Monday, April 2, 2007

Kolom IBRAHIM ISA -- KEBEBASAN BICARA DIBUNGKAM

Kolom IBRAHIM ISA
Desember Menjelang Natal, 2006

KEBEBASAN BICARA DIBUNGKAM
BIARKAN SAJA - KARENA ITU TOKH MARXISME !


Beberapa hari belakangan ini, pada hari Kemis 14 Desember, menjelang HARI NATAL, Hari Kudus dan Hari Raya yang Damai, Hari Bersyukur umat Nasrani, ------ orang dikejutkan dan
d i k e c u t k a n oleh suatu 'a k s i k e k e r a s a n' di Bandung dan Surabaya. Pelakunya sebuah ornop, organisasi non-pemerintah, yang menamakan dirinya: 'Permak' (Persatuan Masyarakat Anti Komunis). Aksi tsb ditujukan terhadap sekelompak anak muda, mahasiswa, yang, mengadakan diskusi memperingati Hari Pernyataan Deklarasi Hak-Hak Azasi Manusia, dengan tema Gerakan Marxis Internasional. Penyelenggara peringatan diskusi itu adalah diskusi berkarakter ilmiah.

Aksi kekerasan tersebut adalah suatu PENGGEREBEGAN, semacam 'razia' untuk menggagalkan dan membubarkan kegiatan ilmiah yang berlangsung di sebuah tokoh buku (Ultimus), di depan kampus Universitas Pasundan. Seperti pada zaman Orbanya Suharto ketika kegiatan bedah buku Pramoedya di kampus universitas, digerebek aparat, dan penyelenggarannya ditahan, diinterogasi, kemudian para yang 'terlibat' dikeluarkan dari universitas., --- aksi 'Permak' tsb adalah aksi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokratis yang dicantumkan dalam UUD RI.

Aksi 'Permak' itu tidak beda dengan aksi yang dilakukan beberapa puluh tahun yang lalu untuk membubarka 'Manikebu', membungkam suara yang berbeda, apalagi yang bertentangan dengan pendapat sendiri. Tidak lain dan tidak bukan adalah suatu aksi anti-demokratis.Yang bertenangan denga prinsip-prinsip Hak-Hak Azasi Manusia.

SURAT TERBUKA , 18 DES 2006.
Mengapa Kapolri, Kapolda Jatim dan Jabar Masih Diam?
Tegakkan Demokrasi, HAM dan Keadilan
oleh: Sumaun Utomo
Ketua Umum LPRKROB

Walaupun Usman Hamid, Koordinator KontraS Jakarta sudah menyampaikan protes terhadap pejabat berwenang dalam bidang keamanan tentang penyerbuan sejumlah massa pada peringatan Hari HAM Internasional di LBH Surabaya dan kelompok mahasiswa di Bandung yang dimuat dalam Harian Rakyat Merdeka tanggal 17 Desember 2006 halaman 3, namun sampai hari ini ternyata baik Kapolri, Kapolda Jatim, Jabar masih tetap diam. Kekerasan seperti itu bila dibiarkan berlarut-larut merupakan kebiasaan buruk dan memberi citra buruk juga terhadap aparat penegak hukum di Indonesia. Indonesia adalah negeri demokrasi yang dalam UUD pasal 27, 28 menetapkan HAM rakyat Indonesia. Juga Indonesia sudah mempunyai UU HAM, Peradilan HAM, meratifikasi Deklarasi Universal HAM PBB, Konvenan-Konvenan Hak Sipil dan Politik, Ekosob, anti kekerasan dan lain-lain. Marilah kita semua, termasuk aparat negara mematuhi dan melaksanakan ketentuan UU tersebut. Memperingati Hari HAM Internasional merupakan cara untuk mensosialisasikan HAM di Indonesia yang sudah puluhan tahun HAM diinjak-injak oleh kekuasaan Orba. Kini rakyat ingin menyaksikan kenyataan bukan janji-janji saja. Marilah kita buktikan prinsip HAM, Demokrasi dan Hak Rakyat dalam negeri RI yang demokratis menurut UUD 1945
* * *

Diskusi Marxis Dibubarkan Massa,
Panitia, Pembicara, dan Penonton
Ditangkap Polisi

Jum'at, 15 Desember 2006 | 10:46 WIB

TEMPO Interaktif, Bandung:Diskusi Marxis yang diselenggarakan oleh rumah buku Ultimus, Jalan Lengkong 127, Bandung dibubarkan paksa oleh ormas yang menamakan diri Persatuan Masyarakat Anti Komunis (Permak). "Padahal tidak ada tendensi apapun untuk menyebarkan paham komunisme," kata Bilven, pemilik Ultimus yang kini menyembunyikan diri pada Tempo.

Diskusi terbuka yang berlangsung Kamis (14/12) pukul 19.00 WIB itu mengambil tema Gerakan Marxis Internasional diselenggarakan di halaman belakang toko buku yang berada tepat di depan kampus Universitas Pasundan. Marhaen Suprapto merupakan pembicara dalam diskusi itu yang dimoderatori oleh Sadikin, penanggung jawab acara yang merupakan pengelola situs Rumah Kiri.

Kegiatan diskusi itu merupakan kerjasama toko buku Ultimus dan situs Rumah Kiri yang mengangkat materi yang sedang hangat diperdebatkan dalam situs tersebut. Sejak acara belum dimulai massa Permak sudah berkumpul di luar toko buku itu. Sepuluh menit setelah diskusi dimulai, setidaknya sepuluh orang dari Permak masuk ke halaman toko buku itu menuju tempat berlangsungnya diskusi.

Perwakilan massa Permak itu langsung memotong diskusi yang sedang berlangsung. Satu orang dari massa itu, mengaku bernama Adang Supriadi ketua Permak, maju ke tengah forum diskusi yang dihadiri puluhan orang. Dia merebut mike yang sedang dipegang Marhaen dan langsung mengumumkan pembubaran kegiatan itu. Dia menuding bahwa kegiatan itu berniat menyebarkan paham komunis.

Massa lalu menyeret Sodikin penyelenggara diskusi itu berserta Marhaen. Keduanya sempat dibawa massa masuk ke dalam kampus Universitas Pasundan. Sodikin dan Marhaen kemudian dimasukkan dalam kendaraan berplat nomor B 57 XG, yang dipasangi bendera ormas itu di depannya. Mobil itu membawa keduanya ke Markas Polwiltabes Bandung.

Setelah insiden itu polisi baru datang. Kapolres Bandung Tengah AKBP Mashudi yang memimpin sepasukan polisi itu langsung mencari penyelenggara kegiatan itu. "Kegiatan ini tanpa izin," katanya.

Selanjutnya, polisi mengamankan beberapa peserta diskusi terbuka itu.
Tujuh orang peserta diskusi itu yakni Pamuji, Husni, Dany, Fuad, Rilyan, Topan, dan Didin diangkut ke dalam dua kendaraan milik petugas kepolisian yang diparkir beberapa meter dari toko buku itu. Ikut diamankan sepasang kakek dan nenek yang belum diketahui identitasnya.
Kejadian itu sempat membuat

Polisi juga mengambil seperangkat peralatan di antaranya pengeras suara serta beberapa poster dalam bingkai. Malam itu polisi meminta toko buku itu dikosongkan dan langsung memasang police line. Ketika ditanya alasan penahanan beberapa peserta diskusi dan penutupan toko buku itu, Mashudi hanya menjawab pendek, "NKRI." Dia langsung meninggalkan tempat kejadian menuju Mapolwiltabes.

Kejadian itu sempat menyedot perhatian masyarakat sekitar. Warga yang berkerumun banyak yang bertanya-tanya tentang kejadian yang itu. Jalan Lengkong Besar sendiri sempat macet akibat peristiwa itu.

Perwakilan Kontras ternyata sudah memantau sejak awal. Syaiful, seorang anggota lembaga itu mengatakan, pihaknya sudah menduga diskusi itu akan bernasib serupa dengan diskusi Marxis yang terjadi beberapa hari berselang di Universitas Airlangga. "kami memang sengaja memantau," katanya.

Dia mengaku sudah meminta bantuan pengacara dari PBHI dan LBH untuk ikut mendampingi pihak penyelenggara diskusi, pembicara, dan penonton yang saat ini ditahan di Markas Polwiltabes Bandung. "Tinggal menunggu surat kuasanya," katanya.

Pihak Polwiltabes Bandung hingga hampir tengah malam belum memberikan penjelasan atas alasan penangkapan itu. Kapolwiltabes Bandung Kombes Polisi Edmond Ilyas dan Kapolres Bandung Tengah AKBP Mashudi buru-buru meninggalkan ruang pemeriksaan dan meninggalkan Mapolwiltabes.

Pemilik toko buku Ultimus sendiri, Bilven, sengaja menyembunyikan diri. Kepada Tempo dia menyesalkan pembubaran itu. "Kita berpihak pada budaya ilmiah bukan komunisme," katanya.

Toko buku itu sendiri sudah disatroni orang tidak dikenal sejak mengumumkan hendak mengadakan diskusi itu. Penjaga toko buku itu mengaku, sudah sejak Senin (11/12) toko buku itu didatangi berbagai macam orang termasuk dari pihak kepolisian yang menanyakan macam-macam seputar diskusi itu. Pamflet kegiatan itu juga sudah habis dibawa polisi pada Kamis (14/12) pagi ketika toko buku itu baru saja dibuka.

Ahmad Fikri

No comments: