PKI" dan "Gerwani". Korban dan anggota korban harus hidup dalam ketakutan dan kebisuan.
"Buku ini merupakan jalan dimana ketakutan dan kebisuan tersebut mesti dikubur. Ita F. Nadia dengn metode /oral history /dalam buku ini berhasil membreikan ruang kepada ibu-ibu yang disiksa dan diperkosa dengan sadis oleh oknum militer dituduh terlibat dalam \G30S krena aktivis Gerwani, BTI dan istri aktivis PKI untuk bertutur tentang apa yang mereka alami.
"Kisahtutur ibu-ibu korban tragedi 1965 dalam buku ini bukan sekadar untuk dimaknai dalam konteks pengalaman korban. Lebih dari itu, untuk memulihkan martabat kemanusiaan mereka dan mengakhiri kekerasan dan diskriminasi di negeri ini. Seperti yang dituturkan oleh Ibu Yanti -- penjual Sayur dan buah yang ditangkap setelah tragedi '65 dengan tuduhn terlibat menyiksa para jendral
-- lewat buku ini mereka ingin mengatakan bahwa mereka bukan pembunh para jenderal, apalagi menyayat-nyayat penis para jendral. Suara ibu-ibu yang terekam dalam buku ini menjadi pelatuk dimana "politik pembisuan sudah harus diakhiri dan martabat mereka sebagai manusia segera dikembaikan.
* * *
No comments:
Post a Comment