*Kolom IBRAHIM ISA*
*Minggu, 05 Mei 2013**
----------------------*
*ITA FATIA NADIA: -- REBUT SEJARAH !!*
*Peristiwa 1965 adalah MASALAH POLITIK*
Cuaca cerah dan mentari bersinar penuh hari Minggu ini, memancing penduduk Amsterdam untuk duduk-duduk diluar, bersanta-santai memulihkan tenaga untuk begiat lagi esok harinya. Namun tidak kurang sebanyak 48 orang-orang Indonesia, pria dan wanita, tua dan muda -- merespons undangan Lembaga Pembela Korban 1965 ( LPK'65 ) di negeri Belanda. Bertempat di ruangan rapat Gedung ANBO, Reigersbos -- Amsterdam. Mereka-mereka datang untuk mendengarkan ceramah Ita Fatia Nadia.
Pada umumnya para aktivis pro-demokrasi dan HAM di Indonesia dan orgnasasi sejenis di luarngeri mengenal siapa Ita Fatia Nadia. Ia seorang anggota KomnasHAM Perempuan Indonesia yang senior, tangguh serta amat aktif. Juga produktif dengan buku-bukunya sekitar Peristiwa 65. Salah satu diantaranya adalah "/Suara Perempuan Korban Tragedi '65", dengan Kata pengantar oleh Prof. Dr. Saskia E. Wieringa. Tulisan lainnya adalah "Perkosaan Massal Dalam Rentetan Kerusuhan 1998", dll./
/* * * /
Fokus pembicaraan yang dimulai jam 11.00 pagi dan berakhir jam 17.30, adalah sekitar Tiga Peristiwa Penting dalam perkembangn gerakan HAM di Indonesia dewasa ini,. Hal mana ditandai oleh semakin maraknya perhatian masyarakat dan pembicaraan tiga masalah besar:
1.
Laporan dan Rekomendasi KomnasHAM, 23 Juli 2012,
2.
Film dokumenter Joshua Oppenheimer "The Act of Killing", dan
3.
Edisi Khusus majalah Tempo, sekitar pengakuan para jagal 1965
Seperti diketahui Laporan KomnasHAM yang merupakan hasil optimal KomnasHAM, hakikatny, dianggap sepi oleh Kejaksaan Agung. Di lain fihak, -- para protagonis Pembantaian 1965, sipil dan militer, berusaha keras mencap Laporan KomnasHAM tsb sebagai suatu kebohongan.
Sedangkan nomor khusus majalah Tempo yang mengungkap keterlibatan fihak-fihak sipil dan militer, serta sementara papol dan organisasi yang menyandang misi religius, begiu hendak disebarkan di masyarakat serta-merta "menghilang" secara misterius. Rupanya diborong oleh mereka-mereka yang merasa terkena. Dengan itu mereka hendak membendung dan menutup telinga dan mata masyarakat dari pengungkapan besar-besaran yang dilaporkan dalam nomor Tempo khusus itu. Hal ini menunjukkan betapa ketakutannya yang bersangkutan ketika tindak-laku mereka yang kejam dan biadab dalam pelbagai peristiwa kekerasan dan pembunuhan, dungkap secara besar-besaran
* * *
Dengan meyakinkan Ita menjelaskan betapa pentingnya dewasa ini melakukan pencerahan khususnya di kalangan generasi muda, bahwa Peristiwa 1965, bukanlah sekadar masalah Pelanggaran HAM Berat, dimana terlibat aparat keamanan negeri serta sementara parpol dan organisasi masyarakat, termasuk yang berjubah religi.
Bicara masalah meningkatkan kesadaran sejarah, pencerahan fikiran, digaris bawahi betapa penting artinya memberikan pengertian yang jernih kepada seluruh masyarakat, teristimewa kaum mudanya, ---- bahwa Peristiwa 65, yang utama adalah suatu *PERISTIWA POLITIK* besar. Pada periode tahun 50-an dan mula tahun 60-an Indoneisa mengalami masa berkobarnya gerakan anti-kolonialisme dan anti-imperialisme. Indonesia di bawah Presiden Sukarno, mengambil insiatif, dan bersama beberapa negeri Asia lainnya menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika yang pertama di dalam sejarahnya. Luara biasa arti sejarah dari Konferensi AA di Badung, karena dengan itu membawa gerakan kemerdekaan Asia-Afrika ke taraf baru yang lebih maju.
