Monday, April 2, 2007

IBRAHIM ISA - BERBAGI CERITA -- Kongko-Kongko Dng MICHAEL BODDEN

IBRAHIM ISA - BERBAGI CERITA

Senin, 05 Januari 2007

------------------------------------------------------------


Kongko-Kongko Dng MICHAEL BODDEN

<, Associate Professor Indonesian Language and Literature, University of Victoria, Canada.>


BERKENALAN Dng Prof. MICHAEL BODDEN LEWAT E-Mail Computer


* * *


Yang ditulis di bawah ini, bisa juga dibilang semacam 'ode' , katakanlah, suatu nyanyian-pujian terhadap para pakar dan ilmuwan informatika, serta terhadap kemajuan luarbiasa yang mereka telah capai di cabang ilmu informatika dan komunikasi..


Adalah lewat media computer ini, aku bisa berkenalan dengan teman baru, Prof. Michael Bodden. Orang Canada sekaligus (tadinya) orang Amerika, yang mengajar bahasa dan sastra Indonesia di Universitas Victoria, Canada.


Pada suatu hari kudapati di ruang penerimaan e-mail computerku, sepucuk surat elektronik. Pengirimnya adalah Prof. Michael Bodden itu. Aku tanya padanya dari mana ia dapat alamat e-mail aku. Dari Gerry van Klinken, katanya. Gerry van Klinken adalah warganegara Australia, seorang pakar peneliti di salah satu lembaga ilmu sosial di Belanda. Gerry memang kenal padaku. Nah, inilah salah satu mu'jizat kemajuan bidang ilmu computer, iformatika, sehingga seseorang, asal saja tahu alamat e-mail-ku, yang terbuka tanpa menggunakan nama samaran, bisa berhubungan langsung. Di situlah, kalau pengirim e-mail bermaksud hendak berkenalan, dan kita meyambut tangan-perahabatan , itu , ya dapatlah kita teman baru.


* * *


Memang betullah, kata orang, bahwa kemajuan teknologi dewasa ini, a.l di bidang komunikasi, dengan ditrapkan dan dimanfaatkannya semaksimal mungkin kemajuan ilmu computer, termasuk internet dan segala macam software yang sehubungan dengan informatika, --- sungguh menakjubkan adanya. Bayangkan: -- Dulu bila hendak menulis, misalnya sebuah artikel atau esay politik, orang pertama-tama harus memiliki bahan-bahan yang memadai. Kalau tidak punya sendiri, terpaksalah pergi ke bibliotik. Atau pinjam pada kawan yang punya. Membalik halaman buku atau dokumen sendiri atau pinjaman itu, juga makan waktu cukup panjang.


Sekarang pada zaman semua-semua dikomputerisasi, segala sesuatu bersangkutan dengan mencari bahan atau dokumen, tidak susah-susah lagi. Pasang saja computer, masuk internet, klik 'google.com', 'Britanica', atau 'Wikipedia', mau cari apa saja pasti dapat. Bisa juga coba dicari di tempat lainnya. Banyak 'website' yang memuat data-data penting. Sesudah dibaca dan dipelajari bahan yang diperlukan, kalau mau simpan, bisa. Kalau tidak, sesudah digunakan di-'delete' saja.


Begitu juga bila sudah tiba waktunya menulis. Ngetik teks bisa lebih cepat. Kalau ada yang salah, segera bisa dikoreksi. Bisa diedit kembali. Teserah saja mau diapakan, sang computer itu akan nurut saja. Tentu yang digunakan sebaiknya computer yang mutakhir. Aku dalam hal ini memang termasuk mujur, karena selalu ada orang yang memperhatikan apakah softwareku untuk bekerja dengan computer itu yang paling baik.


* * *


Hanya sesudah kenal dengan Michael Bodden ini, baru diketahui banyak kawan bahwa, nun jauh disana, di Universitas Victoria, Canada, seorang ilmuwan asing memberikan pelajaran bahasa dan sastra Indonesia kepada para siswanya. Terima kasih Michael!


Michael Bodden, kira-kira sudah tahu siapa aku ini, tetapi aku samasekali tidak tahu siapa gerangan Michael Bodden. Langsung saja kutanyakan. Silakan Anda menjelaskan, menginformasikan Anda itu siapa, tulisku kepadanya.


Suatu ketika pernah ada orang yang kirim e-mail padaku, menanggapi artikelku, bahkan memberikan kritik yang bagus. Aku tanya, siapa gerangan dia. Tidak dijawab. Ingin anonim terus rupanya. Tidak ada maksud lainnya. Cuma tidak mau dikenal siapa aslinya. Ya, pendirian ini harus dihormati. Lain dari orang yang menggunakan macam-macam nama samaran dengan maksud tersembunyi yang tak sehat. Tapi kawan baruku ini, Michael Bodden, tidak demikian.


Michael Bodden memperkenalkan dirinya kepadaku. Bahasanya baik sekali. Jauh lebih baik dari banyak intelektuil dan elite 'kita' , yang tata bahasanya seperti gado-gado. Lain halnya Jaap Erkelens, sahabatku, rekanku di Wertheim Foundation, yang duapuluh tahun lamnya bekerja di Indonesia sebagai wakil KITLV, bahasa Indonesianya sungguh baik. Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Aku selalu angkat topi pada orang asing yang menggunakan bahasaIndonesia yang baik dan benar.


Ini singkatan cerita Michael Bodden, dalam Bahasa Indonesia dia sendiri, tanpa ada yang aku ubah, sbb:


'Saya lahir tahun 1956 di AS dan bersekolah-tinggi di University of Winconsin. Saya selesai dengan PhD saya tahun 1993, dan mengajar di University of Victoria, di pantai barat Kanada mulai 1992.


'Perjalanan pertamaku ke Indonesia tahun 1986 untuk mendalami Bahasa Indonesia. Menetap satu tahun di Yogyakarta 19887-88 dan belajar di Gajah Mada, jurusan Sastra Indonesia, tetapi lebih sering mengunjungi teman-teman dari sebuah kelompok teater yang namanya Teater Dinasti-salah satu kelompok yang sering dibreidel Orde Baru tahun 80-an. Juga saya sempat main teater dengan kelompok Dinasti itu dua kali. Selama tahun-tahun 90-an, saya mengajar Bahasa Indonesia, sastra, teater, dan budaya Asia Tenggara di the University of Victoria. Penelitian saya tentang teater dan sastra yang kritis terhadap rezim Orde Baeru -- apakah itu teater dengan petani di sebelah utara Yogya, teater buruh di sekitar Jakarta, atau kelompok-kelompok seperti Teater Koma sampai yang lebih garde-depan, atau novel Seno Gumira Adjidarma yang menceritakan pembantaian demonstrasi di Timor Timur.


'Sudah lama saya tertarik untuk tahu lebih banyak tentang sejarah kegiatan budaya LEKRA dan kawan-kawannya karena sedikit sekali informasi yang terbit dalam bentuk buku maupun karangan. Dua tahun lalu, saya sempat menjadi redaksi sebuah jilid kumpulan naskah drama Indonesia dari 1925-1965, dan saya bisa memasukkan dua karya dari penulis-penulis yang berhubungan dengan LEKRA, yaitu /'Gerbong' , /karya Jubaar Ayub. Karena itu, saya jadi makin tertarik mengadakan penelitian tentang kegiatan teater LEKRA selama 1950 – 1965.


Demikian sedikit ceritera Michael Bodden tentang siapa dia, kepadaku. Aku belum tanya pendapatnya terlebih dahulu, sebelum menyiarkan e-mailnya tsb dalam tulisanku in. Aku berusaha menghubunginya tapi dia sedang ada urusan lain rupanya.


* * *


Bagiku, orang asing mana saja, yang di dalam fikirannya ada kata 'PEDULI INDONESIA', serta mengkhayati maksud baik dan jernih terhadap bangsa Indonesia, hendak mengenal lebih baik bangsa dan kebudayaan Indonesia, perjuangan dan perjalanan sejarahnya, serta untuk itu melakukan studi dan penelitian, kemudian menulis tentang hasil-hasil studinya itu, pasti akan kusambut dengan senang hati, dan akan membantunya sejauh kemampuanku.


Kesanku, Michael Bodden, adalah seorang ilmuwan yang demikian itu. Ia PEDULI INDONESIA. Lebih kongkrit lagi Michael Bodden, peduli BAHASA DAN SASTRA INDONESIA. Sekarang ini ia tertarik dengan KEGIATAN BUDAYA LEKRA, 1950-1965. Untuk itu ia khusus melakukan penelitian dan studi. Pasti dong harus disambut dengan segala senang hati dan dengan hati terbuka.


Itulah sebabnya Michael Bodden kuperkenalkan dengan kawan-kawan dari YSBI – Yayasan Sejarah dan Budaya Indonesia, Soelardjo dan Chalik Hamid. Kebetulan pada tanggal 17 Februari ini, YSBI mengadakan peringatan Sewindu berdirinya YSBI. Kemarin Soelardjo telah menyampaikan surat undangan resmi kepada Michael Bodden yang diterimanya dengan senang hati. Tanggal 18 Februari kawan-kawan YSBI mengundang Michael Bopdden untuk berkongko-kongko lagi dengan mereka di rumah Mawi, di Almere. Undangan itupun diterima dengan senang hati oleh Michael. Aku juga bermaksud datang di kedua kesempatan itu.


* * *


Tulisan ini terutama untuk memperkenalkan sahabat baru itu: MICHAEL BODDEN. Kemarin, pada minggu yang cerah dan sang surya menampakkan diri, ia kuajak ke 'PONDOK SARMAJI'. Nama ini, bukan nama yang sesungguhnya. Semacam guyon, tetapi juga dari fihakku suatu penghargaan. Karena di 'PONDOK SARMAJI' inilah terkumpul ribuan buku, brosur, dokumen dan guntingan s.k dll, yang berhubungan dengan Indonesia, yang ia telah kumpulkan dan susun dalam waktu panjang. Belakangan Sarmaji lebih memusatkan ke pendokumentasian bahan-bahan sekitar PERISTWA 1965. Fokus Sarmaji ini penting sekali, karena setiap orang yang peduli sejarah Indonesia, masih akan memerlukan waktu panjang dan terutama kejujuran dan keobyektifan dalam mengumpulkan bahan, menstudi dan menarik kesimpulan yang benar berkenaan dengan Peristiwa 1965. Kita gembira ada seorang teman Indonesia seperti Sarmaji yang telah mendirikan YAYASAN DOKUMENTASI INDONESIA, Amsterdam.


Di Pondok Sarmaji inilah dua teman lainnya dari YSBI, Yayasan Sejarah dan Budaya Indonesia, Soelardjo dan Khalik Hamid, bersama Sarmaji dan teman baru Prof. Michael Bodden, kami kongko-kongko, cakap-cakap sekitar Indonesia dan gerakan kebudayaan yang dikelola oleh LEKRA. Dengan fokus seni teater yang digeluti oleh LEKRA.


Ketika bertemu kemarin di PONDOK SARMAJI, Michael menyampaikan kepadaku dua paper yang pernah ditulisnya.


Satu:

'Workers' Theatre amd Theatre About Workers in 1990 in Indonesia'. Dimuat di Review of Indonesia and Malaysian Affairs, 31.1 (June 1997): 37-78

Satunya lagi: 'Teter Koma's Suksesi and Indonesia's New Order', Asian Theatre Journal, vol 14, 1997.


Pada waktunya akan kutulis lagi sekitar Michael Bodden sahabat baruku. Insya Allah. * * *

No comments: