Monday, April 2, 2007

IBRAHIM ISA – BERBAGI CERITA - SOBRON AIDIT SUDAH DIREHAB MASYARAKAT

IBRAHIM ISA – BERBAGI CERITA
----------------------------------------------
Sabtu, 31 Maret 2007


SOBRON AIDIT SUDAH DIREHAB MASYARAKAT


Nanti akan kujelaskan mengapa aku berani mengatakan, pada sambutanku berkenaan dengan Peringatan Hari Ke-40 Meninggalnya Sobron Aidit yang berlangsung tadi siang, bahwa, Sobron sesunguhnya tidak lagi mememerlukan 'rehabilitasi' dari penguasa Indonesia sekarang. Sebab terpokok ialah karena masyarakat Indonesia itu sendiri, para penggemar karya-karya Sobron, S U D A H MEREHABILITASI NAMA BAIK SOBRON.

Belakangan nanti akan kutambahkan penjelasannya. Pokoknya REHABILITASI NAMA BAIK SOBRON telah dilakukan oleh masyarakat Indonesia itu sendiri. Itulah yang terpenting. Hal itu bisa disaksikan antara lain dengan penuh sesaknya ruang pertemuan dengan hadirin yang khusus datang untuk mengenangkan Sobron yang meninggal 40 hari yang lalu.

* * *

Hari Sabtu 'weekend' kali ini cuaca benarbenar bagus. Terasa benar datangnya musim semi. Sejauh mata memandang tampak pepohohonan dan tanaman yang tadinya gundul, mulai menghijau. Rupanya yang 'Di Atas', memberkahi pertemuan memperingati Sobron. Sehingga suasana itu memperindah, menyemarakkan serta membikin pertemuan yang diadakan di gedung sekolah 'Schakel' di Burg. Bickerstraat 40, Diemen, Holland, menjadi kenangan yang sulit dilupakan.

Acara yang disusun rapi oleh panitya peringatan, -- terdiri dari pembacaan puisi oleh dan tentang Sobron, oleh Chalik Hamid, Mawi, Nita, Heri Latief, Dini Setyowati, Ratih, Mriyanti, sungguh mencengkam. Ditambah lagi dengan merdunya suara Nita yang membawakan lagu kesukaan ayahnya. Sesudah mendengar suara merdu Nita yang diiringi petikan gitar, aku bilang pada Nita: Ini Benar, bukan baso-basi! Baru Oom tahu bahwa Nita bisa bernyanyi begitu merdu. Terima kasih Oom, kata Nita.

Aku taksir kurang lebih sekitar 200 termasuk keluarga dan handai taulan, serta penggemar ('fans') tulisan Sobron, yang memenuhi ruang pertemuan. Di antaranya kulihat pakar Indonesia Dr. Nico Scholten Nordholt dan istrinya Clara Ela yang membacakan sambutan dan syair Sobron. Seperti tertera dalam undangan, hari itu hadirin bersama-sama memperingati 'Empatpuluh Hari' meninggalnya sahabat tercinta Sobron Aidit, yang juga adalah salah seorang ketua 'Yayasan Sejarah dan Budaya Indonesia', YSBI, dan Ketua Redaksi majalah 'KREASI', organnya YSBI.

Dalam sambutanku pada hari peringatan tsb sesudah menyatakan terima kasih kepada Bung Soelardjo, salah seorang ketua YSBI yang memberikan kesempatan kepadaku untuk menyampaikan sepatah-dua kata berkenaan dengan hari peringatan ini, kunyatakan mengenai Sobron sbb:

* * *

Adalah suatu tradisi atau kebiasaan turun temurun bangsa kita dari pelbagai suku dan kepercayaan, yang sampai sekarang masih diteruskan oleh berbagai lapisan masyarakat kita, untuk memperingati empatpuluh hari, seratus hari, atau seribu hari meninggalnya kerabat, handai atau taulan. Maksudnya ialah untuk mengenang kembali yang telah meninggal, bahwa kita tidak melupakannya, membacakan doa sesuai keyakinan agama masing-masing, serta memperkuat ketabahan pada keluarga yang ditinggalkan. Bahwa kita terutama mengingat sifat-sifatnya yang baik dan positif, selain menarik pelajaran dari segi-segi yang dianggap sebagai kekurangannya selaku penulis progresif.

* * *

Memperingati yang telah meninggal itu, adalah suatu tradisi yang dihormati masyarakat, suatu kebiasaan bangsa kita, yang lintas etnis dan lintas agama.

Sobron Aidit, atau Bung Sobron, -- sapaan akrab sehari-hari bagi kita-kita yang sudah lama kenal dan dekat dengan Sobron, banyak orang mengenalnya sebagai penulis. Terkesan Sobron seperti tak pernah capé-capénya menulis.

Bagi saya dan bagi banyak teman, terutama penting sekali, bahwa, meski Sobron bukan seorang politikus, bukan seorang aktivis aksi-aksi masyarakat, tetapi Sobron jelas punya pandangan dan pendirian politik yang tegas menentang rezim anti-demokratis dan represif Orba di bawah Jendral Suharto. Kenyataan bahwa Sobron adalah anggota pinpinan YSBI dan majalah KREASI sudah menjelaskan pandangan budaya, sejarah dan politiknya, yang patriotik dan progresif, membela demokrasi dan HAM.

Pernah seorang sahabatku mengatakan bahwa aku harus menerima Sobron sebagaimana apa adanya. Sobron bukan orang politik, katanya. Setelah menelusuri tulisan-tulisan dan wawancara-wawancra yang diberikannya kepada wartawan lembaga pemberitaan asing maupun Indonesia, aku meragukan pendapat kawan tadi.

Nyatanya pandangan politik Sobron yang patriotik dan progresif itu, menunjukkan baha Sobron adalah seorang sastrawan yang sadar politik, mempunyai pandangan politik yang prinsipil.

* * *

Beberapa tahun yang lalu ketika berkunjung ke Jakarta, aku melihat-lihat buku di Gramedia. Di ruangan yang memamerkan buku-buku yang 'bestseller' yang 'laris', kulihat ada dua pengarang yang bukunya dikatagorikan sebagai bestseller. Yaitu pengarang terkenal Pramoedya Ananta Toer. Ini dengan sendirinya, karena dialah novelis terbesar Indonesia sekarang. Pengarang lainnya yang bukunya dipamerkan di Gramedia sebagai buku yang 'bestseller' adalah buku-buku. . . . Sobron Aidit. Ini bukan main-main fikirku. Ini GRAMDEIA yang memamerkan. Aku merasa ikut bangga. Terbuktilah bahwa masyarakat Indonesia yang nyata, tidak sedungu dan tidak sekonservatif penguasa dan pendukung-pendukungnya.

Kemudian dalam pertemuan hari ini aku menyaksikan film dokumentar 'Kick Andy'. Dokumenter itu menayangkan temuwicara wartawan Andy dengan para eks-tapol yang terdiri dari orang-orang Indonesia yang pernah belajar di negeri sosialis. Sekembalinya ke Indoneisa mereka dipersekusi oleh Orba. Mereka itu antara lain, seperti Koesalah Toer, Gustaf Dupe, dl. Kemudian kulihat kehadiran SOBRON AIDIT di situ sebagai salah seorang Indonesia yang paspornya dengan sewenang-wenang dicabut Orba, atas tuduhan dan fitnahan terlibat atau ada indikasi G30S (karena Sobron adalah adiknya DN Aidit). Menyaksikan itu semua, kusimpulkan, sbb:

SOBRON AIDIT S U D A H DIREHABILITASI NAMA BAIKNHYA. Siapa yang merehab itu? Itu adalah masyarakat Indonesia itu sendiri. Bukankah, ini lebih berharga ketimbang rehabilitasi yang dinanti-nantikan dari pemerintah yang tak kunjung tiba. Inilah tambahan penjeleasanku mengapa berani kukatakan bahwa Sobron telah dirahabilitasi nama baiknyua oleh masyarakat Indonesia itu sendiri.

Aku yakin bila Sobron masih ada di tengah-tengah kita ia akan membubuhi
tandatangannya mendukung Petisi Komunitas Sejarah Indonesia, yang memprotes keputusan Kejaksaan Agung tanggal 05 Maret 2007, yang melarang buku-buku kurikulum 2004 sejarah Indonesia, yang tidak mencantumkan nama PKI sesudah nama G30S. Kita tahu bahwa keputusan Kejaksaan Agung itu adalah suatu keputusan yang dungu, tidak pada tempatnya serta bertentangan dengan UUD RI, HAM serta program Reformasi dan Demokratisasi.

* * *

Kesedihan keluarga Sobron Aidit juga dirasakan oleh para handai taulan di Paris, Amsterdam, Stockholm, Berlin, dan di tanah air tercinta Indonesia. Tak lain harapan kita semua keluarga yang ditinggalkan Sobron tabah adanya menghadapi musibah ini.

* * *

Sobron Aidit, adalah sahabat karibku, seorang kawan yang kukenal puluhan tahun lamanya. Orangnya peramah, gembira, begitu jumpa, kita disambutnya dengan senyumnya. Ia orang yang optimis dan penuh dengan energi (entah dari mana energi itu, mengingat umurnya yang sudah di atas tujuhpuluh). Boleh dikatakan, setiap hari Sobron menulis. Apakah itu cerpen, apa yang berjudul 'cerita-cerita santai', 'kolom saya', 'Obrolan pagi' dan lain-lain judul yang hidup dan jenaka. Mulai dari ceritera rakyat kecil sampai kepada bagaimana memasak sop buntut.

Menulis, itulah 'hidup'-nya Sobron Aidit. 'Writing stories, that is Sobron's life'. Begitu bila orang Inggris mengatakannya.

Tulisannya biasanya santai-santai saja, yang biasa-biasa saja, ditulis dengan gaya yang hidup, lugu apa adanya, menceriterakan kehidupan sehari-hari. Tentang orang-orang Paris, orang Amsterdam, oang-orang Jakarta, orang-orang Bangka dst. Tidak jarang juga tentang keluarganya sendiri. Muilai dari anaknya, Nita, Wita dan cucu-cucu Laura dan Berry, yang semuanya sangat dekat dihatinya. Tentang bapaknya dan abangnya, Bang Ahmad yang dicintainya. Tidak itu saja, Sobron juga berceritera tentang keadaan rakyat kita yang masih hidup serba kekurangan.

Tapi Sobron juga pernah menulis pegangan atau tentang pendirian hidupnya. Yang terpokok kukira, adalah TOLERANSI dan 'MENGASIHI SESAMA MANUSIA SEBGAIMANA HALNYA MENGASIHI DIRI SENDIRI. Ini adalah hikmah yang kiranya diperolehnya dari pengalaman hidupnya sendiri. Juga dari keyakinan agama yang dipeluknya sekarang: Agama Kristen. Dengan sendirinya amat erat terjalin dengan keyakinannya mengenai keadilan sosial, serta masalah-masalah yang menyangkut demokrasi dan HAM. Sobron juga punya pandangan politik yang tegas. Ini jelas sekali ketika ia diwawancari oleh wartawan radio Hilversum, Tossi. Kemudian oleh wartawan Metro TV di Jakarta.

Maka Sobron juga berceritera tentang penderitaan para korban Peristiwa 1965 yang hingga kini masih didiskrisminasi, dimarginalisasi dan di 'paria'-kan oleh penguasa dan para pendukungnya. Sobron turut memperjuangkan agar para korban pelanggaran HAM tsb direhabilitasi nama baik dan hak-hak mereka sebagai warganegara yang mencintai tanah air dan Republik Indonesia.

Sobron menurut apa adanya, melukiskan penderitaan para korban Peristiwa 1965 Pelanggaran HAM Orba, karena ia sendiri adalah salah seorang dari korban pelanggaran HAM rezim Orba, sebagaima halnya keluarganya.

Membaca tulisan-tulisan Sobron, orang bisa tahu bahwa meskipun jasadnya tinggal di Paris, sebagai warganegara Perancis, tetapi semangat dan jiwanya tetap Indonesia, yang teramat cinta pada tanah air dan bangsa. Puluhan tahun berkelana di luarnegeri akibat persekusi Orba, tidak sedikitpun melunturkan jiwa patriotik Sobron.

Sobron Aidit telah tiada. Tetapi kenang-kenangan indah akan tetap pada kita semua: Sobron Aidit sebagai kawan, yang hangat, dengan siapa kita bisa bersenda gurau, tetapi juga bisa dengan serius membicarakan nasib bangsa dan tanah air, hari depan Indonesia.

Bersemangat dan energiknya Sobron Aidit menulis, ----- sesuatu yang pasti ada gunanya bagi generasi muda, merupakan suri teladan yang tak akan terlupakan sepanjang masa.

* * *

No comments: