*Kolom IBRAHIM ISA*
*Kemis, 09 Mei 2013**
---------------------*
*(Istri Ipul Kepada Presiden SBY)*
* *
/** * **/
Alkisah . . . adalah seorang penduduk Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan, wong cilik, istri pedagang "warung nasi pecel lélé", bernama *MARHATUN.* Suatu ketika Marhatun menulis sepucuk "surat pengaduan" kepada Presiden SBY. Pasti pembaca mau tahu. Ada apa . . . seorang pemilik "warung nasi pecel léIé", warga miskin kota, kok sampai menulis surat pengaduan kepada SBY, Presiden Republik Indonesia?
Rakyat kecil ini mencurahkan isi hatinya, imbauannya dan harapannya kepada SBY. Ia juga menggugat pada kepala negara mengenai perlakuan sewenang-wenang aparat keamanan: Polisi, terhadap suaminya, Syaifulloh,. Sehingga menjadikan pasangan miskin itu semakin parah-merana.
* * *
Tulis Marhatun a.l : . . . . /*SAEFULLOH alias IPUL sekarang dalam Tahanan Jaksa di Rumah Tahanan Negara LP Cipinang sejak tanggal 16 April 2013 s/d 05 Mei 2013. Suami saya di tuduh atau dikenakan Pasal 114 (1) dan Pasal 111 (1) Undang -- undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.*/
"/*Di sini juga saya sampaikan ke Bapak Presiden bahwa apa yang dituduhkan kepada suami saya adalah TIDAK BENAR dan kelihatannya dipaksakan oleh oknum Kepolisian Polsek Metro Cilandak Jakarta Selatan untuk ditahan. */
"/*Suami saya di tangkap pada tanggal 15 februari 2013 tanpa adanya surat -- surat atau tidak sesuai dengan ketentuan yang di atur dalam KUHAP . . . di tuduh tanpa ada barang bukti dan hanya berdasarkan katanya katanya. Apa bisa seperti itu, apa itu hukum yang berlaku di Indonesia, apakah hukum sebenarnya hanya tajam ke bawah Pak SBY ?. */
Marhatun selanjutnya:
/*Saya dan keluarga Mohon kepada Bapak Presiden SBY untuk dapat memberikan Perhatian, Perlindungan Hukum dan Keadilaan kepada kami orang kecil ini. Sudah jatuh ketimpah tangga lagi, Suami saya sekarang di LP Cipinang di minta biaya untuk keamanan dan fasilitas (kasur dan bantal, mandi dan ibadah) kalo tidak di bayar, maka suami saya di dalam LP akan mengalami kekerasan. Dan uang tersebut katanya untuk komandan LP Cipinang. Dari mana lagi kami mendapati uang sedangkan suami saya sebagai tulang punggung keluarga, sekarang lagi mendekam di tahanan, apalagi sekarang saya sedang mengandung anak pertama yang memerlukan biaya untuk perawatan (obat) dan melahirkan nantinya. */
MARHATUN mengakhiri suratnya dengan suatu permohonan dan imbauan keadilan tertuju Presiden SBY:
/*Sekali lagi saya dan keluarga sangat Memohon Kepada Bapak Presiden SBY untuk dapat memperhatikan dan membantu masalah kami tersebut, kami tidak tau harus mengadu kepada siapa lagi dan hanya ALLAH SWT lah yang dapat membalas kebaikan dan atau atas bantuan yang Bapak berikan kepada kami.*/
/*. . . . surat yang dikirim oleh suami saya kepihak pihak terkait dan yang sampai saat ini belum juga dapat jawaban, apakah karena kami orang kecil ya Pak ?*/
/** * **/
Sahabatku penulis *Chalik Hamid*, seorang mailist (Perhimpunan Persaudaraan Indonesia) yang rajin meneruskan berita-berita penting kepada pembaca . . . , menyiarkan bahan masukan sbb:
"*Surat ini (Surat Marhatun kepada SBY -- I.I.) sangat menyentuh hati*, menuntut keadilan atas tindakan aparat negara. Oleh sebab itu saya teruskan ke berbagai milis lainnya. Semoga mendapat dukungan rakyat kecil yang selalu menjadi korban kekerasan aparat negara (nakal).
* * *
Maka betapa gundahnya fikiran kita! Demikian merosot dan "amburadulnya" situasi hukum dan HAM di Indonesia dewasa ini. Belum lagi bila diikuti dan diteliti berita-berita kasus pelanggaran hukum dan HAM lainnya. Yang menonjol a.l ditolaknya oleh Kejaksaan Agung -- "Laporan dan Rekomendasi KomnasHAM 23 Juli 2012" mengenai Peristiwa 65, dimana aparat keamanan negeri terlibat dalam pelanggaran HAM berat.
Masih segar dalam ingatan tentang kasus*penyerbuan 11 anggota KOPASSUS*, *ke LP Cebongan*, *dan mengeksekusi 4 orang tahanan*. Menjadi semakin gawat kasus tsb ialah karena perbuatan ekstra-judisial pelanggaran HAM tsb dipuji-puji oleh atasan mereka.
Aparat keamanan negara yang seyogianya melindungi warga-negara terhadap para pelanggar hukum dan undang-udang, -- -- -- -- JUSTRU . . . adalah aparat keamanan negeri itu, -- yang melakukan pelanggran tsb.
* * *
Kita teruskan sedikit lagi ilustrasi sekitar pelanggaran hukum oleh aparat negara:
*Terungkapnya praktek perbudakan di pabrik kuali*di Kampung Bayur Opak, Kecamatan Sepatan Timur, Tangerang. Kasus tsb terekspos di muka publik karena dua orang buruh yang bekerja di pabrik itu, Andi Gunawan (20) dan Junaidi (22) berhasil melarikan diri setelah 3 bulan dipekerjakan dengan tidak layak. VIVAnews, Jumat 3 Mei 2013
Ditemukan lokasi kerja usaha tanpa izin. Kondisi tempat kerja menyedihkan.Tempat istirahat buruh hanya berukuran 8x6 meter, hanya beralaskan tikar dan gelap. Kamar ini dihuni puluhan pekerja. Kondisi udara juga terasa lembab, sesak, dan gelap. Kamar mandi terlihat jorok dan tidak terawat.
"Kami menemukan tempat istirahat karyawan berukuran 8x6 meter, yang sangat tidak layak untuk diisi 46 orang dan hanya beralaskan tikar," kata
Komisaris Shinto."Kami mandi jarang, kalau mandi juga pakai sabun krim cuci piring (sabun colek). Kerjanya nggak enak, kayak budak. Saya dikasari, dipukul, tidak dikasih makan. Saya tidak akan kerja di sana lagi," kata Andi, pekerja yang berhasil melarikan diri ke Lampung, saat diwawancara di kampung halamannya. Lampung Utara.
Kondisi Andi sangat lemah dan tampak tirus. Pada kepalanya yang rambutnya telah dipangkas habis, terlihat sebuah luka bekas pukulan benda tumpul. Wajahnya tampak lebam dan bibirnya terlihat bengkak biru kehitaman. Ia mengaku trauma atas kejadian tersebut.
Sambil sesekali menyeka air mata, ia mengatakan, kegeramannya kepada pemilik pabrik yang telah memperlakukan mereka seperti bukan manusia selama bekerja. Ia mengungkapkan, saat bekerja di pabrik tersebut, kondisinya bersama pekerja lainnya sangat mengenaskan.
"Kami sering disiksa oleh pemilik dan anak buahnya. Kami ditempatkan di satu ruangan bersama, sempit-sempitan, seperti di penjara. Kalau kerja seperti budak, tidak boleh bersosialisasi dengan warga sekitar," katanya dengan mata nanar. Kekerasan-kekerasan yang dialami antara lain luka bakar akibat sundutan api rokok, siraman bahan kimia, hingga penyakit kulit. "Badan saya melepuh di kaki kanan dan kiri, serta lengan kiri," ujarnya.
Menurut pengakuan para pelapor, saat bekerja, barang pribadi mereka seperti *handphone*, dompet, uang, dan pakaian yang dibawa buruh ketika awal bekerja disita oleh pemilik usaha. Karyawan tidak diperbolehkan keluar pabrik dan berkomunikasi dengan orang luar.
Setiap buruh harus menyelesaikan 200 wajan setiap bulannya. Bila tidak, siksaan dari mandor dan bos Yuli Irawan pun mendera para buruh. "Saya sering disiksa, dipukul, kepala saya dijedukin, kalau saya tidak mencapai target 200 wajan," kata Rahmat Nugraha, salah satu buruh asal Cianjur, Jawa Barat.
Syaifulah, salah satu karyawan menjelaskan, karyawan hanya digaji Rp 600 ribu, itu pun diberikan kadang-kadang. Selain itu, ada beberapa karyawan di bawah umur yang dipekerjakan. Saat penggerebekan, polisi menemukan empat buruh yang masih berstatus anak-anak. Polisi lalu membawa 25 buruh, 5 mandor, pengusaha Yuli Irawan dan istrinya ke polres untuk diminta
keterangan.
* * *
Sahabatku *Salim Said,* mantan Dubes RI di Republik Ceko, mengirimkan bahan masukan *(Sumber berita VIVANews) *sbb:
*Siapa Beking Perbudakan di Tangerang . . .Siapa aparat Polisi dan TNI yang diduga jadi beking. Kita baca a.l. *
*. . . Perbudakan. -- -- -- Ini kata dari masa lalu. Tapi hari-hari ini kita menemukannya di Tangerang*, yang tak begitu jauh dari Jakarta. Puluhan orang diperlakukan sebagai budak pada sebuah perusahaan yang memproduksi wajan.Lama diperlakukan secara tak manusiawi tubuh mereka ringkih.
*Ulah si majikan wajan ini aman lantaran dibekingi dua orang aparat.*
. . . . aparat yang membekingi itu adalah teman dari tersangka Yuli Irawan, sang pemilik pabrik wajan itu.*"Memang ada dua orang, satu anggota kepolisian, satu lagi anggota TNI. . . . *
Anggota polisi dan TNI itu, lanjutnya, rutin mengunjungi Yuli. . . . Setiap datang berkunjung, keduanya selalu dikasih uang bensin oleh tersangka. . . .
* * *
*Maka orang bertanya-tanya :*
*SAMPAI DIMANA PENEGAKKAN HUKUIM *
*DAN TOLERANSI Di Negeri ini Berlaku DALAM PRAKTEK . . . ?*
Bersangkutan dengan kasus sejauh mana toleransi dipraktekkan terhadap warganya yang punya kepercayaan berbeda dengan masyarakat umum beragama Islam.. --- Berkali-kali bisa dibaca berita tentang perlakuan kekerasan sewenang-wenang yang dialami oleh para pengikut Ahmadiyah. Dalam peristiwa tsb aparat keamanan, Polisi, diberitakan mengambil sikap 'masa bodoh'.
Mencerminkan keresahan politisi DPR, *Eva Kusuma Sundari, anggota DPR* Fraksi PDI Perjuangan menyatakan kepada Harian "Sinar Harapan" (6/5): Polri harus menghentikan perampasan hak-hak konstitusional kelompok minoritas Ahmadiyah dengan memberikan keadilan, bukan ketidakadilan. Caranya adalah proaktif melakukan pencegahan atas bentrok dan menangkap pelaku kekerasan . . . . .
*Wakil Direktur Human Rights Watch, Moh. Choirul Anam, *dalam sebuah pernyataan, mengemukakan: -- Mengenai kasus-kasus kekerasan religius dan intoleransi, *Presiden (SBY), gagal menjunjung tinggi hukum dengan cara yang adil,*baik dalam mencegah kekerasan yang dilakukan atas nama agama dan dalam menjamin agar para korban memperoleh keadilan. Anam juga menuding pejabat-pejabat dalam pemerintahan SBY terlibat dalam tindakan intoleransi dan bahkan kriminalisasi terhadap para korban.
Ia menunjuk pada fakta bahwa SBY sering sekali bersikap diam mengenai diperkosanya hak-hak minoritas. "Dalam banyak hal, seperti halnya kasus Ahmadiyah, 2005, hingga saat ini Presiden tidak pernah menjerukan kepada pejabat-pejabatnya untuk mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku kekerasan yang jelas-jelas telah melanggar Konstitutsi". Katanya.
** * **
Kita menyaksikan pelanggaran hukum, eksekusi ekstra-jujdisial oleh anggota-anggota KOPASSUS; tindakan aparat keamanan yang melindungi pelanggaran HAM dan membekingi praktek sistim perbudakan terhadap buruh-buruh. Juga kita saksikan intoleransi religius dimana aparat dan pejabat berpeluk tangan menghadapinya.
Sikap dan perasaan kritis masyarakat mendorong timbulnya rasa keheran-heranan, tidak mengerti bagaimana dalam situasi hukum dan hak-hak warga sedang AMBURADUL . . .* bisa-bisanya Presiden SBY akan menerima penghargaan World Statesman Award 2013 dari Appeal of Conscience Foundation. Dikatakan karena* *jasa-jasanya dalam meningkatkan perdamaian, toleransi beragama dan menyelesaikan konflik antaretnik.*
Berkaitan dengan rencana tsb, Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan (7/5), bahwa penganugerahan World Statesman Award 2013 itu akan diberikan pendiri Appeal of Conscience Foundation Rabbi Arthur Schneier dalam suatu acara bertajuk "2013 Special Awards Dinner" di New York, Amerika Serikat, pada 30 Mei mendatang.
* * *
Kembali kita pada surat pengaduan yang dikirimkan oleh* MARHATUN* kepada Presiden SBY. Ternyata perlakuan Polisi yang sewenang-wenang yang diderita oleh suami Marhatun, bukan gejala yang berdiri sendiri. Pelanggaran hak hukum warga secara sewenang-wenang melibatkan pelanggar hukum --- baik itu oleh individu-individu maupun oleh aparat keamanan negeri sendiri.
*Pelanggaran hukum dan Konstitusi di negeri ini bukan merupakan gejala kebetulan, tapi sudah menjadi pelanggaran yang bersifat struktural.*
* * *
*Kemis, 09 Mei 2013**
---------------------*
*Saya Yang Bernama MARHATUN *
*(Istri Ipul Kepada Presiden SBY)*
*
/** * **/
Alkisah . . . adalah seorang penduduk Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan, wong cilik, istri pedagang "warung nasi pecel lélé", bernama *MARHATUN.* Suatu ketika Marhatun menulis sepucuk "surat pengaduan" kepada Presiden SBY. Pasti pembaca mau tahu. Ada apa . . . seorang pemilik "warung nasi pecel léIé", warga miskin kota, kok sampai menulis surat pengaduan kepada SBY, Presiden Republik Indonesia?
Rakyat kecil ini mencurahkan isi hatinya, imbauannya dan harapannya kepada SBY. Ia juga menggugat pada kepala negara mengenai perlakuan sewenang-wenang aparat keamanan: Polisi, terhadap suaminya, Syaifulloh,. Sehingga menjadikan pasangan miskin itu semakin parah-merana.
* * *
Tulis Marhatun a.l : . . . . /*SAEFULLOH alias IPUL sekarang dalam Tahanan Jaksa di Rumah Tahanan Negara LP Cipinang sejak tanggal 16 April 2013 s/d 05 Mei 2013. Suami saya di tuduh atau dikenakan Pasal 114 (1) dan Pasal 111 (1) Undang -- undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.*/
"/*Di sini juga saya sampaikan ke Bapak Presiden bahwa apa yang dituduhkan kepada suami saya adalah TIDAK BENAR dan kelihatannya dipaksakan oleh oknum Kepolisian Polsek Metro Cilandak Jakarta Selatan untuk ditahan. */
"/*Suami saya di tangkap pada tanggal 15 februari 2013 tanpa adanya surat -- surat atau tidak sesuai dengan ketentuan yang di atur dalam KUHAP . . . di tuduh tanpa ada barang bukti dan hanya berdasarkan katanya katanya. Apa bisa seperti itu, apa itu hukum yang berlaku di Indonesia, apakah hukum sebenarnya hanya tajam ke bawah Pak SBY ?. */
Marhatun selanjutnya:
/*Saya dan keluarga Mohon kepada Bapak Presiden SBY untuk dapat memberikan Perhatian, Perlindungan Hukum dan Keadilaan kepada kami orang kecil ini. Sudah jatuh ketimpah tangga lagi, Suami saya sekarang di LP Cipinang di minta biaya untuk keamanan dan fasilitas (kasur dan bantal, mandi dan ibadah) kalo tidak di bayar, maka suami saya di dalam LP akan mengalami kekerasan. Dan uang tersebut katanya untuk komandan LP Cipinang. Dari mana lagi kami mendapati uang sedangkan suami saya sebagai tulang punggung keluarga, sekarang lagi mendekam di tahanan, apalagi sekarang saya sedang mengandung anak pertama yang memerlukan biaya untuk perawatan (obat) dan melahirkan nantinya. */
MARHATUN mengakhiri suratnya dengan suatu permohonan dan imbauan keadilan tertuju Presiden SBY:
/*Sekali lagi saya dan keluarga sangat Memohon Kepada Bapak Presiden SBY untuk dapat memperhatikan dan membantu masalah kami tersebut, kami tidak tau harus mengadu kepada siapa lagi dan hanya ALLAH SWT lah yang dapat membalas kebaikan dan atau atas bantuan yang Bapak berikan kepada kami.*/
/*. . . . surat yang dikirim oleh suami saya kepihak pihak terkait dan yang sampai saat ini belum juga dapat jawaban, apakah karena kami orang kecil ya Pak ?*/
/** * **/
Sahabatku penulis *Chalik Hamid*, seorang mailist (Perhimpunan Persaudaraan Indonesia) yang rajin meneruskan berita-berita penting kepada pembaca . . . , menyiarkan bahan masukan sbb:
"*Surat ini (Surat Marhatun kepada SBY -- I.I.) sangat menyentuh hati*, menuntut keadilan atas tindakan aparat negara. Oleh sebab itu saya teruskan ke berbagai milis lainnya. Semoga mendapat dukungan rakyat kecil yang selalu menjadi korban kekerasan aparat negara (nakal).
* * *
Maka betapa gundahnya fikiran kita! Demikian merosot dan "amburadulnya" situasi hukum dan HAM di Indonesia dewasa ini. Belum lagi bila diikuti dan diteliti berita-berita kasus pelanggaran hukum dan HAM lainnya. Yang menonjol a.l ditolaknya oleh Kejaksaan Agung -- "Laporan dan Rekomendasi KomnasHAM 23 Juli 2012" mengenai Peristiwa 65, dimana aparat keamanan negeri terlibat dalam pelanggaran HAM berat.
Masih segar dalam ingatan tentang kasus*penyerbuan 11 anggota KOPASSUS*, *ke LP Cebongan*, *dan mengeksekusi 4 orang tahanan*. Menjadi semakin gawat kasus tsb ialah karena perbuatan ekstra-judisial pelanggaran HAM tsb dipuji-puji oleh atasan mereka.
Aparat keamanan negara yang seyogianya melindungi warga-negara terhadap para pelanggar hukum dan undang-udang, -- -- -- -- JUSTRU . . . adalah aparat keamanan negeri itu, -- yang melakukan pelanggran tsb.
* * *
Kita teruskan sedikit lagi ilustrasi sekitar pelanggaran hukum oleh aparat negara:
*Terungkapnya praktek perbudakan di pabrik kuali*di Kampung Bayur Opak, Kecamatan Sepatan Timur, Tangerang. Kasus tsb terekspos di muka publik karena dua orang buruh yang bekerja di pabrik itu, Andi Gunawan (20) dan Junaidi (22) berhasil melarikan diri setelah 3 bulan dipekerjakan dengan tidak layak. VIVAnews, Jumat 3 Mei 2013
Ditemukan lokasi kerja usaha tanpa izin. Kondisi tempat kerja menyedihkan.Tempat istirahat buruh hanya berukuran 8x6 meter, hanya beralaskan tikar dan gelap. Kamar ini dihuni puluhan pekerja. Kondisi udara juga terasa lembab, sesak, dan gelap. Kamar mandi terlihat jorok dan tidak terawat.
"Kami menemukan tempat istirahat karyawan berukuran 8x6 meter, yang sangat tidak layak untuk diisi 46 orang dan hanya beralaskan tikar," kata
Komisaris Shinto."Kami mandi jarang, kalau mandi juga pakai sabun krim cuci piring (sabun colek). Kerjanya nggak enak, kayak budak. Saya dikasari, dipukul, tidak dikasih makan. Saya tidak akan kerja di sana lagi," kata Andi, pekerja yang berhasil melarikan diri ke Lampung, saat diwawancara di kampung halamannya. Lampung Utara.
Kondisi Andi sangat lemah dan tampak tirus. Pada kepalanya yang rambutnya telah dipangkas habis, terlihat sebuah luka bekas pukulan benda tumpul. Wajahnya tampak lebam dan bibirnya terlihat bengkak biru kehitaman. Ia mengaku trauma atas kejadian tersebut.
Sambil sesekali menyeka air mata, ia mengatakan, kegeramannya kepada pemilik pabrik yang telah memperlakukan mereka seperti bukan manusia selama bekerja. Ia mengungkapkan, saat bekerja di pabrik tersebut, kondisinya bersama pekerja lainnya sangat mengenaskan.
"Kami sering disiksa oleh pemilik dan anak buahnya. Kami ditempatkan di satu ruangan bersama, sempit-sempitan, seperti di penjara. Kalau kerja seperti budak, tidak boleh bersosialisasi dengan warga sekitar," katanya dengan mata nanar. Kekerasan-kekerasan yang dialami antara lain luka bakar akibat sundutan api rokok, siraman bahan kimia, hingga penyakit kulit. "Badan saya melepuh di kaki kanan dan kiri, serta lengan kiri," ujarnya.
Menurut pengakuan para pelapor, saat bekerja, barang pribadi mereka seperti *handphone*, dompet, uang, dan pakaian yang dibawa buruh ketika awal bekerja disita oleh pemilik usaha. Karyawan tidak diperbolehkan keluar pabrik dan berkomunikasi dengan orang luar.
Setiap buruh harus menyelesaikan 200 wajan setiap bulannya. Bila tidak, siksaan dari mandor dan bos Yuli Irawan pun mendera para buruh. "Saya sering disiksa, dipukul, kepala saya dijedukin, kalau saya tidak mencapai target 200 wajan," kata Rahmat Nugraha, salah satu buruh asal Cianjur, Jawa Barat.
Syaifulah, salah satu karyawan menjelaskan, karyawan hanya digaji Rp 600 ribu, itu pun diberikan kadang-kadang. Selain itu, ada beberapa karyawan di bawah umur yang dipekerjakan. Saat penggerebekan, polisi menemukan empat buruh yang masih berstatus anak-anak. Polisi lalu membawa 25 buruh, 5 mandor, pengusaha Yuli Irawan dan istrinya ke polres untuk diminta
keterangan.
* * *
Sahabatku *Salim Said,* mantan Dubes RI di Republik Ceko, mengirimkan bahan masukan *(Sumber berita VIVANews) *sbb:
*Siapa Beking Perbudakan di Tangerang . . .Siapa aparat Polisi dan TNI yang diduga jadi beking. Kita baca a.l. *
*. . . Perbudakan. -- -- -- Ini kata dari masa lalu. Tapi hari-hari ini kita menemukannya di Tangerang*, yang tak begitu jauh dari Jakarta. Puluhan orang diperlakukan sebagai budak pada sebuah perusahaan yang memproduksi wajan.Lama diperlakukan secara tak manusiawi tubuh mereka ringkih.
*Ulah si majikan wajan ini aman lantaran dibekingi dua orang aparat.*
. . . . aparat yang membekingi itu adalah teman dari tersangka Yuli Irawan, sang pemilik pabrik wajan itu.*"Memang ada dua orang, satu anggota kepolisian, satu lagi anggota TNI. . . . *
Anggota polisi dan TNI itu, lanjutnya, rutin mengunjungi Yuli. . . . Setiap datang berkunjung, keduanya selalu dikasih uang bensin oleh tersangka. . . .
* * *
*Maka orang bertanya-tanya :*
*SAMPAI DIMANA PENEGAKKAN HUKUIM *
*DAN TOLERANSI Di Negeri ini Berlaku DALAM PRAKTEK . . . ?*
Bersangkutan dengan kasus sejauh mana toleransi dipraktekkan terhadap warganya yang punya kepercayaan berbeda dengan masyarakat umum beragama Islam.. --- Berkali-kali bisa dibaca berita tentang perlakuan kekerasan sewenang-wenang yang dialami oleh para pengikut Ahmadiyah. Dalam peristiwa tsb aparat keamanan, Polisi, diberitakan mengambil sikap 'masa bodoh'.
Mencerminkan keresahan politisi DPR, *Eva Kusuma Sundari, anggota DPR* Fraksi PDI Perjuangan menyatakan kepada Harian "Sinar Harapan" (6/5): Polri harus menghentikan perampasan hak-hak konstitusional kelompok minoritas Ahmadiyah dengan memberikan keadilan, bukan ketidakadilan. Caranya adalah proaktif melakukan pencegahan atas bentrok dan menangkap pelaku kekerasan . . . . .
*Wakil Direktur Human Rights Watch, Moh. Choirul Anam, *dalam sebuah pernyataan, mengemukakan: -- Mengenai kasus-kasus kekerasan religius dan intoleransi, *Presiden (SBY), gagal menjunjung tinggi hukum dengan cara yang adil,*baik dalam mencegah kekerasan yang dilakukan atas nama agama dan dalam menjamin agar para korban memperoleh keadilan. Anam juga menuding pejabat-pejabat dalam pemerintahan SBY terlibat dalam tindakan intoleransi dan bahkan kriminalisasi terhadap para korban.
Ia menunjuk pada fakta bahwa SBY sering sekali bersikap diam mengenai diperkosanya hak-hak minoritas. "Dalam banyak hal, seperti halnya kasus Ahmadiyah, 2005, hingga saat ini Presiden tidak pernah menjerukan kepada pejabat-pejabatnya untuk mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku kekerasan yang jelas-jelas telah melanggar Konstitutsi". Katanya.
** * **
Kita menyaksikan pelanggaran hukum, eksekusi ekstra-jujdisial oleh anggota-anggota KOPASSUS; tindakan aparat keamanan yang melindungi pelanggaran HAM dan membekingi praktek sistim perbudakan terhadap buruh-buruh. Juga kita saksikan intoleransi religius dimana aparat dan pejabat berpeluk tangan menghadapinya.
Sikap dan perasaan kritis masyarakat mendorong timbulnya rasa keheran-heranan, tidak mengerti bagaimana dalam situasi hukum dan hak-hak warga sedang AMBURADUL . . .* bisa-bisanya Presiden SBY akan menerima penghargaan World Statesman Award 2013 dari Appeal of Conscience Foundation. Dikatakan karena* *jasa-jasanya dalam meningkatkan perdamaian, toleransi beragama dan menyelesaikan konflik antaretnik.*
Berkaitan dengan rencana tsb, Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan (7/5), bahwa penganugerahan World Statesman Award 2013 itu akan diberikan pendiri Appeal of Conscience Foundation Rabbi Arthur Schneier dalam suatu acara bertajuk "2013 Special Awards Dinner" di New York, Amerika Serikat, pada 30 Mei mendatang.
* * *
Kembali kita pada surat pengaduan yang dikirimkan oleh* MARHATUN* kepada Presiden SBY. Ternyata perlakuan Polisi yang sewenang-wenang yang diderita oleh suami Marhatun, bukan gejala yang berdiri sendiri. Pelanggaran hak hukum warga secara sewenang-wenang melibatkan pelanggar hukum --- baik itu oleh individu-individu maupun oleh aparat keamanan negeri sendiri.
*Pelanggaran hukum dan Konstitusi di negeri ini bukan merupakan gejala kebetulan, tapi sudah menjadi pelanggaran yang bersifat struktural.*
* * *
No comments:
Post a Comment