Gerakan rakyat-rakyat dan negeri-negeri Asia-Afrika melawan kolonialisme dan imperialisme untuk kemerdekaan nasional menanjak pesat sejak Konferensi Bandung (1955). Gerakan Asia-Afrika ini menggebu-gebu. Maka amat menakutkan dan merugikan kepentingan kolonialisme dan imperilisme. Kekuatan reaksioner dunia juga menyadari betapa pentingnya peranan Indonesia dalam gerakan itu.
Dari sini bisa dilihat bahwa Peristiwa 1965, yang berhasil menggulingkan Presiden Sukarno melalui pembantaian masal kaum Kiri dan penghancuran organisasi mereka, merupakan titik balik dalam perkembangan geo-politik di Asia-Afrika dan dunia. Dari analisis ini menjadi semakin jelas bahwa Peristiwa 65, pertama-tama adalah PERISTIWA POLITIK BESAR dimana kekuatan imperialisme memainkan peranan penting.
* * *
Pada periode sejak gerakan mengelora Reformasi dan Demokratisasi menggulingkan rezim Orde Baru, PELURUSAN SEJARAH menjadi tuntutan gerakan. Dewasa ini, demikian dikemukakan Ita Fatia Nadia, gerakan ini telah meningkat menjadi *GERAKAN MEREBUIT SEJARAH*. Maka bangsa ini HARUS MEREBUT SEJARAH di tangannya sendiri. Berarti rakyat sendiri yang harus menulis sejarahnya.
Di bawah moto dan visi HARUS MEREBUT SEJARAH, gerakan di kalangan kaum muda di akar rumput, di kota-kota besar dan kecil dan di kampus-kampus berkembang positif. Maka GERAKAN MEREBUT SEJARAH ini merupakan pendorong dan arah yang pasti dari gerakan pencerahan dewasa ini.
* * *
Menarik dan penting sekali diskusi yang berlangsung ketika dikemukakan pertanyaan sbb: Apakah peristiwa menerjangnya anggota-anggota Kopasus ke penjara Cebongan dan mengeksekusi 4 orang preman, -- merupakan suatu peristiwa "kebetulan". Ataukah ada latar belakang lain. Ita menjelaskan bahwa kasus tsb tidak terpisahkan dari mulai tampilnya kembali bahaya militerisme di Indonesia. Peristiwa Cebongan itu merupakan suatu "test-case" , Fihak militer hendak melihat dampak tindakan kekeraasan itu dikalangan masyarakat, selain mereka sendiri memuji-muji tindakan kekerasan itu sebagai tindakan pahlawan dan kesatria.
Jelas hal tsb tidak terpisahkan dengan gejala mulai tampilnya kembali fihak militer untuk kembali berkuasa. Khususnya menjelang pemilihan presiden dalam tahun 2014 yad. Bahaya militerisme, bahaya menanjaknya kekerasn tidak boleh dianggap remeh. Bahaya itu riil!
* * *
Yang ditulis diatas adalah sebagian saja dari ceramah yang disampaikan Ita Fatia Nadia. Masih cukup banyak yang belum dikemukakan. Pada kesempatan lain, pembicaraan sekitar ceramah Ita tsb mudah-mudahan bisa diteruskan.
Walhasil, ceramah Ita hari Minggu, yang dipandu oleh Sungkono, Ketua Perhimpunan Persaudaraan Indonesia dan dibuka oleh M.D, Kartaprawira, Ketua LPK65 di Belanda, merupakan pertemuan yang yang inforrmatif serta mendorong semangat juang demi Demokrasi dan HAM. Suatu pertemuan politik yang SUKSES!!
* * *
No comments:
Post a Comment