Monday, April 2, 2007

Kolom IBRAHIM ISA - Lawan PELANGGARAN Kejaksaan Agung Atas Hak Informasi Dan Kebebasan Ilmu !

Kolom IBRAHIM ISA
Minggu, 18 Maret 2007

Lawan PELANGGARAN Kejaksaan Agung Atas Hak Informasi Dan Kebebasan Ilmu !


Komunitas Sejarah Indonesia, sungguh bertindak cepat, sigap dan berani mengeritik dan menentang, menolak dan menantang keputusan sewenang-wenang dan main kuasa Kejaksaan Agung, yang pada tanggal 05 Maret 2007, telah melarang 13 judul buku pelajaran sejarah tingkat SMP dan SMA yang diterbitkan oleh 10 penerbit. Mengenai langkah-langkah selanjutnya yang akan diambil oleh Komunitas Sejarah Indonesia, dijelaskan sbb:
'Pada 17 Maret 2007, para sejarawan, aktivis, guru-guru sejarah dan individu-individu lain bertemu untuk mendiskusikan tindakan selanjutnya untuk menanggapi keputusan Kejaksaan Agung tersebut. Berikut adalah tindakan yang akan dilakukan:

1. menyebarkan petisi untuk menolak keputusan pelarangan buku pelajaran sejarah kurikulum 2004. 2. membuat press conference pada tanggal 20 Maret 2007 pk. 12.30 di Hotel Bidakara untuk menyatakan sikap kita.
3. Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia akan membuat gugatan resmi terhadap Kejaksaan Agung sebagai institusi yang mengeluarkan keputusan pelarangan buku-buku sejarah kurikulum 2004.
Petisi penolakan keputusan pelarangan buku-buku pelajaran sejarah dengan kurikulum 2004 kami sertakan dalam email ini. Jika anda ingin turut mendukung petisi tersebut, silakan kirim email ke grace_leksana@ yahoo.com berisi nama lengkap dan institusi yang diwakili (jika ada) atau profesi anda. Jangan menuliskan data tersebut dalam petisi, biarkan panitia yang melakukannya. Kami harapkan dukungan anda.

* * *

Memang terhadap tindakan main kuasa Kejaksaan Agung tsb, yang menangani masalah yang bukan urusannya, yaitu yang menyangkut masalah pendidikan, kongkritnya masalah kurikulum, harus dilawan dengan tegas dan konsisten sampai Kejaksaan Agung menarik kembali keputusan sewenang-wenang tsb. Tindakan Kejaksaan Agung ini, merupakan suatu penghinaan terhadap harapan luas masyarakat yang menanti-nantikan penanganan kongkrit dan tegas dari fihak Kejaksaan Agung terhadap begitu banyak kasus pelanggaran HAM, sejak beridirinya Orba. Dimulai dengan Pelanggaran HAM terbesar, pembantaian terhadap rakyat yang tidak bersalah dalam Peristiwa 1965; kemudian kasus kekerasan, perampokan, pemerkosaan dan pembunuhan dalam Peristiwa Mei 1998,; hingga yang belakangan ini kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir. Dan last but least, pelanggaran k o r u p s i besar-besaran dan terbesar yang dilakukan oleh keluarga Cendana dan kroni-kroninya, yang masih belum di-'apa-apa'-kan oleh Kejaksaan Agung. Yang diharapkan oleh masyarakat ialah langkah Kejaksaan Agung berikutnya yang positif yang seyogianya akan memberikan sumbangan terhadap penegakkan Republik Indonesia sebagai Negara Hukum.

Tetapi, dengan tindakannya sewenang-wenang mencampuri masalah pendidikan dan kurikulum, yang menyangkut penyebutan atau tidak menyebut nama PKI dalam teks buku sejarah, Kejaksaan Agung telah melangkah ke jalan kembali ke kultur ketiadaan hukum, dimana hak-hak azasi manusia, hak-hak demokrasi, hak memperoleh informasi seluas mugkin, dilanggar dan diinjak-injak sejadi-jadinya. Kejaksaan Agung hendak kembali ke periode gelap dikala yang berkuasa menjadi penentu, menjadi wasit, apa yang benar dan apa yang salah. Kultur dan budaya serta situasi hukum dan hak azasi seperti itu, adalah kultur, politik dan hukum rimba yang diciptakan dan dilaksanakan Orba selama lebih dari 30 tahun. Periode anti-demokrasi, penyebaran fakta-fakta dan peristiwa sejarah yang diputarbalikkan, diplintir dan direkayasa semasa Orba seyogianya telah diakhiri dengan tumbangnya rezim Presiden Suharto akibat gelora gerakan dan gelombang Reformasi dan Demokrasi.

Seluruh kekuatan Reformasi dan Demokrasi tidak akan mengizinkan kekuasaan manapun pasca Reformasi, yang hendak menghancurkan hasil-hasil gemilang gerakan serta menegakkan kembali masa muram, masa kebodohan intelektual dan ketiadaan demokrasi zaman Orba.
Oleh karena itu, mari kita sebarluaskan, dukung dan tandatangani sama-sama Petisi Komunitas Sejarah Indonesia. Di bawah ini adalah teks lengkap Petisi Komunitas Sejarah Indonesia:

PETISI KOMUNITAS SEJARAH INDONESIA
Latar belakang
Pada masa Orde Baru (dan sebelumnya) telah terjadi rekayasa sejarah untuk kepentingan penguasa. Setelah Soeharto jatuh tahun 1998, muncul gugatan terhadap penulisan dan pendidikan sejarah yang terjadi selama ini. Beberapa peristiwa yang kontroversial seperti lahirnya Pancasila, Serangan Umum 1 Maret 1949, G30S, Supersemar, dan Integrasi Timor Timur dipertanyakan kembali oleh masyarakat. Buku-buku yang dilarang telah dicetak kembali. Biografi dan memoar para korban Orde Baru terbit secara luas. Sejarah lisan dimanfaatkan untuk mengungkap kesaksian dari survivor.

Pendidikan sejarah pun mengalami perubahan. Kurikulum 1994 (direvisi tahun 1999) yang dianggap terlalu sarat muatan telah diperbaiki dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang kemudian disebut Kurikulum 2004. Dalam beberapa hal Kurikulum 2004 lebih demokratis dari kurikulum sebelumnya. Dengan alasan yang masih dapat diperdebatkan, Kurikulum 2004 diganti dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Kurikulum 2006).

Untuk memenuhi tuntutan beberapa elit seperti Jusuf Hasyim (alm) yang mengatakan bahwa di Jawa Timur terdapat buku sejarah yang tidak memuat peristiwa Madiun 1948, maka Menteri Pendidikan Nasional meminta Kejaksaan Agung untuk buku-buku pelajaran sejarah yang digunakan pada tingkat SMP dan SMA. Bukan hanya itu, kejaksaan Agung juga memeriksa Kepala Pusat Kurikulum yang baru (Diah Harianti) dan yang lama (Dr Siskandar).

Tanggal 9 Maret 2007, Jaksa Agung Muda bidang Intelijen, Muchktar Arifin dalam konferensi pers mengumumkan bahwa Kejaksaan Agung dengan SK 19/A/JA/03/2007 tertanggal 5 Maret 2007 telah melarang 13 judul buku pelajaran sejarah tingkat SMP dan SMA yang diterbitkan oleh 10 penerbit. Sebagian buku yang dilarang itu merupakan buku pelajaran kelas I SMP. Alasan pelarangan adalah tidak memuat pemberontakan Madiun dan 1965 dalam buku-buku itu serta tidak mencantumkan kata PKI dalam penulisan G30S.

Berdasarkan kenyataan di atas dan setelah membaca buku-buku pelajaran sejarah pada tingkat SMP dan SMA, maka kami komunitas sejarah Indonesia dengan ini menyatakan:

Pertama, menolak pelarangan buku pelajaran sejarah yang dikeluarkan Kejaksaan Agung tertanggal 5 Maret 2007

Kedua, pelarangan itu mempunyai dampak negatif terhadap usaha mencerdaskan bangsa seperti digariskan oleh Undang-Undang Dasar 1945 karena menimbulkan kebuntuan berpikir di kalangan dunia pendidikan. Hal itu jelas membingungkan guru dan siswa serta sangat merugikan penerbit. Dalam situasi ekonomi yang semakin sulit, ini akan menyusahkan orang tua murid yang terpaksa membeli buku yang lain.

Ketiga, pelarangan itu tidak berdasar karena buku sejarah kelas I SMP yang dilarang memang tidak memuat peristiwa Madiun dan 1965. Pengajaran pada kelas I SMP baru membahas sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara yang dipengaruhi agama Hindu-Budha dan Islam. Adalah absurd karena Kejaksaan Agung melarang buku-buku yang tidak mencantumkan G30S/PKI (Matrodji, Sejarah Kelas 3 SMP, penerbit Erlangga) tetapi juga melarang buku yang tetap mencantumkan G30S/PKI seperti yang dikarang Tugiyono KS dkk (Pengetahuan Sosial , Sejarah, penerbit Grasindo)

Keempat, persoalan kurikulum merupakan kewenangan Departemen Pendidikan Nasional bukan urusan Kejaksaan Agung.

Kelima, kami meminta agar Jaksa Agung mencabut surat keputusannya no 19/A/JA/03/2007 tertanggal 5 Maret 2007.

Keenam, penindakan terhadap buku yang dianggap bermasalah oleh pemerintah, seyogianya melalui proses pengadilan bukan dengan pelarangan.
Jakarta, 20 Maret 2007

Tertanda (disusun berdasar abjad)
teman-teman yang sudah menyatakan kesediaannya untuk mendukung petisi:
1. A Syukur (pengajar Universitas Negeri Jakarta)
2. Ade Rostina Sitompul
3. Adi (Jaringan Kerja Budaya)
4. Agung Ayu (Lingkar Tutur Perempuan)
5. Agus F. Hidayat (Forum Anti Korupsi Tangerang/ FAKTA)
6. Andi Ahdian (Onghokham Institut)
7. Andi Nurhakim (SGT/ Serikat Guru Tangerang)
8. Andre Liem (Institut Sejarah Sosial Indonesia/ ISSI)
9. Anissa S. Febrina (Jurnalis)
10. Anom Astika (Institut Sejarah Sosial Indonesia)
11. Asvi Warman Adam (Pengurus Pusat Masyarakat Sejarawan Indonesia)
12. B. I. Purwantari (ISSI)
13. Baskara Wardaya (sejarawan, direktur Pusdep Universitas Sanata Dharma)
14. Bonnie Triyana (redaktur Jurnal Nasional)
15. Budi Setiyono (Masyarakat Indonesia Sadar Sejarah, Sekretaris Yayasan Pantau)
16. Budiawan (pengajar Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta)
17. Chandra Gautama (editor KPG)
18. Didi Kwartanada (mahasiswa doctoral National University of Singapore)
19. Grace Leksana (ISSI)
20. Hendardi (PBHI)
21. Hilmar Farid (Institut Sejarah Sosial Indonesia)
22. Ita Fathia Nadia (mantan Komisioner Komnas Perempuan)
23. JJ Rizal (sejarawan, penerbit Komunitas Bambu)
24. Johnson Panjaitan (PBHI)
25. Karlina Supelli (pengajar STF Driyarkara)
26. Khairul (Onghokham Institut)
27. M Fauzi (Institut Sejarah Sosial Indonesia)
28. Maria Hartiningsih (wartawati)
29. Muhammad Faishal (Histra)
30. Muridan Wijoyo (mahasiswa doctoral University of Leiden)
31. Nani Asri Setiani (guru sejarah SMU 6 Jakarta)
32. Nursam (sejarawan, penerbit Ombak, Yogyakarta)
33. Radjimo Sastro Wojono (Masyarakat Indonesia Sadar Sejarah)
34. Ratna Hapsari (guru sejarah SMU 6 Jakarta)
35. Razif (Jaringan Kerja dan Budaya)
36. Retno Listyarti (guru SMA 13 Jakarta Utara)
37. Rinto Trihasworo (ISSI)
38. Selamet (Suara Hak Asasi Manusia di Indonesia / SHMI)
39. Singgih Tri Sulistyono (pengajar Universitas Diponegoro, Semarang)
40. Siti Fadillah (guru sejarah)
41. Stanley Adiprasetyo (ISAI, Toko Kalam Utan Kayu)
42. Suparman (guru sejarah SMU 17 Jakarta)
43. Supriono/ Pray de Ferri (ISSI)
44. Wahyu Susilo (INFID)
45. Wilson (Praxis)
46. Yerri Wirawan (alumni pascasarjana EHESS, Paris)
47. Yoyok (Syarikat Indonesia, Yogyakarta)
Nama-nama berikut tengah dihubungi untuk bergabung, banyak lagi yang akan menyusul:
1. Abdul Syukur (sejarawan, Universitas Negeri Jakarta)
2. Bambang Purwanto (guru besar sejarah, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)
3. Dewi Yuliati (sejarawan, Universitas Diponegoro, Semarang)
4. Dias Pradadimara (sejarawan, Universitas Hasanuddin, Makassar)
5. Edward Polinggamang (sejarawan, Universitas Hasanuddin, Makassar)
6. Erwiza Erman (sejarawan, pengurus pusat Masyarakat Sejarawan Indonesia)
7. Gusti Asnan (sejarawan, Universitas Andalas, Padang)
8. Heddy Lugito (redaktur Gatra)
9. Idrus Shahab (wartawan senior, Tempo)
10. Imam Azis (Syarikat Indonesia, Yogyakarta)
11. Mestika Zed (guru besar sejarah, Universitas Negeri Padang. Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia, Sumatera Barat)
12. Onghokham (sejarawan, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia)
13. Sarkawi B. Husain (sejarawan, Universitas Airlangga, Surabaya)
14. Sartono Kartodirdjo (guru besar emeritus, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)
15. Singgih Tri Sulistyono (sejarawan, Universitas Diponegoro, Semarang)
16. Suhartono (guru besar sejarah, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)
17. Toeti Kakiailatu (penulis, almunus pascasarjana Sejarah, Universitas Indonesia)
Dukungan Anda sangat berarti. Kirimkan nama, profesi atau asal lembaga (jika ada) dan domisili melalui e-mail ke grace_leksana@yahoo.com


* * *

No comments: