Tuesday, May 7, 2013

*Kolom IBRAHIM ISA

Senin, 29 April 2013

--------------------*

***Novel Leila S. CHUDORI ” P U L A N G “ **

MONUMENTAL Di Khazanah “SASTRA- REFORMASI”*


Sketsa, cerpen, catatan-harian, “catatan-pingggir”(Capingnya Tempo), novelette dan novel yang muncul sebagai produk di bidang sastra dari gerakan pencerahan besar dalam sejarah kita, gerakan “REFORMASI”, dari hari ke hari memperkaya terus khazanah sastra dan budaya Indonesia.

Novel penulis muda, Leila S. Chudori, “PULANG” , adalah salah satu karya sastra yang patut disebut sebagai karya sastra monumental, yang mencirii periode pencerahan “Reformasi”. 'Pulang” bukan satu-satunya. Yang satunya lagi adalah karya Laksmi Pamuntjak, “AMBA”.

* * *

Budaya-Orba lahir di atas puing-puing dihancurkannya hasil-hasil pemikiran periode “Budaya-Kemerdekaan” yang lahir sejak Proklamasi Kemerdekaan bangsa. Dengan landasan falsasfah kekuasaan kenegaraan golongan militer -- “Dwifungsi Abri”- dan para budayawan pendukungnya, – – – menegakkan budaya yang “baru” bagi Indonesia. Tetapi dalam pemikiran dunia progresif – adalah usang.


Tak terbayangkan bagi para protagonis “budaya Orba” bahwa “budaya dan sastra Orba” yang mereka lahirkan di atas lebih sejuta mayat korban persekusi, . . . dan berjaya selama 32 tahun, . . . . . akan runtuh-luluh dilanda gerakan pencerahan gelombang Reformasi. Suatu gerakan pencerahan yang sekaligus telah menggulingkan kekuasaan Orba Jendral Suharto.

Para protagonis budaya-Orba juga tak mnduga samasekali bahwa dusta dan fitnah yang melandasi budaya-Orba, akan bisa digugah, digugat dan digoyah, untuk akhirnya dicampakkan ke keranjang sampah sejarah budaya bangsa.*


* * *


Siapa nyana, . . . siapa mengira . . . . tak-peduli dikekang dan dikontrol, diteror dan ditindas selama tiga dasawarsa lebih, bangsa yang punya daya tahan ini, membuktikan bahwa ia mampu melahirkan putra-putri bangsa sejati. Dialektika sejarah bangsa ini menunjukkan bahwa adalah mereka-mereka yang lahir di kala budaya-Orba sedang berjaya, adalah generasi muda yang menjadi pendobrak dan penerjang, menghancurkan “budaya-orba” yang palsu dan semu.

Justru adalah generasi ini , yang tampil dan memberikan sumbangan amat penting pada fundamen mental dan karakter kokoh bagi tumbuh dan berkembangnya budaya-bebas-merdeka, sebagai kelanjutan perkembangan gerakan pencerahan REFORMASI. Menyongsong lahir dan menguatnya perkembangan kesadaran berbangsa, gairahnya usaha dan kegiatan*character building* dari nasion ini.

* * *

Adalah dalam sorotan sejarah ini *kita menyaksikan *novel besar Leila S. Chudori, “Pulang”* .*Judul novel, “Pulang” langsung menabuh genderang segar nyaring memberikan pesan, bahwa ada anak-anak bangsa yang terdampar di luar, yang mendambakan “pulang”, kembali ke tanah tumpah darahnya. Bahwa ada anak-anak bangsa yang merupakan korban dari suatu rezim angkara-murka.*


Mereka itu ada yang PKI, kebanyakan dituduh PKI dan difitnah terlibat dengan suatu gerakan kudeta.


Mereka menjadi eksil tak bisa kembali, Penyebab utamanya, karena mereka itu patuh pada Presidennya: Bung Karno.


Mereka itu merupakan korban dari perlakuan tak adil dan sewenang-wenang dari suatu rezim yang tidak punya falsafah dan prisnip ---- selain KEKERASAN.

* * *

*Terbitnya NOVEL “PULANG”*
Terbitnya novel oleh Leila S. CHUDORI, berjudul “P U L A N G ”. juga meupakan indikasi meningkatnya “kesadaran sejarah”. Benar apa yang ditulis *sutradara Riri Riza*. Ia a.l menyatakan bahwa “Pulang” adalah salah satu tantangan besar. Sebuah tantangan yang menceritakan sebuah era sejarah Indonesia tahun 1965 dan 1998. Dan pada saat yang sama juga menceritakan tentang keluarga.

“Pulang” menceritakan tentang Dimas Suryo, seorang eksil politik Indonesia bersama tiga sahabatnya yang terhalang balik ke Indonesia setelah meletusnya peristiwa 30 September 1965. Paspor mereka dicabut. Latar belakang novel ini pun berganti ke bulan Mei 1968 tentang gerakan mahasiswa yang berkecamuk di Paris. Kemudian berlanjut ke Mei 1998 di Indonesia dan jatuhnya Presiden Indonesia yang sudah berkuasa selama 32 tahun.


“Novel “Pulang” mulai ditulis pada 2006-2012. Leila dua kali ke Paris untuk mewawancarai eksel politik yang mendirikan Restoran Indonesia dan mendapatkan buku-buku serta literatur untuk menyangga novelnya itu.


* * *

*Novel “Pulang” Menggugah Ingatan tentang Indonesia*
< dari a.l. Tuisan Bagus Takwin, pengajar di Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia, dalam Tempo.co, JakartaSelasa, 18 Desember 2012 > .


“Novel Pulang adalah paparan mengenai kesadaran orang-orang Indonesia
yang tidak dihitung masuk himpunan Indonesia semasa Orde Baru.
Mereka terus-menerus berjuang menjadi orang Indonesia di tengah
penolakan rezim Soeharto. Mereka para-eksil politik Indonesia di
Paris. Mereka bertahan meski terbuang , diburu dan dicabut paspor
Indonesia-nya. Di Paris, mereka tetap mencintai Indonesia, bertahan
hidup layak sambil memberi manfaat bagi Indonesia dengan mengelola
Restoran Tanah Air, sebuah restoran Rue Vaugirard di pinggir Paris.
Restoran ini menyediakan makanan dan kegiatan yang mempromosikan
Indonesia.

Tokoh utama dalam novel Leila, bukan semata keinginan dikubur di
Karet yang dimiliki Dimas, melainkan juga mempertahankan dirinya
sebagai orang Indonesia dan memiliki wewenang untuk mewariskan
Indonesia.

* * *

“Kisah tokoh-tokoh yang dimuat di dalamnya memberikan pemahaman
kepada kita bahwa keindonesiaan merupakan sebuah ikhtiar yang
intensional. Ia tak ditentukan oleh tempat kelahiran atau penerimaan
pemerintah. Keindonesiaan tak hilang ketika kita meninggalkan
wilayah Indonesia.

“Pulang, adalah "…sebuah drama keluarga, persahabatan, cinta, dan
pengkhianatan berlatar belakang tiga peristiwa bersejarah: Indonesia
30 September 1965, Prancis Mei 1968, dan Indonesia Mei 1998. Dan itu
emua tersaji dalam narasi yang tertata apik. Leila S. Chudori
sberhasil meramu unsur-unsur naratif secara meyakinkan dalam novel ini. . . .

“. . . . . Membaca novel yang tergolong tebal ini saya mendapat
kenikmatan sekaligus pekerjaan tambahan. Saya menikmati jalinan
naratifnya yang tertata rapi dan memberi penghayatan baru. Tapi efek
yang ditinggalkannya membuat saya memikirkan lagi keberadaan dan
identitas saya sebagai orang Indonesia. . . . Seperti masuk ke
kenangan pribadi sekaligus sejarah Indonesia mutakhir dan menemukan
banyak ruang kosong yang gelap di sana, juga ruang kusut. Kenangan
itu menggugah saya, bahkan menggugat, untuk membenahinya. Tapi novel
ini juga membantu kita menemukan apa yang mesti dibereskan dalam
ingatan kolektif Indonesia untuk dapat menjawab apa makna menjadi
orang Indonesia, apa makna menjadi Indonesia.


* * *


*Perkenalkan: LEILA S. CHUDORI*


Lahir di Jakarta pada 12 Desember 1962. Karya-karyanya yang merupakan buah penanya sejak 12 tahun terbit di majalah KUNCUNG, KAWANKU, dan HAI. Ketika masih remaja sekali ia sudah menerbitkan kumpulan cerpen: “SEBUAH KEJUTAN”, “EMPAT PEMUDA KECIL”, dan “SEPUTIH HATI ANDRA”.


Sejak 1989, Leila bekerja sebgai wartawan TEMPO.

Leila juga menulis skenario drama TV, “DUNIA TANPA KOMA”.Belakangan Leila menulis skenario film pendek DRUPADI, sebuah tafsir kisah Mahabharata., dan film “KATA MAAF TERAKHIR”, 2009.


Leila S. Chudori meluncurkan kumpulan cerpan terbarunya (2009), berjudul “9 DARI NADIRA”, serta penerbitn ulang 'MALAM TERAKHIR”. Kedua buku tsb telah ditjerjemahkan ke dalam bahasa Ingrgris oleh YAYASAN LONTAR.


Kini Leila sedang menggarap lanjutan “9 DARI NADIRA”, dan kumpula cerita seorang pemumbunuh bayaran, “LEMBAYANG SENJA” (Sumber buku “PULANG”, HALAMAN 460).


* * *


No comments: