Wednesday, April 11, 2007

IBRAHIM ISA BERBAGI CERITA: - SIAPA MENDUGA

IBRAHIM ISA BERBAGI CERITA:
Selasa, 10 April 2007

SIAPA MENDUGA -- SESUDAH 4 Th IRAK 'DIBEBASKAN' AS
Kok BEGINI JADINYA !!!???

Siapa nyana? Sungguh tak terduga!

Bukan stasiun TV Aljazeera, juga bukan TV Damascus atau TV Teheran yang kebetulan kulihat sendiri menyiarkan demo anti-Amerika terbesar dalam 2-3 bulan terakhir ini di Irak. Jangan heran! Adalah stasiun TV Amerika CNN yang kemarin, 09 April, kulihat menyiarkan tentang demo puluhan ribu massa Irak di kota Feluja. Puluhan ribu rakyat Irak, termasuk kaum perempuan yang berjilbab, dengan melambai-lambaikan bendera nasional Irak, meniup terompet, bersorak-sorai berdemonstran menentang Amerika dan sekutu-sekutunya yang menduduki Irak. Mereka bersemangat dan teramat bérang, dengan keras sekali berseru nyaring: Hai, tentara AS enyahlah segera dari Irak. Mereka berbaris sepanjang 5 km antara kota suci Kufa dan Najaf, untuk memperingati 4 tahun masuknya tentara AS ke kota Bagdad.

Imam golongan Syiit radikal Muqtada al-Sadr yang berpengaruh, dan dikatakan yang ada dibelakang demo besar tsb menyerukan: Hentikan saling bunuh antara kita sendiri. Tujukn perlawanan pada sasaran utama, tentara agresor Amerika dan sekutu-sekutunya yang menduduki Irak!

* * *

Dan . . . . . . puluhan ribu kaum demonstran Irak itu mencabik-cabik kemudian membakar bendera Amerika, 'The Stars and Stripes'

* * *

Wartawan CNN yang meliput situasi Irak tsb, juga melaporkan bahwa diantara banyak toko-toko yang ramai dikunjungi dikota Bagdad, adalah APOTIK. Yang laris dijual, adalah obat penenang syaraf. Pemilik apotik Tharik Osama, bercerita: Makin banyak orang yang membeli obat penenang. Karena mereka s e t r e s . Mereka sesungguhnya sudah diambang sakit syaraf total. Kebanyakan orang sudah tidak punya harapan situasi akan membaik. Saling ngebom (bunuh-diri), antara kaum Syiit dan kaum Sunni, operasi-operasi militer AS dan sekutu-sekutunya terjadi hampir tiap hari. Tidak seorangpun tahu kapan situasi mengenaskan ini akan bisa berubah. Yang mereka tahu adalah Presiden Bush mengirimkan tentara tambahan ke Irak.

Lalu, apalagi yang laris laku di apotik Anda, tanya wartawan CNN. Tharik, pemilik apotik menjawab: Yang hampir sama larisnya ialah 'obat kuat' bernama VIAGRA. Karena s e t r e s itu, kata Tharik, akibatnya melemahkan syahwat kaum lelaki. Padahal mereka itu masih muda-muda. Masih memerlukan dan ingin kehidupan suami-istri yang wajar. Maka dibelilah tablet Viagra agar bisa normal hidup sebagai suami-istri. Aneh kedengarannya, beli obat penenang syaraf, bersamaan dengan itu membeli obat kuat Viagra.

Aku fikir, andaikata situasinya tidak terlalu gawat untuk AS, barangkali wartawan CNN yang adalah stasiun TV milik orang Amerika itu, --- tidak akan khusus mentayangkan berita seperti itu, pas pada peringatan 4 tahun Amerika masuk Bagdad. Memang bisa terjadi bahwa di CNN orang-orang yang pro Partai Demokrat dan anti politik-Irak Presiden Bush cukup berpengaruh. Bukankah Kongres AS yang kini didominasi oleh Partai Demokrat itu, mendesak Presiden Bush untuk bikin jadwal kongkrit kapan tentara AS ditarik dari Irak. Kongres menuntut kongkritnya tidak lebih lama dari Agustus 2008. Bila Presiden Bush menolak keputusan Kongres tsb maka dana operasi tentara AS di Irak akan di stop. Begitu tajam konflik di Kongres AS mengenai beleid Presiden Bush di Irak. Tokh, Bush ngotot mempertahankan kebijakannya untuk terus menduduki Irak. Memang ada dua kepentingan kaum modal AS di Timur Tengah. Satu, mempertahankan dominasi posisi militer AS. Kedua mendominasi sumber minyak di Irak dan Timur Tengah.

Jadi bukanlah masalah menyebarluaskan atau mensosialisasikan DEMOKRASI dan HAM, bukan pula untuk mencekal 'senjata pemusnah masal' yang katanya dimiliki oleh Saddam Husein, yang jadi motif Presiden Bush masuk Irak. Sama halnya, seperti ketika AS mendalangi penggulingan Presiden Sukarno dan membantu Jendral Suharto berkuasa di Indonesia. Bukan demi menyebarkan Demokrasi dan HAM, tetapi mendudukkan pemimpin pemerintahan yang bisa diandalkan dan dikendalikan oleh AS dalam strategi Perang Dingin ketika itu. Artinya demi kepentingan kaum modal AS sendiri.

* * *

Bagi orang-orang yang bermimpi, bahwa 'demokrasi' itu, adalah semacam barang dagangan yang bisa diekspor, tidak pernah terfikirkan samasekali, bahwa perubahan demokratis sesuatu negeri itu, pertama-tama dan terutama disebabkan oleh kekuatan sosial di dalam negeri itu sendiri. Bukanlah oleh suatu invasi militer asing, atau oleh kekuatan militar dalam negeri yang dipaksakan dari atas, betapapun keheibatan dan keunggulannya. Bagi protagonis invasi militer AS dan sekutu-sekutunya untuk menggulingkan Sadam Hussen, tak pernah terduga samasekali, bahwa sesudah Sadam Hussein digulingkan, situasi di Irak, akan begini jadinya. Karena, menurut mereka-mereka itu, bukankah Amerika masuk Irak untuk mensosialisikan prinsip-pinsip demokrasi dan HAM?

Di sini perlu dengan tegas dan jelas diberi catatan-pinggir dan DENGAN HURUF TEBAL, bahwa yang mereka namakan 'demokrasi' itu adalah demokrasi dalam nama saja. Karena 'demokrasi' yang mereka jajakan itu, adalah demokrasi untuk segolongan saja. Adalah demokrasi bagi yang punya uang, yang punya modal, yang punya surat kabar, radio dan stasiun TV. Yang punya polisi dan tentara.

Jangan jauh-jauh. Lihat saja negeri kita sendiri. Dulu, fihak Barat dan pendukung serta pengagumnya menjuluki pemerintahan Presiden Sukarno sebagai suatu pemerintahan yang 'otoriter'. Sesudah Presiden Sukarno mendekritkan 'Kembali Ke UUD-RI 1945', Presiden Sukarno dituduh sebagai diktator. Padahal orang tahu, melalui SOB yang sesungguhnya dan riil berkuasa adalah tentara. Media pers Barat dan pengikut-pengikutnya di dalam negeri, bersorak ria ketika Jendral Suharto naik panggung. Dikatakan bahwa sesudah 'periode otoriter' Presiden Sukarno berakhir, Indonesia memasuki masa penuh harapan. Yang nyata terjadi adalah pembantaian masal terhadap warganegara tidak bersalah, atas tuduhan PKI atau pendukung PKI, atau yang pendukung Presiden Sukarno.

Karena, katanya, di bawah Jendral Suharto dimulai periode demokrasi (liberal). Kekuatan politik/militer yang didukung oleh Barat bertabuh-genderang, bersuka ria dimulainya 'era demokrasi' di Indonesia. Modal asing meluncur lancar masuk dan bersarang di Indonesia. Kekayaan bumi dan laut Indnesia dikuras dan din dibawa ke luarngeri. Pinjaman luarnegeri lebih-lebih lagi, mengucur masuk. Sebagian tampak membawa perubahan dengan berkembangnya infrastruktur. Tapi sebagian besar utang yang didapat dari World Bank dan IMF, yang pasti menjadi beban generasi kemudian turun temurun, dengan laju pula mengucur ke kantong koruptor-koruptor kakap. Terutama pada alamat seperti yang kita bisa saksikan. Pada dinasti Cendana. Sebagian yang juga tidak kecil ditanamkan pada BUMN, yang dalam kenyataannya dikuasai oleh militer-birokrat rezim Orba.

Antara lain yang begini-begini ini, bisa dibaca dalam surat-surat kabar sesudah jatuhnya Suharto. Akan semakin terungkap lagi kelak bagaimana KKN beroperasi dalam praktek, dan menguasai negeri kita, bila lembaga pengadilan dan kejaksaan Indonesia konsisten dalam melacak dan menangani kasus korupsi Suharto dan kroni-kroninya, seperti Yusril dan Awaludin Hamid.

Sesungguhnya sudah jelas bahwa kultur dan sistim politik di kebanyakan negeri-negeri Timur Tengah, apakah itu kesultanan atau kerajaan, republik atau menggunakan nama lain; tidak satupun dari negeri-negeri itu yang bisa dibilang negeri yang mempraktekkan prisnip-prinsip negara demokratis, HAM atau negara hukum. Kalau bukan sistim politik otoriter beradasarkan aliran agama tertentu, maka ia adalah monarki dimana sang rajalah yang punya wewenang menentukan segala. Bila dikatakan demikian, ini bukanlah suatu 'sinisme' spontan. Bila benar seperti apa yang diuar-uarkan bahwa hendak menyebar demokrasi dan HAM, bukankah ke negeri-negeri Timur itu sasarannya? Tetapi tidak, karena meskipun itu suatu monarki yang mempratekkan sisitim pemerintahan feodal, tetapi negeri-negeri itu adalah sekutu AS. Jadi sasarannya adalah Iraknya Saddam Hussein, karena Sadam Hussein punya nyali untuk tidak tunduk kepada AS dan menantang sang superpower AS.

Ungkapan diatas tadi, untuk sekadar menggambarkan bagaimana seorang presiden seperti Presiden G.W.. Bush, begitu ngotot mempertahankan sikapnya yang 'kepala batu' ingin bertahan di Irak.

Soalnya Bush punya ilusi, bahwa kekuatan militer dari luar yang sepuluh kali lebih unggul, seperti AS, akan bisa mengubah sistim politik suatu negeri yang punya sejarah dan tradisi kuno, seperti Irak. Bush punya keyakinan seperti itu, karena AS punya lebih banyak pesawat tempur dan pembom, memiliki lebih banyak meriam dan tank, lebih banyak kapal perang, termasuk yang bersenjata nuklir, dan lebih banyak punya dolar. Memang siapa yang bisa membayangkan, bahwa sesudah AS dan sekutunya masuk Bagdad sebagai suatu 'tentara pembebasan', meruntuhkan patung Sadam Hussein yang lebih gede dari gajah itu, juga mendapat sambutan beberapa ratus penduduk Bagdad, hari ini -- Senin, 09 April, empat tahun kemudian ---- chaos dan maut yang meliputi Bagdad dan Irak.

Dan adalah hari ini juga, empat tahun sesudah Irak 'dibebaskan' tentara Amerika dari 'tirani' pemerintahan diktatorial Saddam Hussein, ----- di Feluja puluhan ribu orang Irak pemeluk aliran Syiit dalam Islam, berdemonstrasi menuntut agar tentara Amerika yang dikatakan mereka 'menduduki' Irak harus segera mundur dari Irak. Mereka membakar sesuatu . . . . Ya Allah, bendera AS yang mereka bakar sambil berteriak- teriak, yang kira-kira bila diterjemahkan, teriakan itu dalam bahasa Inggris, berbunyi 'AMERICANS GO HOME IMMEDIATELY!'. Siapa menduga, bahwa perkembangan Irak akan jadi begini suram (bagi AS) jadinya. Imam golongan Syiit radikal Muqtada al-Sadr adalah 'orangnya' yang menyerukan demo 'go to hell American troops' ini.

* * *

Dengan mengikuti secara seksama situasi perkembangan di Irak dan Timur Tengah, kita, khusunya generasi muda kita, akan bisa menarik pelajaran yang amat berharga, bahwa suatu kekuatan dari luar, apakah itu berupa militer atau berupa dolar, atau berselubung agama, kapanpun tidak akan mampu mengubah nasib sesuatu bangsa. Bangsa itulah yang akan menentukan nasibnya sendiri.
Kekuatan demokratis yang tumbuh secara wajar di dalam negeri itu sendiri yang akan menentukan hari depan bangsa itu.

* * *

No comments: