Monday, April 2, 2007

Kolom IBRAHIM ISA -- SEJARAWAN BAMBANG PURWANTO Dan SEJARAH KITA.

*Kolom IBRAHIM ISA*

*Senin, 15 Januari 2007*

*------------------------------------*


*SEJARAWAN BAMBANG PURWANTO Dan SEJARAH KITA.*

*APA ITU SEJARAH?*


* * *


Kemis, 11 Januari 2007, Mintardjo, Ketua Yayasan Sapu Lidi, Leiden, lewat tilpun mengingatkan aku mengenai rencana mereka bersama PPI Leiden, untuk menyelenggarakan BEDAH BUKU-nya Prof. Dr. Bambang Purwanto MA. Bukunya berjudul 'Gagalnya Historiografi Indonesiasentris!?!'. Mengenai adanya dua tanda baca pada akhir judul, yaitu tanda-baca tandatanya (?), disusul dengan tand-baca tanda seru (!), dari kalangan yang hadir dalam bedah buku itu, ada yang mempertanyakannya. Menurut Purwanto, memang dibuat demikian, karena apa yang dinyatakan mengenai 'Gagalnya Historiografi Indonesiasentris', betul ada yang mempertanyakannya. Maka dicatatlah pendapat tsb. Dengan membubuhkan tanda-baca tandatanya. Karya ilmiah Bambang Purwanto tsb baru saja terbit di Jakarta .


Walhasil, tak peduli masih menghembusnya angin taufan dan suhu cukup dingin, diantar putriku dengan mobilnya ke stasiun keretapi Duivendrecht, meluncurlah kereta dari situ ke Leiden. Kuperlukan benar untuk bisa hadir dalam 'Bedah Buku' Bambang Purwanto. Kegiatan pagi itu dilangsungkan di 'Faculteit der Sociale Wetenchappen', Universitas Leiden. Letaknya di seberang stasiun keretapi Leiden Centraal. Perhatian cukup besar, ruangan tempat kami berkumpul di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Leiden itu, penuh.


Mungkin ada baiknya, disamakan dululah pemahaman, mengenai apa sebenarnya, apa yang dimaksud dengan kata h i s t o r i o g r a f i itu. Secara umum penjelasannya, kiranya demikian: Historiografi itu adalah salah satu cabang dalam ilmu pengetahuan yang mempelajari praktek ilmu sejarah itu. Bentuknya a.l mempelajari metodologi dan perkembangan sejarah sebagai suatu disiplin akademik. Seperti yang banyak bisa dilihat dan ditulis sekarang ini historiografi merujuk pada bagian tertentu dari penulisan sejarah. Misalnya histostoriografi Indonesia mengenai 'G30S', pada periode Orba yang merujuk ke pendekatan metodologis dan ide mengenai sejarah gerakan tsb yang telah ditulis selama periode itu, dst.


* * *


APA ITU SEJARAH ?


Mengenai apa yang dinamakan sejarah itu, apakah penulisan sejarah itu bisa obyektif, apakah bisa bebas dari subyektifitas penulisnya, hal itu sudah sejak lama menjadi tema diskusi bahkan perdebatan yang menarik dan memang perlu dipelajari terus. Bukan saja di kalangan cendekiawan, tetapi juga di kalangan yang lebih luas, seperti pers dan para politisi.


Lebih seabad yang lalu (Oktober 1896), seorang pakar sejarawan Inggris, Lord Acton namanya, menulis laporan kepada Syndics dari Cambridge University Press. Di situ ditulisnya a.l bahwa. pada suatu ketika adalah mungkin untuk menghasilkan 'ultimate history'. Karena, demikian ditulisnya, meskipun 'ultimate history' tidak dapat dimiliki dalam generasi ini, -- tapi kita bisa menghasilkan suatu 'sejarah konvensionil'. Di saat semua informasi bisa kita raih, dan setiap problim sudah bisa dipecahkan.


Namun, kira-kira enampuluh tahun kemudian, yaitu sesudah laporan Lord Acton yang menyatakan kemungkinan menghasilkan suatu 'ultimate history', sejarawan Prof Sir George Clark, mengomentari bahwa sejarawan-sejarawan generasi kemudian tidak mengharapkan prospektif demikian itu. Mereka itu menganggap bahwa, hasil karya mereka akan dilampaui oleh sejarawan yang menyusul kemudian. Demikianlah akan berlangsung tak henti-hentinya.


Sejarawan yang mucul kemudian menganggap bahwa pengetahuan mengenai masa lampau dilahirkan oleh lebih dari satu pemikiran-manusia; hal itu telah 'diproses' oleh mereka itu. Dan oleh karena itu, tidak mungkin ia terdiri dari elmen dan atom-atom yang tanpa kepribadian, yang tak bisa diubah oleh siapapun . . . .


Maka tanya salah seorang sejarawan terkenal lainnya EH Carr: Bila kita berusaha menjawab pertanyaan 'APA SEJARAH ITU', maka jawab kita adalah:


Disadari atau tidak, jawabannya mencerminkan posisi kita sendiri pada waktu itu, dan merupakan jawaban terhadap masalah yang lebih luas. Yaitu pandangan tentang masyarakat yang yang bagaimana yang diambil dimana kita hidup.


* * *


Tema sejarah, apalagi Sejarah Indonesia, selalu menarik, dan merupakan
suatu kepedulian bagiku. Apalagi kali ini yang menulisnya adalah
sejarawan generasi muda yang kukenal orangnya: Prof Dr Bambang
Purwanto MA. Dua tahun yang lalu sejarawan muda ini, dikukuhkan
menjadi Guru Besar Sejarah Universitas Gajah Mada.


Selama berlangsungnya Bedah Buku, aktivis penyelenggara tampak sibuk membuat catatan dan merekam uraian Bambang Purwanto dan tanggapan yang diberikan terhadapnya. Juga diskusi mengenai uraian Bambang dan yang lainnya, dicatat, difoto dan direkam. Alangkah baiknya jika penyelenggara Bedah Buku ini, menyusun kembali semua catatan dan rekaman tsb dengan rapi, mengeditnya kemudian menerbitkannya. Pasti akan disambut para pencinta sejarah.


Tulisanku ini jelas tak akan mampu untuk menceriterakan secara lengkap, apa yang berlangsung dalam Bedah Buku tsb. Hanya sekadar memberikan gambaran yang sangat umum. Untuk memberitakan dan memperkenalkan kepada pembaca mengenai kegiatan ilmiah yang penting dan seryogianya perlu diketahui oleh orang-orang di luar hadirin hari itu. Tujuan lainnya yang penting ialah, untuk menggugah dan memperbesar perhatian dan kepedulian pembaca, khususnya generasi muda terhadap sejarah bangsa sendiri. Untuk banyak berfikir dan menganalisis masalah penting ini


* * *


Mungkin akan menarik bagi pembaca tulisan ini untuk membaca sebagian kecil kutipan dari yang ditulis oleh Purwanto, dalam kata pengantar bukunya GAGALNYA HISTORIOGRAFI INDONESIASENTRIS. Misalnya, dikemukakan oleh Purwanto, a.l. Sbb:


'Apakah ciri historiografi Indonesia saat ini? Kemana arah historiografi Indonesia akan berkembang? Dua pertanyaan sederhana itu ternyata tidak mudah untuk dijawab. Bagi sebagian orang, disorientasi mungkin merupakan kata yang paling tepat untuk dilabelkan pada historiagrafi Indonesia saat ini. Indonesiasentrisme yang selama ini dianggap sebagai identitas historiografi Indonesia ternyata tidak lebih dari sebuah label tanpa makna yang jelas, kecuali sebagai antitesa dari kolonialsentrisme yang melekat pada historiografi yang ada sebelumnya. Dekolonisasi yang menjadi prinsip dasar dari Indonesiasentrisme yang merupakan cara pandang orang Indonesia tentang masa lalunya sendiri, seolah-olah telah membangun wacana sekaligus perspektif yang menjadikan historiografi sekedar sebagai alat penghujat dan menggunakan masa lalu sebagai tameng pembenaran'


Tulis Purwanto selanjutnya:


''Tidak banyak yang menyadari bahwa prinsip dekolonisasi itu telah mengakibatkan sebagian besar pemahaman tentang sejarah Indonesia cenderung anakronis. Mereka menafikan banyak realitas yang dikatagorikan sebagai bagian dari kultur kolonial, dan menganggap hal itu hanya sebagai bagian dari sejarah Belanda atau sejarah para penjajah yang tidak ada hubungannya dengan sejarah Indonesia. Padahal sebagai sebuah proses, realitas-realitas itu sebenarnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah Indonesia'.


<< Dalam uraiannya pada Bedah Buku hari itu, Purwanto menambah penjelasan. Ia mengatakan sebagai misal tentang realita peranan kolonialisme Belanda. Salah satu segi peranan kolonialisme Belanda ialah menjadikan Nusantara suatu kesatuan adminsitratif, ekonomi dan politik, dan juga peranan menjadikan bahasa Melayu, menjadi bahasa penghubung di Hindia Belanda, selain bahasa Belanda; ----- itu semua, kata Purwanto, merupakan bahan ramuan (ingredient) dalam penyatuan jajahan Belanda di Nusantara berkembang menjadi negeri dan bangsa Indonesia. Seorang peserta dalam Bedah Buku punya pendapat lain. Tidak dinyatakan dalam perdebatan, tetapi dinyatakannya kepadaku. Yaitu, perlunya menyadari bahwa tujuan kolonialisme Belanda mempersatukan Nusantara menjadi kesatuan administratif dan finansial serta menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa penghubung, semata-mata adalah untuk bisa lebih mudah mengontrol, menguasai dan mengeksploitasi rakyat dan negeri ini.


Kata Purwanto selanjutnya dalam kata pengantar bukunya:


'Sebaliknya tradisi itu menganggap realitas-realitas lain sebagai realitas Indonesia hanya karena sebagai masa lalu realitas itu terjadi di Indonesia sebagai sebuah unit geografis. Padahal secara konseptual, realitas itu tidak dapat dikatagorikan sebagai masa lalu Indonesia. Selain itu, prinsip dekokolonisasi yang sebenarnya hanya tepat digunakan untuk merekonstruksi masa lalu yang berkaitan dengan periode dominasi Barat di Indonesia ternyata yang digunakan untuk merekonstruksi masa lalu di luar periode itu, baik periode prakolonial maupun masa pascakolonial. Cara pandang itu telah mengakibatrkan berkembangnya historiogradi Indonesia yang menjauh dari tradisi sejarah kritis, dan sebaliknya menghadirkan historiografi parsial yang penuh dengan muatan politis-ideologis yang tidak mengakui keragaman pandangan dalam konstruksi dan pemaknaan terhadap masa lalu'.


'Dari kenyataan itu tentu saja timbul pertanyaan, apakah tradisi historiografi Indonesiasentris telah gagal merekonstruksi masa lalu Indonesia? Seperti dua pertanyaan di atas, pertanyaan ini juga tidak mudah untuk dijawab. Mengatakan Indonesiasentrisme gagal secara keseluruhan tentu saja berlebihan, karena sampai tingkat tertentu historiografi ini telah berhasil menghadirkan unsur keindoneisaan baik sebagai aktor masa lalu mapun perspektif dalam konstsruksi dan makna yang dibangun. Sementara itu berbeda dengan perkiraan banyak orang, buku /Sejarah Nasional Indonesia/ yang banyak dikritik itu pun sebenarnya mampu menghadirkan secara konseptual prinsip keindonesiaan yang dilandasi oleh kaedah keilmuan. Periodisasi dan kerangka berfikir teoritik konseptual yang dirumuskan secara jelas oleh editor utama yang dimotori oleh Sartono Kartodirdjo, menunjukkan kematangan intelektual daripada sekedar emosional, terlepas dari persoalan yang ada, terutama pada jilid 6 dan keberajaan jilid 7 yang terkesan malu-malu'.


* * *

Jelas kiranya, sebaiknya pembaca berusaha memperoleh buku tsb dan membacanya sendiri dari awal sampai akhir, sehingga mengerti betul apa yang dimaksud Purwanto dengan analisisnya bahwa Historiografi Indonesiasentris telah gagal.


* * *


Hadir dalam Bedah Buku Bambang Purwanto, punya manfaat penting bagiku, kiranya demikian juga untuk para hadirin lainnya. Kegiatan seperti itu, menggugah dan mendorong kita untuk lebih banyak membaca dan ambil bagian dalam pemikiran dan penelitian sejarah bangsa kita. Masing-masing menurut kemampuan dan kondisinya sendiri. Namun, perlu ada fokus. Antara lain, tema yang masih dalam proses pendiskusian dan perdebatan hangat, khususnya yang menyangkut periode dimulainya rezim Orba.


Kenyataan yang ada di hadapan mata, ialah bahwa, selama lebih dari 30 tahun, pencatatan, pendokumentasian serta penulisan sejarah bangsa, telah benar-benar diputar-balikkan, diplintir untuk menggunakan istilah Gus Dur. Sejarah bangsa telah dijungkir balikkan. Kaki di atas kepala di bawah. Suatu 'isu' yang didasarkan atas dusta, kebohongan dan fitnah semata-mata, seperti yang diberitakan, berhari-hari, berminggu-minggu, terus menerus oleh media Angkatan Darat ketika itu, mengenai apa yang dikatakan sebagai 'kekejaman dan kebiadaban' anggota-anggota Gerwani dan Pemuda Rakyat di Lubang Buaya terhadap para jendral AD yang diculik, telah direkayasa dan disulap menjadi kebenaran. Kebenaran Orba. Gawat dan tragisnya ialah bahwa kebohongan dan rekayasa ini akhirnya benar-benar dianggap sebagai satu-satunya kebenaran, sebagai fakta sejarah. Bukankah kebohongan ini yang menjadi pembenaran dan legalisasi dimulainya, pengejaran besar-besaran, penangkapan besar-besaran serta pembantaian masal terhadap orang-orang yang tak bersalah, terdiri terutama dari anggota PKI, orang Kiri dan yang diduga PKI atau Kiri, atau pendukung Presiden Sukarno?


Dimanipulasinya oleh penguasa Orba, --- disulapnya suatu fiksi menjadi fakta, menjadikannya suatu fakta sejarah, yang dianggap pula sebagai kebenaran umum sejarah, ---- bukankah ini manipulasi fakta sejarah yang perlu dikoreksi?


Diungkapkannya kebenaran dan keadilan mengenai peristiwa 1965, pelanggaran HAM terbesar yang pernah terjadi di dalam sejarah bangsa, dengan demikian mengakhiri segala diskriminasi, marginalisasi dan stigmatisasi terhadap jutaan korban 1965 berserta keluarga mereka yang masih hidup sekarang ini,. ---- bukankah ini yang menjadi salah satu tugas penting bangsa kita, dan dengan demikian juga mejadi tugas penting para sejarawan kita?


Betapapun menegakkan kebenaran dalam sejarah bangsa kita adalah urusan kita semua.

Usaha Rekonsiliasi Nasional atas dasar Kebenaran dan Keadilan tak akan bisa dicapai, bilamana fakta-fakta sejarah yang telah dimanipulasi oleh rezim Orba tidak dikoreksi.

Selama itu belum dikoreksi, tak terhindarkan hal itu akan selalu merupakan api dalam sekam.


Itulah pula sebabnya mengapa penulisan sejarah bangsa seyogianya dilakukan oleh seluruh masyarakat. Tentu para pakar dan sejarawan punya peranan penting dan terkemuka. Namun, tanpa kepedulian dan keikutsertaan masyarakat, media, lapisan cendekiawan yang luas, tujuan untuk bisa belajar dari sejarah bangsa kita, sulit untuk tercapai.



* * *











No comments: